Jakarta (ANTARA News)- Kepengurusan Partai Demokrat (PD) yang baru saja diumumkan ketua umumnya, Anas Urbaningrum, terus menuai kritikan, khususnya berkaitan dengan masuknya anggota Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati dan Johny Allen Marbun.

"Ini mengindikasikan ada yang tidak beres antara PD dan Johny Allen. Dengan diberikannya seorang yang terindikasi kuat melakukan korupsi masuk dalam kepengurusan partai yang berkuasa saat ini, jelas terlihat bahwa partai penguasa ini sedang memberikan payung ataupun proteksi terhadap kasus hukum yang bersangkutan," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Ibrahim Fahmi Badoh, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (18/6).

Fahmi menjelaskan, masuknya anggota KPU Andi Nurpati, dan Johny Allen Marbun, anggota FPD yang tersangkut kasus korupsi, menegaskan bahwa ada yang tidak beres dengan partai berlambang bintang mercy ini.

Fahmi menyesalkan Partai Demokrat sebagai partai besar ternyata tidak memiliki filter di internal partai yang bisa bekerja melacak latar belakang orang-orang yang mereka ajak bergabung.

"Jadi kalau begitu, jangan salahkan masyarakat jika kemudian ada anggapan, jangan-jangan kasus yang menimpa Jhonny Allen Marbun terkait kasus korupsi ini, berkaitan dengan Partai Demokrat sendiri, sehingga memperkarakan Johny Allen sama dengan memperkarakan PD," katanya.

Johny Allen Marbun, ujar Fahmi, bisa saja dianggap sebagai orang yang sangat berjasa kepada partai politik yang bersangkutan, karena telah memberikan kontribusi materi yang berpengaruh.

"Ini menjadi sumir karena partai politik ini adalah pengusung utama terhadap agenda pemberantasan korupsi. Kalau itu yang terjadi, jelas hal ini akan sangat membahayakan," kata Fahmi.

Untuk itu Fahmi mengimbau kepada masyarakat untuk terus melakukan pengawasan menyangkut elite PD tersebut.

"Kita lihat toh akan melihatnya juga kalau seandainya kasus itu kemudian dihentikan. Jika itu yang terjadi maka hanya ada dua kemungkinannya yaitu bahwa anggapan bahwa KPK selama ini bisa diintervensi pemerintahan saat ini, menjadi benar adanya dan juga bahwa ada payung hukum serta politik tertentu yang bisa diberikan kepada orang-orang yang ternyata memiliki hubungan sangat spesial dengan penguasa saat ini," katanya.

Intervensi terhadap KPK sendiri menurut Fahmi bisa dibuktikan kalau kasus Johny ini kemudian benar-benar dihentikan. Informasi dan data yang dimiliki ICW saat ini, sudah cukup bukti untuk menjebloskan mantan wakil kepala kebon binatang Ragunan itu.

"Akan sangat gambang membuktikan bahwa ada intervensi terhadap KPK yang tentunya memiliki bukti-bukti yang kuat terhadap kasus korupsinya dia, jika KPK menghentikan kasus tersebut. Dari data yang kami miliki saja Johny Allen sudah bisa dijebloskan ke penjara," katanya lagi.

Menurut Fahmi, saat ini opini masyarakat bahwa KPK telah diintervensi sudah sangat jelas terlihat, karena dari data dan fakta yang berhasil ditentukan KPK seharusnya Johny Allen sudah bisa dijadikan tersangka.

"Jadi tentunya akan sangat terlihat kalau tiba-tiba kasus itu dihentikan, sedangkan langkah KPK yang belum menetapkan Johny tersangka saja, sudah menimbulkan persepsi negatif," katanya.

Oleh karena itu Fahmi mengimbau sebelum terlambat seharusnya PD benar-benar dapat mempertimbangkan keberadaan Johny di PD, apalagi masuk dalam struktur organisasi partai.

"Apa yang dipermasalahkan publik saat ini seharusnya dijadikan pertimbangan oleh kabinetnya Anas untuk segera membersihkan orang-orang yang dinilai bermasalah. Mumpung masih di awal-awal," katanya.

Sementara Koordinator Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, mengeritik sikap dan langkah Andi Nurpati masuk dalam kepengurusan Partai Demokrat.

Langkah itu menurut dia sangat tidak etis karena statusnya yang masih sebagai anggota KPU. Apalagi saat ini KPU sedang menangani pilkada-pilkada di daerah yang masih banyak masalah.

"Tentu sangat tidak etis jika seorang anggota KPU tiba-tiba masuk partai, apalagi KPU masih memiliki banyak tugas dan masalah yang harus diselesaikan di tengah-tengah pelaksanaan pilkada yang masih banyak bermasalah. Belum lagi permasalahan-permasalahan atas pelaksanaan pileg dan pilpres lalu yang juga masih meninggalkan masalah," kata Sebastian.

Dengan sikap seperti ini, katanya, maka tidak salah jika masyarakat kemudian beranggapan jangan-jangan Andi Nurpati telah memberikan keuntungan pada PD dalam pemilu lalu, sehingga pemberian posisi dirinya dalam kepengurusan PD saat ini sebagai balas jasa.

"Atau bisa saja muncul persepsi bahwa jangan-jangan Andi Nurpati selama ini memberikan bantuan kemenangan pada PD untuk mengejar posisi dalam kepengurusan PD agar dia bisa dipilih jadi pengurus PD. Sikap ini tentunya sangat jahat, karena dengan ketidakseriusan Andi ini telah mengorbankan ribuan orang lainnya yang gagal menjadi anggota KPU yang serius ingin bekerja bagi pelaksanaan pemilu yang baik. Andi Nurpati jelas bukan orang yang memiliki karakter bertanggung jawab,? katanya.

PD menurut Sebastian, juga tidak bisa menyalahkan masyarakat jika kemudian muncul anggapan bahwa kemenangan PD adalah karena kerjasamanya yang ilegal dengan KPU selama ini.

"Yah kita lihat saja, berapa banyak anggota KPU yang usai pelaksaaan pemilu di mana PD dan SBY kemudian mememangkannya mendapatkan jatah dan posisi meskipun terindikasi orang itu bermasalah," kata Sebastian.

Sementara itu Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap mempertanyakan direkrutnya anggota KPU Andi Nurpati sebagai Ketua Divisi Komunikasi Politik DPP Partai Demokrat.

"Ini fenomena yang memprihatinkan. KPU yang kita anggap independen ternyata banyak menjadi piaraan parpol. Kita pertanyakan masuknya Andi Nurpati," kata Chairuman.

Oleh karena itu, politisi Golkar tersebut meminta Andi Nurpati untuk segera mundur dari KPU.

"Andi Nurpati harus mundur diri dari KPU dan declare sejak kapan jadi anggota PD," kata Chairuman.(*)
(J004/R009)