Indonesia soroti multilateralisme vaksin dalam pertemuan D-8
7 April 2021 17:52 WIB
Tangkapan layar Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar (kanan atas) dalam Sesi Pertemuan ke-17 Dewan Menteri-Menteri Kelompok Delapan Negara Berkembang (D-8) yang dipantau dari Jakarta, Rabu (7/4/2021). (ANTARA/Aria Cindyara)
Jakarta (ANTARA) -
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, menyoroti pentingnya dukungan kelompok D-8 Negara Berkembang atau Developing Eight (D-8) terhadap akses yang setara dan adil terhadap vaksin di tengah peperangan dunia melawan pandemi virus COVID-19.
“Dalam jangka pendek, D-8 harus berada di baris depan dalam mempromosikan ‘multilateralisme vaksin’ dibandingkan nasionalisme vaksin dan proteksionisme vaksin,” kata Wamenlu Mahendra dalam Sesi Pertemuan ke-17 Dewan Menteri-Menteri D-8 yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Meenurutnya, D-8 memiliki peran penting untuk memastikan bahwa vaksin COVID-19 dapat didistribusikan dengan adil bagi seluruh umat manusia tanpa ada halangan apapun.
“Dalam konteks ini, kita perlu mendukung platform COVAX sebagai satu-satunya wadah untuk memastikan akses vaksin yang setara dan harga yang terjangkau untuk semua,” tegasnya.
D-8 merupakan kelompok yang mulai berdiri pada tahun 1997 melalui adopsi Deklarasi Istanbul dan beranggotakan delapan negara berkembang, yakni Indonesia, Bangladesh, Mesir, Malaysia, Pakistan, Turki, dan Iran.
Sejak resmi berdiri 24 tahun lalu, D-8 bertujuan untuk memperbaiki posisi negara-negara berkembang dalam ekonomi dunia dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat negara-negara anggota.
Namun, menurut Mahendra hingga saat ini ketimpangan dan ketidaksetaraan pembangunan antara negara-negara maju dan berkembang masih terus ada. Kehadiran pandemi COVID-19 telah memperparah ketimpangan tersebut.
Oleh karena itu, dalam merespon terhadap fenomena global tersebut, dia mendorong D-8 untuk menjadi dorongan positif dan bagian dari solusi dalam mengendalikan pandemi.
Selain itu, dalam jangka panjang, dia meyakini D-8 harus dapat mengembangkan kemandirian dalam merespon pandemi baik yang terjadi di masa kini maupun masa depan.
“Memperkuat riset dan pengembangan serta jaringan dan industri kesehatan dan farmasi di negara-negara D-8 perlu menjadi prioritas baru kita,” paparnya,”
Dia pun menyatakan inisiatif untuk menjajaki potensi Indonesia sebagai basis produksi vaksin COVID-19 untuk kawasan dan negara-negara Muslim.
“Dalam semangat solidaritas dengan negara-negara Muslim, kami terbuka untuk berkolaborasi dengan negara-negara D-8 dalam konteks ini,” ujarnya.
Sebagai latar belakang, menurut laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, pembentukan D-8 awalnya ditujukan untuk menghimpun kekuatan negara-negara Islam anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) guna menghadapi ketidakadilan dan sikap mendua dari negara-negara Barat.
Namun, dalam perkembangannya, D-8 bertransformasi menjadi kelompok yang tidak bersifat eksklusif keagamaan dan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat negara anggotanya melalui pembangunan ekonomi dan sosial.
Baca juga: Akan kirim kapal AL, Inggris dukung keamanan di kawasan Indo-Pasifik
Baca juga: Menlu RI ajak Inggris perkuat kerja sama melawan pandemi
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, menyoroti pentingnya dukungan kelompok D-8 Negara Berkembang atau Developing Eight (D-8) terhadap akses yang setara dan adil terhadap vaksin di tengah peperangan dunia melawan pandemi virus COVID-19.
“Dalam jangka pendek, D-8 harus berada di baris depan dalam mempromosikan ‘multilateralisme vaksin’ dibandingkan nasionalisme vaksin dan proteksionisme vaksin,” kata Wamenlu Mahendra dalam Sesi Pertemuan ke-17 Dewan Menteri-Menteri D-8 yang dipantau dari Jakarta, Rabu.
Meenurutnya, D-8 memiliki peran penting untuk memastikan bahwa vaksin COVID-19 dapat didistribusikan dengan adil bagi seluruh umat manusia tanpa ada halangan apapun.
“Dalam konteks ini, kita perlu mendukung platform COVAX sebagai satu-satunya wadah untuk memastikan akses vaksin yang setara dan harga yang terjangkau untuk semua,” tegasnya.
D-8 merupakan kelompok yang mulai berdiri pada tahun 1997 melalui adopsi Deklarasi Istanbul dan beranggotakan delapan negara berkembang, yakni Indonesia, Bangladesh, Mesir, Malaysia, Pakistan, Turki, dan Iran.
Sejak resmi berdiri 24 tahun lalu, D-8 bertujuan untuk memperbaiki posisi negara-negara berkembang dalam ekonomi dunia dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat negara-negara anggota.
Namun, menurut Mahendra hingga saat ini ketimpangan dan ketidaksetaraan pembangunan antara negara-negara maju dan berkembang masih terus ada. Kehadiran pandemi COVID-19 telah memperparah ketimpangan tersebut.
Oleh karena itu, dalam merespon terhadap fenomena global tersebut, dia mendorong D-8 untuk menjadi dorongan positif dan bagian dari solusi dalam mengendalikan pandemi.
Selain itu, dalam jangka panjang, dia meyakini D-8 harus dapat mengembangkan kemandirian dalam merespon pandemi baik yang terjadi di masa kini maupun masa depan.
“Memperkuat riset dan pengembangan serta jaringan dan industri kesehatan dan farmasi di negara-negara D-8 perlu menjadi prioritas baru kita,” paparnya,”
Dia pun menyatakan inisiatif untuk menjajaki potensi Indonesia sebagai basis produksi vaksin COVID-19 untuk kawasan dan negara-negara Muslim.
“Dalam semangat solidaritas dengan negara-negara Muslim, kami terbuka untuk berkolaborasi dengan negara-negara D-8 dalam konteks ini,” ujarnya.
Sebagai latar belakang, menurut laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, pembentukan D-8 awalnya ditujukan untuk menghimpun kekuatan negara-negara Islam anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) guna menghadapi ketidakadilan dan sikap mendua dari negara-negara Barat.
Namun, dalam perkembangannya, D-8 bertransformasi menjadi kelompok yang tidak bersifat eksklusif keagamaan dan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat negara anggotanya melalui pembangunan ekonomi dan sosial.
Baca juga: Akan kirim kapal AL, Inggris dukung keamanan di kawasan Indo-Pasifik
Baca juga: Menlu RI ajak Inggris perkuat kerja sama melawan pandemi
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: