Jakarta (ANTARA) - Pemilik sekaligus Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito dituntut 3 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan karena diduga menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebesar Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.001.440,00.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Suharjito terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswandhono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.

JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Suhardjito dengan pidana penjara selama 3 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Baca juga: KPK ungkap alasan Sekjen KKP belum diperiksa dalam kasus ekspor benur

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, kooperatif, dan memberikan keterangan signifikan dalam persidangan," kata jaksa Siswandhono.

JPU KPK juga memberikan status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) kepada Suharjito karena telah berterus terang sepanjang persidangan.

PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain benih bening lobster (BBL), daging ayam, daging sapi, dan daging ikan.

Pada tanggal 4 Mei 2020, Edhy Prabowo menerbitkan Peraturan Menteri KKP No 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah NKRI yang isinya, antara lain mengizinkan budi daya dan ekspor BBL.

Edhy Prabowo juga membentuk tim uji teknis dengan Ketua Andreau Misanta Pribadi dan Wakil Ketua Safri, keduanya adalah staf khusus Edhy Prabowo.

Suharjito lalu menemui Edhy Prabowo di rumahnya, kemudian Edhy memperkenalkan Safri selaku Staf Khusus Menteri KKP. Terkait dengan pengurusan izin budi daya agar berkoordinasi dengan Safri.

Baca juga: Pengusaha penyuap Edhy Prabowo ajukan "justice collaborator"

Untuk mendapatkan izin tersebut, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Uang diberikan secara bertahap, yaitu pertama pada tanggal 16 Juni 2020 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 77.000 dolar AS yang diserahkan Suharjito kepada Safri. Safri lalu menyerahkan uang tersebut kepada sekretaris pribadi Edhy Prabowo bernama Amiril Mukminin untuk disampaikan kepada Edhy Prabowo.

Kedua, uang fee diberikan kepada Safri pada tanggal 8 Oktober 2020 di ruang kerja Safri sebesar 26.000 dolar AS.

PT DPPP lalu membayar biaya operasional ke PT Aero Citra Kargo (ACK) PT PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) untuk ekspor BBL sebesar Rp1.800 per ekor BBL.

Pada bulan September—Novemeber 2020, PT DPPP telah melakukan ekspor BBL ke Vietnam sebanyak 642.684 ekor BBL menggunakan jasa kargo PT ACK dengan biaya pengiriman seluruhnya Rp940.404.888,00.

PT ACK sendiri adalah perusahaan yang dibuat oleh Amiril Mukminin atas perintah Edhy Prabowo untuk mencari perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) untuk ekspor BBL.

PT ACK bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dengan pembagian pendapatan operasional PT PLI sebesar Rp350 per ekor BBL dan PT ACK mendapat Rp1.450 sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL sebesar Rp1.800 per ekor BBL.

Baca juga: Kasus suap Edhy Prabowo dan kawan-kawan segera disidangkan

Pembagian saham PT ACK adalah Achmad Bactiar dan Amri sebagai perpanjangan Edhy Prabowo masing-masing sebesar 41,65 persen sehingga totalnya mencapai 83,3 persen dan Yudi Surya Atmaja (representasi pemilik PT PLI, Siswadi Pranoto Loe) sebanyak 16,7 persen.

"Dengan demikian, pada bulan September—November 2020, terdakwa Suharjito melalui saksi Amiril Mukminin, Andreau Misanta Pribadi, Siswadi Prantoto Loe, dan Ainul Faqih sebesar Rp706.001.440,00" kata jaksa.

Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli—November 2020 membagikan uang yang diterima dari PT DPPP dan perusahaan-perusahaan eksportir BBL lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai dividen yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp12,312 miliar; kepada Amri senilai Rp12,312 miliar dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp5,047 miliar.

Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo.

Sidang dilanjutkan dengan pembacaan pledoi (pembelaan) pada tanggal 14 April 2021.