Baghdad (ANTARA News/AFP) - Tujuh orang tewas, termasuk seorang anak perempuan dan seorang polisi, dalam gelombang serangan di Irak, Senin, kata beberapa pejabat keamanan.

Di Ramadi, ibukota provinsi Anbar, Irak barat, yang berpenduduk mayoritas Sunni, gerilyawan membom rumah-rumah polisi, menghancurkan tiga bangunan dan menewaskan seorang anak perempuan, kata polisi. Sepuluh orang juga terluka dalam serangan itu.

Diantara bangunan yang diserang adalah rumah dua letnan kolonel, kata seorang polisi yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Juga di Anbar, di bekas benteng gerilya Fallujah, 60 kilometer sebelah barat ibukota, empat rumah polisi juga diserang, mengakibatkan 18 orang terluka, kata Kapten Anas Mohammed.

Sementara itu, dua orang yang mencakup seorang polisi tewas dan lima lain cedera dalam ledakan bom pinggir jalan yang ditujukan pada patroli polisi di daerah Al-Amil, Baghdad selatan.

Seorang lagi tewas dan enam lain terluka ketika sebuah bom mobil meledak di daerah penduduk Mansur, Baghdad barat, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.

Di dekat Kota Sadr yang berpenduduk mayoritas Syiah di Baghdad utara, sebuah bom magnetik yang dipasang di minibus meledak, menewaskan satu orang dan meluka enam lain.

Seorang pemilik toko sayur di kota bergolak Mosul, Irak utara, tewas ditembak di tokonya, kata polisi, dan belum jelas mengapa ia diserang.

Di kota berpenduduk campuran Kirkuk, Irak utara, seorang pemilik toko ponsel ditembak mati sekitar pukul 21.30 waktu setempat (Selasa pukul 01.30 WIB), kata polisi.

Pasukan Irak juga mengumumkan Senin bahwa tiga gerilyawan tewas selama penyerbuan terhadap tempat persembunyian mereka di kota Sunni Abu Ghraib, sebelah barat Baghdad.

Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)