Yogyakarta (ANTARA News) - Pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sujito MSi, menilai bahwa penataan dan evaluasi terhadap hubungan sipil-militer merupakan kunci utama pemberian hak politik Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara RI (Polri).

"Kontroversi soal pelibatan TNI dalam Pemilu kembali menguat. Ini memang isu lama. Sejak reformasi bergulir, salah satu agenda krusial adalah penataan ulang hubungan sipil-militer dalam tajuk reformasi sektor pertahanan dan keamanan," katanya di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, soal hak-hak politik anggota TNI ini juga melekat dalam pengaturan hubungan sipil-militer tersebut dan sejarah membuktikan pengalaman masa lalu di era rezim Orde Baru TNI hanya menjadi alat bagi kekuasaan, khususnya Golkar untuk merebut kekuasaan secara manipulatif.

"Di sanalah rawan penyalahgunaan kekuasaan, oleh karena itu reformasi memaksa agar tentara tidak boleh berpolitik yang dirumuskan dalam bentuk undang-undang agar tentara menjaga jarak dengan urusan perebutan kekuasaan dan diharapkan mereka profesional," katanya.

Ia mengatakan, selama lebih dari 10 tahun upaya menata ulang hubungan sipil militer tersebut harus bisa dievaluasi proses dan capaiannya, yakni seberapa besar kegagagalan dan keberahasilannya seperti apa.

"Parlemen dan presiden harus melakukan itu, semua evaluasi dan audit kelembagaan TNI berkaitan dengan reformasi sektor pertahanan dan Polri pada sektor keamanan hasilnya harus disampaikan ke publik, dari sana publik akan menilai," katanya.

Arie mengatakan, dengan demikian, jika presiden menyatakan akan mengembalikan hak politik tentara untuk ikut Pemilu sebagai pemilih, maka hasil audit kelembagaan reformasi sektor pertahanan dan kemanan harus jelas.

"Jika dinilai berhasil maka 2014 layak TNI dan Polri ikut memilih, tetapi jika hasilnya masih buruk dan mereka belum siap, maka jangan diberlakukan dulu karena bisa berakibat merusak sistem demokrasi," katanya.

Demikian pula publik atau masyarakat sipil diharapkan juga memberikan penilaian apakah siap secara struktural dan kultural atau tidak, penerapan hak politik tentara harus diantisipasi kesiapannya jangan sampai justru menjadi petaka demokrasi.

"Pemberian hak bagi anggota TNI dan Polri sebagai warga negara memang dijamin demokrasi tetapi harus memperhitungkan kesiapan spesifik agar tidak kontra produktif," katanya menambahkan.
(U.V001/A035/P003)