Bekasi (ANTARA News) - Produk mainan asing dan alat pendidikan memerlukan pengawasan terhadap kandungan bahan berbahaya agar tidak berdampak pada kesehatan anak.

"Kita sering menemui klaim seperti "non toxic", "lead free" dan "mercury free" dan tentunya harus ada institusi yang mampu menguji apakah betul-betul sudah bebas dari kandungan bahan berbahaya," kata Dr. Eng Agus Haryono, peneliti kelompok kimia polimer LIPI di Bekasi, Selasa.

Di Indonesia belum ada institusi resmi yang mengeluarkan penandaan terkait kandungan bahan berbahaya dan ia menilai perlunya dibentuk lembaga semacam itu.

Produk-produk plastik kini sudah sedemikian banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang dampaknya membahayakan kesehatan baik langsung seperti mual dan muntah maupun jangka panjang berupa kemandulan, gangguang syaraf hingga kanker dan lainnya bila pengawasan diabaikan.

"Kita baru memiliki badan pengawasan obat dan makanan, yang mengawasi makanan, minuman dan obat sementara untuk produk mainan anak, elektronik, alat peraga pendidikan dan alat tulis pengawasan masih sangat lemah," ujar peneliti terbaik Pusat Kajian Kimia LIPI 2008 itu.

Di negara lain pengawasan seperti itu sudah dilakukan dengan sangat baik. Untuk Indonesia perlu kiranya dibawah kementrian kesehatan ada satu direktorat baru yang mengawasi penandaan kandungan bahan berbahaya.

Doktor bidang teknik dan sains Universitas Waseda Jepang itu menilai tidak perlu dibentuk badan baru tersendiri ataupun semacam komisi seperti pengawasan terhadap pestisida, tapi cukup semacam direktorat apakah dibawah kementrian kesehatan, perindustrian ataupun perdagangan.

Produsen selama ini tidak dikenai kewajiban mencantumkan apakah produk itu mengandung merkuri, pewarnaan apa yang digunakan serta ada tidaknya penggunaan bahan kimia berbahaya seperti monomer.

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Huzna Gustiana zahir, menyatakan harusnya ada lembaga sertifikasi yang lakukan pengujian terhadap klaim seperti non toxic, lead free dan mercury free itu.

"Sebenarnya ada lembaga sertifikasi yang lakukan itu tapi regulasinya tidak mewajibkan dan kesadaran produsenlah untuk betul-betul menjamin produknya bebas dari bahan berbahaya tersebut," ujar alumni master bidang studi pembangunan dan komunikasi Universitas Ohio AS itu.
(ANT/A024)