TNI AL Tangkap Imigran Gelap Asal Myanmar
17 Juni 2010 15:38 WIB
Anggota TNI AL dari Lantamal IV Tanjungpinang, Kepulauan Riau memeriksa delapan orang imigran asal Myanmar yang masuk ke Indonesia dari Malaysia melalui perairan Berakit, Bintan, di Tanjung Pinang, Kepri, Kamis (17/6). (ANTARA/Hengky Mohari)
Tanjungpinang (ANTARA News) - Pasukan dari Pangkalan Utama TNI AL IV Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, menangkap delapan orang imigran gelap asal Myanmar saat berada di atas kapal Pelni KM Lambelu.
Kapal tersebut akan bertolak menuju Baubau, Sulawesi Selatan dari Pelabuhan Kijang, Bintan.
"Imigran tersebut ditangkap saat bersembunyi di dalam kamar 5001 KM Lambelu yang akan bertolak dari Kijang menuju Baubau, Sulawesi Selatan sekitar pukul 08.00 WIB," kata Komandan Satuan Keamanan Laut (Satkamla) Lantamal IV Tanjungpinang Mayor Laut (P) Hariyo Poernomo di Tanjungpinang, Kamis.
Hariyo mengatakan penangkapan imigran gelap asal Myanmar tersebut berawal dari informasi masyarakat yang melihat ada orang yang tidak dikenal turun dari kapal cepat di perairan Berakit, Bintan menuju dua unit mobil Kijang pada kamis pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
"Pasukan TNI AL dari pos di Berakit, yang mendapat informasi langsung menuju lokasi dan hampir ditabrak mobil Kijang yang membawa delapan imigran gelap tersebut untuk melarikan diri," katanya.
Ia menambahkan, setelah sempat melakukan pengejaran selama satu jam lebih baru imigran tersebut ditangkap di atas KM Lambelu sekitar pukul 08.00 WIB.
"Kami mencurigai sudah ada sindikat untuk meloloskan delapan orang imigran tersebut," ujarnya.
Delapan orang imigran tersebut menurut Hariyo masuk dari Malaysia menuju Indonsia menggunakan kapal cepat di perairan Berakit di malam hari.
Menurut dia, dokumen dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang dimiliki delapan imigran tersebut diduga palsu karena hanya berupa kertas satu lembar dan tidak memiliki dokumen lainnya.
"Mereka juga mengantongi surat keterangan dari Rumah Detensi Imigrasi di Medan yang juga palsu karena namanya berbeda dengan imigran yang ditangkap," ujarnya.
Hariyo mengatakan, selain mengamankan delapan orang imigran gelap tersebut, TNI AL juga menyita dokumen dari UNHCR, serta surat keterangan dari Detensi Imgrasi Medan yang diduga dipalsukan dan tiket KM Lambelu.
"Mereka akan kami serahkan ke Rudenim Tanjungpinang untuk proses lebih lanjut," ujarnya.
Sementara orang-orang yang membawa imigran gelap tersebut menurut dia berhasil melarikan diri.
Pergi belanja
Sementara itu, salah seorang imigran asal Myanmar bernama Ahmad Kabir (37) mengaku bersama tujuh orang lainnya masuk ke Indonesia untuk tujuan berbelanja.
"Kami tidak ada tujuan lain, hanya pergi belanja ke Indonesia," kata Ahmad yang fasih berbahasa Melayu Malaysia.
Ahmad mengatakan mereka masing-masing membayar 300 Ringgit Malaysia kepada sesorang untuk sampai ke Indonesia.
"Seluruh biaya perjalanan sudah termasuk dalam 300 Ringgit Malaysia tersebut sampai tujuan," katanya yang sudah tinggal di Malaysia selama 15 tahun.
Mengenai dokumen yang dikeluarkan oleh Detensi Imigrasi Medan, menurut dia dipalsukan oleh temannya di Malaysia yang juga warga Myanmar.
"Kami bayar 50 Ringgit Malaysia untuk dokumen-dokumen itu," katanya.
Sementara Imam Hasan, mengaku memiliki kartu UNHCR yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia dan baru habis masa berlakunya pada 2011.
"Saya sudah 12 tahun di Malaysia dan bekerja sebagai tukang potong rumput," ujarnya.
Dia menuturkan akan pergi berbelanja ke Jakarta dan bukan untuk mencari suaka."Saya dan tiga orang lainnya memiliki kartu UNHCR yang dikeluarkan Malaysia," katanya.(KR-NP/Z003)
Kapal tersebut akan bertolak menuju Baubau, Sulawesi Selatan dari Pelabuhan Kijang, Bintan.
"Imigran tersebut ditangkap saat bersembunyi di dalam kamar 5001 KM Lambelu yang akan bertolak dari Kijang menuju Baubau, Sulawesi Selatan sekitar pukul 08.00 WIB," kata Komandan Satuan Keamanan Laut (Satkamla) Lantamal IV Tanjungpinang Mayor Laut (P) Hariyo Poernomo di Tanjungpinang, Kamis.
Hariyo mengatakan penangkapan imigran gelap asal Myanmar tersebut berawal dari informasi masyarakat yang melihat ada orang yang tidak dikenal turun dari kapal cepat di perairan Berakit, Bintan menuju dua unit mobil Kijang pada kamis pagi sekitar pukul 07.00 WIB.
"Pasukan TNI AL dari pos di Berakit, yang mendapat informasi langsung menuju lokasi dan hampir ditabrak mobil Kijang yang membawa delapan imigran gelap tersebut untuk melarikan diri," katanya.
Ia menambahkan, setelah sempat melakukan pengejaran selama satu jam lebih baru imigran tersebut ditangkap di atas KM Lambelu sekitar pukul 08.00 WIB.
"Kami mencurigai sudah ada sindikat untuk meloloskan delapan orang imigran tersebut," ujarnya.
Delapan orang imigran tersebut menurut Hariyo masuk dari Malaysia menuju Indonsia menggunakan kapal cepat di perairan Berakit di malam hari.
Menurut dia, dokumen dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang dimiliki delapan imigran tersebut diduga palsu karena hanya berupa kertas satu lembar dan tidak memiliki dokumen lainnya.
"Mereka juga mengantongi surat keterangan dari Rumah Detensi Imigrasi di Medan yang juga palsu karena namanya berbeda dengan imigran yang ditangkap," ujarnya.
Hariyo mengatakan, selain mengamankan delapan orang imigran gelap tersebut, TNI AL juga menyita dokumen dari UNHCR, serta surat keterangan dari Detensi Imgrasi Medan yang diduga dipalsukan dan tiket KM Lambelu.
"Mereka akan kami serahkan ke Rudenim Tanjungpinang untuk proses lebih lanjut," ujarnya.
Sementara orang-orang yang membawa imigran gelap tersebut menurut dia berhasil melarikan diri.
Pergi belanja
Sementara itu, salah seorang imigran asal Myanmar bernama Ahmad Kabir (37) mengaku bersama tujuh orang lainnya masuk ke Indonesia untuk tujuan berbelanja.
"Kami tidak ada tujuan lain, hanya pergi belanja ke Indonesia," kata Ahmad yang fasih berbahasa Melayu Malaysia.
Ahmad mengatakan mereka masing-masing membayar 300 Ringgit Malaysia kepada sesorang untuk sampai ke Indonesia.
"Seluruh biaya perjalanan sudah termasuk dalam 300 Ringgit Malaysia tersebut sampai tujuan," katanya yang sudah tinggal di Malaysia selama 15 tahun.
Mengenai dokumen yang dikeluarkan oleh Detensi Imigrasi Medan, menurut dia dipalsukan oleh temannya di Malaysia yang juga warga Myanmar.
"Kami bayar 50 Ringgit Malaysia untuk dokumen-dokumen itu," katanya.
Sementara Imam Hasan, mengaku memiliki kartu UNHCR yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia dan baru habis masa berlakunya pada 2011.
"Saya sudah 12 tahun di Malaysia dan bekerja sebagai tukang potong rumput," ujarnya.
Dia menuturkan akan pergi berbelanja ke Jakarta dan bukan untuk mencari suaka."Saya dan tiga orang lainnya memiliki kartu UNHCR yang dikeluarkan Malaysia," katanya.(KR-NP/Z003)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010
Tags: