Jakarta (ANTARA) - PT Timah (Persero) Tbk emiten berkode saham TINS membidik produksi bijih timah minimal 30.000 ton per tahun melalui sejumlah strategi mulai dari pengelolaan invetory hingga peningkatan kontribusi tambang laut.

"Adanya dinamika terhadap perolehan atau akuisisi biji timah, maka tahun 2021 ini perseroan berharap untuk mendapatkan produksi dari biji timah minimal 30.000 ton per tahun," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Wibisono di Jakarta, Selasa.

Berkaitan dengan jumlah logam, lanjut dia, TINS akan mengelola inventory sisa hasil produksi yang disebut slag dengan jumlah logam timah mencapai 34.000 ton, serta rencana penjualan sebesar 31.000 ton.

Selain itu, perseroan juga akan mendorong peningkatan persentase tambang laut sebesar 10 persen agar produksi bijih timah meningkat sesuai target.

"Sumber biji timah perseroan ada dua, yakni laut dan darat. Persentase di darat masih memiliki kontribusi yang lebih besar sekitar 70 persen dan laut sekitar 30 persen, kami ingin mendorong kontribusi dari laut agar meningkat sekitar 10 persen," kata Wibisono.

Peningkatan itu akan membuat persentase tambang laut bertambah menjadi 40 persen, lalu menurunkan persentase tambang darat menjadi 60 persen. TINS beralasan bahwa banyaknya jumlah penambang rakyat di darat membuat bisnis perseroan tertekan.

Keputusan meningkatkan persentase tambang laut dianggap langkah tepat karena masyarakat tidak ada yang bisa menambang timah di laut, sehingga aktivitas penambangan yang dilakukan TINS dapat lebih maksimal.

"Dengan upaya-upaya tersebut, penambangan di laut akan tetap memperhatikan lingkungan. Kami akan melakukan koordinasi dan sosialisasi di daerah operasional penambangan," kata Wibisono.

Sepanjang 2020, perseroan mencatat produksi biji timah hanya mencapai 39.757 ton atau turun 51,79 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 82.460 ton.

Pandemi COVID-19 memukul semua entitas bisnis global, termasuk PT Timah karena produksi dan konsumsi biji timah turun cukup signifikan.

Dari pencapaian tersebut 71,35 persen berasal dari penambangan darat, sedangkan sisanya 28,65 persen berasal dari penambangan laut. Produksi logam timah turun 40,18 persen menjadi sebesar 45.698 ton dari tahun sebelumnya sebesar 76.389 ton.

Produksi yang rendah tak menyurutkan perseroan untuk memenuhi permintaan konsumen di tengah harga yang merangkak naik. Dengan memanfaatkan persediaan logam timahnya, TINS berhasil membukukan penjualan logam timah sebesar 55.782 ton atau turun 17,61 persen dari tahun sebelumnya sebesar 67.704 ton.

Adapun untuk kinerja keuangan, PT Timah berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar Rp15,22 triliun atau lebih rendah 21,33 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp19,34 triliun. Angka itu berbanding lurus dengan pendapatan karena beban pokok pendapatan turun sebesar 22,54 persen menjadi Rp14,10 triliun dari tahun sebelumnya Rp18,20 triliun.

"Perseroan mengalami perbaikan secara fundamental baik dari sisi neraca maupun arus kas serta jumlah kerugian yang semakin mengecil. Ini adalah sinyal bahwa perseroan well on track di dalam perbaikan," kata Wibisono.

Baca juga: Dirut PT Timah Tbk: Tidak ada pembagian dividen tahun buku 2020

Baca juga: Strategi PT Timah memperbaiki neraca keuangan

Baca juga: PT Timah akan dongkrak kontribusi tambang laut, jadi 40 persen

Baca juga: PT Timah targetkan pembangunan smelter rampung akhir 2021