Bogor (ANTARA News) - Organisasi kegawatdaruratan kesehatan Medical Emergency Rescue Committee Indonesia menilai kutukan internasional terhadap Israel tidak memengaruhi negara itu membuka jalur blokade atas Gaza, Palestina, sehingga diperlukan upaya lain.

"Penahanan kapal Rachel Corrie oleh Israel (setelah sebelumnya kapal Mavi Marmara) memperlihatkan ketidakberdayaan dunia dalam menekan Israel," kata Ketua Presidium MER-C Indonesia dr Sarbini Abdul Murad saat meghubungi ANTARA News, Minggu malam.

Menurut dia, tindakan Israel yang menyerang dan menghambat misi kemanusiaan "Flotilla to Gaza" adalah "kebiadaban terhadap kemanusiaan".

Ia mengatakan bahwa "Freedom Flotilla" pada tahun 2010 adalah misi terbesar sepanjang sejarah untuk menembus blokade Israel yang diikuti oleh ratusan pegiat kemanuisaan dan hak asasi manusia dari 50 negara.

"Tindakan Israel yang menembaki para aktivis dan relawan di atas kapal Mavi Marmara Senin (31/5) adalah sebuah kebiadaban terhadap kemanusiaan," ujarnya.

Organisasi-organisasi yang mengikutsertakan kapalnya adalah IHH Turki, ECESG (European Campaign to End the Siege of Gaza), FGM (Free Gaza Movement), Ship to Gaza Greece, Ship to Gaza Sweden, dan International Committee to Lift the Siege on Gaza.

Sempat beredar isu bahwa ancaman-ancaman Israel membuat jumlah peserta pelayaran menurun. Namun, isu ini ditepis oleh Ketua Tim MER-C untuk Misi Pelayaran ke Gaza Nur Fitri Taher.

"Dengan adanya ancaman Israel, jumlah peserta malah semakin meningkat melebihi kuota yang ditetapkan panitia," kata Sarbini mengutip isi pesan singkat dari Nur Fitri.

Malahan, IHH (Insani Yardim Vakfi), salah satu organisasi HAM dan kemanusiaan terbesar di Turki yang bermarkas di Istanbul, dan menjadi penggagas utama "Flotilla to Gaza" menjawab ancaman Israel dengan menambah satu armada kapal kargo yang makin memperkuat konvoi.

Blokade Berita
Kemudian, kata dia, pascaserangan, praktis semua jalur komunikasi dan berita dari kapal ke dunia luar diblokade dan dikuasai Israel sehingga berita yang tersebar adalah berita versi Israel.

"Dari pemberitaan tersebut terlihat bagaimana pemerintah Israel berusaha untuk menggiring opini publik untuk membenarkan penembakan yang dilakukannya terhadap para aktivis kemanusiaan," katanya.

Menurut dia, Israel juga mengklaim bahwa penembakan terjadi karena adanya perlawanan dari para aktivis. "Padahal tindakan perlawanan yang dilakukan oleh para pegiat kemanusiaan dan relawan yang hanya dengan tangan kosong dan alat seadanya adalah dalam rangka membela diri."

"Hal ini sah dan dijamin oleh hukum internasional karena dilakukan di wilayah perairan internasional. Israel lah yang telah melanggar hukum internasional karena menyerang masyarakat sipil di perairan internasional tersebut," katanya.

Dengan adanya insiden tersebut, kata dia, MER-C juga akan menempuh langkah-langkah hukum untuk menggugat Israel melalui dua cara, yaitu melalui Komisi HAM PBB dan Mahkamah Internasional.

Gugatan ke Komisi HAM PBB akan dilakukan dengan bantuan advokasi dari Tim Pengacara Muslim (TPM) dan pakar hukum internasional Prof. Hikmahanto Juwana.

"Secara simultan, MER-C juga akan mendorong pemerintah Indonesia untuk mengajukan gugatan serupa melalui Mahkamah Internasional," demikian Sarbini Abdul Murad. (A035/D007)