Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mengatakan pemerintah telah melakukan sejumlah upaya-upaya pemulihan terhadap pelanggaran HAM berat pada masa lalu, salah satunya peristiwa Talangsari, Lampung.

"Pemulihannya ada dua, pertama individual dan kedua komunal," kata Direktur Instrumen HAM Kemenkumham RI Timbul Sinaga di Jakarta, Kamis.

Pemulihan oleh Pemerintah meliputi pemberian hak-hak dasar, bukan mengarah pada ganti rugi kepada korban maupun keluarga korban.

"Jadi, tidak bicara ganti rugi, saya kira lebih besar pemulihan daripada ganti rugi," kata Timbul.

Sebagai contoh di Lampung, Pemerintah memberikan pemulihan di aspek pendidikan, kesehatan, wirausaha lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya.

"Artinya, selama hidup kita berikan," ujarnya.

Baca juga: Presiden minta penyelesaian masalah HAM masa lalu terus dilanjutkan

Penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pemulihan korban tersebut, lanjut dia, juga melihat keberhasilan sejumlah negara, bahkan langkah itu telah terbukti.

Ia mengatakan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM itu melalui dua langkah, yakni secara yudisial dan nonyudisial.

Untuk yudisial, instansi yang paling berperan adalah Komnas HAM bersama Kejaksaan Agung.

Ketika telah masuk pada ranah pengadilan, menurut dia, tidak ada pihak mana pun yang bisa mencampurinya.

Adapun penyelesaian secara nonyudisial, Pemerintah bisa dengan cara pemulihan kepada korban.

Pada perjalanannya, Pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang dipresentasikan pada bulan Maret 2020 bersama Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Ketika itu, Menteri Politik Hukum dan Keamanan menyarankan agar dibuat peraturan presiden (perpres) terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

Baca juga: Anggota DPR: Komnas HAM cari alternatif penyelesaian HAM masa lalu

Presiden RI Joko Widodo dalam pidatonya pada Hari HAM Internasional 2020 menyatakan bahwa pihaknya akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan diakui oleh komunitas internasional untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Sebagai perwujudan dari komitmen tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berencana membentuk kembali Komisi Pengungkapan Kebenaran sebagai salah satu proses yang ditempuh untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat tanpa mengabaikan mekanisme lainnya, baik yudisial maupun nonyudisial.