Kepala WTO cari solusi atasi ketidakadilan vaksin yang "mencolok"
13 April 2021 07:30 WIB
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala menghadiri wawancara dengan Reuters di kantor pusat WTO di Jenewa, Swiss, 12 April 2021. ANTARA/REUTERS/Denis Balibouse/aa.
Jenewa (ANTARA) - Ketua Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan pada Senin (12/4/2021) bahwa sebuah pertemuan minggu ini untuk mengatasi ketidakadilan yang "mencolok" dalam alokasi vaksin COVID-19 akan dihadiri oleh produsen-produsen besar dan mencari solusi seperti mengaktifkan pabrik yang menganggur atau kurang digunakan di Afrika dan Asia.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala, mantan menteri Nigeria dan eksekutif Bank Dunia yang mengambil posisi bulan lalu, telah berjanji melupakan "business as usual" di pengawas perdagangan global berusia 25 tahun yang kurang sehat dan mengatakan prioritas utamanya adalah untuk mengatasi pandemi COVID-19.
Pertemuan pada 14 April akan mempertemukan pembuat vaksin dari Amerika Serikat, China dan Rusia, menteri dari negara-negara kaya dan berkembang, dan pejabat perbankan untuk membahas pembatasan ekspor vaksin, meningkatkan produksi dan pengabaian hak kekayaan intelektual untuk obat-obatan dan vaksin COVID-19, katanya kepada Reuters.
“Ketidakadilan vaksin sangat mencolok,” kata Okonjo-Iweala. “Saya adalah orang yang pragmatis dan yang menyakiti saya sekarang adalah orang-orang sekarat karena tidak memiliki akses ke vaksin.”
“Kami memiliki teknologi di dunia untuk menyelamatkan nyawa, jadi saya ingin memahaminya dan menemukan beberapa solusi yang akan membuat perbedaan.”
Di antara solusi praktis yang mungkin adalah menggunakan kembali pabrik vaksin hewan untuk membuat suntikan COVID atau mengaktifkan kapasitas yang tidak terpakai di negara-negara seperti Bangladesh, Thailand, dan Senegal dengan menghubungkan mereka dengan pemodal seperti Bank Investasi Eropa atau International Finance Corporation Bank Dunia.
Pertemuan itu, yang pertama dari rangkaian pertemuan, juga akan mengangkat pengabaian hak kekayaan intelektual TRIPS untuk obat-obatan COVID-19 yang kontroversial, di mana anggotanya menemui jalan buntu, di tengah penentangan dari negara-negara kaya.
Namun, Okonjo-Iweala optimis: "Saya mendengar lebih banyak pragmatisme dari semua sisi dan itu membuat saya berpikir bahwa anggota akan datang ke meja dan menyetujui sesuatu yang akan berhasil untuk semua pihak."
Dia memuji negara-negara yang mengekspor beberapa vaksin COVID-19 mereka tetapi juga mengatakan dia telah membahas pembatasan ekspor vaksin dalam pembicaraan dengan Thierry Breton yang mengepalai gugus tugas vaksin dan kepala perdagangan eksekutif Uni Eropa Valdis Dombrovskis, dan dengan pejabat India.
“Saya mendesak: mari kita mencoba untuk tidak menghalangi rantai pasokan,” katanya, menambahkan dia pikir pesannya “didengarkan”.
Baca juga: Bakal ketua WTO peringatkan 'nasionalisme vaksin' perlambat pemulihan
Baca juga: COVAX berencana kirim sepertiga dari 1M dosis vaksin paruh I 2021
Baca juga: Merkel: Uni Eropa butuh kapasitas produksi vaksin lebih banyak
Baca juga: Pfizer akan gandakan produksi vaksin COVID mingguan
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala, mantan menteri Nigeria dan eksekutif Bank Dunia yang mengambil posisi bulan lalu, telah berjanji melupakan "business as usual" di pengawas perdagangan global berusia 25 tahun yang kurang sehat dan mengatakan prioritas utamanya adalah untuk mengatasi pandemi COVID-19.
Pertemuan pada 14 April akan mempertemukan pembuat vaksin dari Amerika Serikat, China dan Rusia, menteri dari negara-negara kaya dan berkembang, dan pejabat perbankan untuk membahas pembatasan ekspor vaksin, meningkatkan produksi dan pengabaian hak kekayaan intelektual untuk obat-obatan dan vaksin COVID-19, katanya kepada Reuters.
“Ketidakadilan vaksin sangat mencolok,” kata Okonjo-Iweala. “Saya adalah orang yang pragmatis dan yang menyakiti saya sekarang adalah orang-orang sekarat karena tidak memiliki akses ke vaksin.”
“Kami memiliki teknologi di dunia untuk menyelamatkan nyawa, jadi saya ingin memahaminya dan menemukan beberapa solusi yang akan membuat perbedaan.”
Di antara solusi praktis yang mungkin adalah menggunakan kembali pabrik vaksin hewan untuk membuat suntikan COVID atau mengaktifkan kapasitas yang tidak terpakai di negara-negara seperti Bangladesh, Thailand, dan Senegal dengan menghubungkan mereka dengan pemodal seperti Bank Investasi Eropa atau International Finance Corporation Bank Dunia.
Pertemuan itu, yang pertama dari rangkaian pertemuan, juga akan mengangkat pengabaian hak kekayaan intelektual TRIPS untuk obat-obatan COVID-19 yang kontroversial, di mana anggotanya menemui jalan buntu, di tengah penentangan dari negara-negara kaya.
Namun, Okonjo-Iweala optimis: "Saya mendengar lebih banyak pragmatisme dari semua sisi dan itu membuat saya berpikir bahwa anggota akan datang ke meja dan menyetujui sesuatu yang akan berhasil untuk semua pihak."
Dia memuji negara-negara yang mengekspor beberapa vaksin COVID-19 mereka tetapi juga mengatakan dia telah membahas pembatasan ekspor vaksin dalam pembicaraan dengan Thierry Breton yang mengepalai gugus tugas vaksin dan kepala perdagangan eksekutif Uni Eropa Valdis Dombrovskis, dan dengan pejabat India.
“Saya mendesak: mari kita mencoba untuk tidak menghalangi rantai pasokan,” katanya, menambahkan dia pikir pesannya “didengarkan”.
Baca juga: Bakal ketua WTO peringatkan 'nasionalisme vaksin' perlambat pemulihan
Baca juga: COVAX berencana kirim sepertiga dari 1M dosis vaksin paruh I 2021
Baca juga: Merkel: Uni Eropa butuh kapasitas produksi vaksin lebih banyak
Baca juga: Pfizer akan gandakan produksi vaksin COVID mingguan
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: