Bogor (ANTARA News) - Kinerja ekspor Indonesia belum terpengaruh gelombang krisis yang melanda Eropa saat ini, kata Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Anton J. Supit.

"Sampai saat ini belum mempengaruhi ekspor kita, namun tetap harus diwaspadai karena Eropa merupakan pasar besar bagi Indonesia," katanya di sela-sela seminar dan lokakarya tentang daya saing Indonesia di Bogor (Jawa Barat), Rabu.

Seminar dua hari tersebut digelar oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam rangka Dies Natalis ke-9 Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM).

Anton mengatakan, untuk mengantisipasi hantaman krisis Eropa, Pemerintah dan pengusaha harus meningkatkan efisiensi dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi.

Ekonomi biaya tinggi bisa berasal dari pungutan liar (pungli) dan regulasi yang menghambat, katanya.

"Inilah kesempatan kita untuk menghilangkan pungli dan regulasi yang menghambat," kata Anton.

Bagi pengusaha, lanjut dia, tidak ada kata lain selain peningkatan kompetensi, efisiensi dan produktifitas.

"Tiada hari tanpa peningkatan efisiensi dan produktifitas," katanya menegaskan.

Sementara itu mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan krisis ekonomi di Eropa tidak akan banyak berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.

"Saya rasa tidak akan banyak berpengaruh karena kita tidak banyak membeli obligasi dari wilayah itu," katanya.

Krisis di Eropa bermula dari kecerobohan Yunani dalam mengelola anggaran yang terjadi sejak beberapa tahun lalu.

Negara kecil dengan jumlah penduduk sekitar11,5 juta jiwa ini terus-menerus menerbitkan surat utang berbunga tinggi, terutama setelah Bank Sentral Eropa (ECB) mengendurkan persyaratan kriteria penerbitan surat utang (quantity easing).

Krisis ini berpotensi menular ke negara Eropa lain yang kemudian berencana melakukan langkah pengetatan fiskal dan pemangkasan anggaran.
(ANT/P003)