Jambi (ANTARA News) - Sepuluh orangutan sumatra (Pongo Abelii) kembali didatangkan ke Jambi untuk dilestarikan di kawasan Bukit Tigapuluh, upaya mempertahankan populasi species yang terancam punah itu.

Program pelepasliaran ini bertujuan meningkatkan populasi orangutan sumatra yang terus menyusut akibat maraknya pembukaan hutan menjadi areal perkebunan di habitat aslinya, kata Manajer Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera dari Frankfurt Zoological Society (FZS) Julius Paolo Siregar di Jambi, Selasa.

Saat ini diperkirakan hanya 6.000 ekor orangutan yang hidup liar. Penyitaan orangutan sebagai hewan peliharaan terus dilakukan untuk selanjutnya dilepasliarkan ke dalam hutan.

Menurut Julius Paolo Siregar, orangutan tersebut diberangkatkan dari Stasiun Karantina Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatra Utara pada hari Senin (7/6) sore dan dijadwalkan tiba di Jambi, Rabu (9/6) pagi.

"Transportasi orangutan menggunakan satu unit truk dan didampingi dokter hewan serta polisi hutan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara. Siang ini rombongan berada di Pekanbaru, Riau," ujar Julius, Selasa.

Setibanya di Kabupaten Tebo, Jambi, orangutan akan dipindahkan dari truk ke dalam dua unit mobil offroad. Diperlukan waktu tempuh 6-8 jam untuk mencapai di Stasiun Reintroduksi Orangutan.

Sementara, drh Yenny Saraswati dari Stasiun Karantina mengatakan rata-rata orangutan ini berusia enam tahun.

"Ada satu ekor orangutan yang berusia lebih dari 10 tahun. Kesepuluh orangutan ini terdiri dari enam betina dan empat jantan," ujar dia.

Sebagian besar orangutan berasal dari hasil sitaan di wilayah Aceh. Virina salah satu orangutan betina adalah sitaan dari seorang petani di Desa Kutacane. Petani tersebut mendapati Virina masuk dalam perangkap babi yang ia pasang di sawah.

"Di leher Virina masih terlihat bekas jeratan, namun kini sudah sembuh," ujar Yenny.

Kegiatan pelepasliaran orangutan merupakan bagian dari Program Konservasi Orangutan Sumatera (PKOS/SOCP) yang dilaksanakan oleh tiga lembaga non pemerintah yakni Pan Eco, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), dan FZS.

Ketiga lembaga ini melaksanakan programnya bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Kementrian Kehutanan.

Julius menyatakan dengan penambahan orangutan ini maka sejak 2002 FZS telah menerima 139 ekor orangutan. Hingga Maret lalu FZS telah melepasliarkan 116 ekor orangutan dan lima ekor lainnya kini tengah berada di hutan adaptasi.

Di Stasiun Reintroduksi, lanjut Julius, orangutan akan menjalani proses adaptasi dan sosialisasi. Orangutan juga akan dibekali berbagai kemampuan untuk dapat hidup di hutan kembali.

Setidaknya diperlukan waktu tiga bulan sebelum orangutan dilepasliarkan. Semakin lama orangutan dipelihara manusia sebelumnya maka proses adaptasi akan semakin lama.

"Biasanya orangutan yang masih jinak akan dilepasliarkan di hutan adaptasi. Sedangkan orangutan yang sifatnya masih liar dapat langsung dilepaskan ke dalam hutan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh," imbuh Julius.

Dengan terus berlangsungnya program reintroduksi ini diharapkan populasi orangutan sumatera yang masuk dalam klasifikasi satwa sangat terancam punah ini dapat diselamatkan.

(ANT/S026)