AJI Jakarta temukan masih ada wartawan bergaji di bawah UMP
26 Maret 2021 17:59 WIB
Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta Taufiqurrohman dalam diskusi virtual tentang upah jurnalis pada 2021, dipantau dari Jakarta, Jumat (26/3/2021). ANTARA/Prisca Triferna.
Jakarta (ANTARA) - Survei yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menemukan bahwa masih terdapat wartawan yang menerima upah di bawah jumlah minimum yang ditetapkan oleh Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta Taufiqurrohman mengemukakan bahwa survei itu dilakukan secara online atau daring terhadap 100 responden, dengan 97 orang di antaranya tervalidasi sebagai jurnalis dari 44 media dalam periode Januari-Februari 2021.
"Kita temukan fakta bahwa upah terendah yang diperoleh oleh jurnalis bahkan ada yang sampai Rp1 juta. Ini tentu di bawah nilai UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI," kata Taufiqurrohman dalam diskusi virtual tentang upah jurnalis pada 2021, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Hal itu tentu tidak sesuai dengan UMP yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu Rp4,2 juta pada 2020, yang naik pada 2021 menjadi Rp4,4 juta.
Secara umum, terdapat 10 persen dari responden yang mengaku mendapatkan gaji di bawah UMP DKI Jakarta. Dengan 93,81 persen responden mengaku belum mendapat upah layak
Dalam survei tersebut yang dilakukan kepada wartawan di Jabodetabek itu, AJI Jakarta menemukan bahwa responden wartawan memiliki rentang upah dari Rp1.000.000 sampai dengan Rp8.450.000, dengan responden terbanyak, yaitu 55 orang berasal dari media online.
Baca juga: AJI tuntut kesejahteraan jurnalis peringati "May Day"
Baca juga: AJI: jangan sampai praktik perbudakan dialami jurnalis
Rentang upah tertinggi berdasarkan survei tersebut dimiliki oleh pekerja media cetak dengan kisaran upah Rp2.750.000 sampai Rp8.450.000 dan yang terendah adalah jurnalis radio dengan kisaran Rp1.000.000 sampai Rp5.100.000.
Dari survei tersebut juga ditemukan masih ada wartawan yang bekerja di atas delapan jam dan tidak mendapatkan dua hari libur, di mana 26,80 persen responden mengaku mengalami itu.
"Saya melihat dari tahun ke tahun isu soal hari libur bagi jurnalis selalu menjadi catatan, karena memang mungkin karakter dari profesi jurnalis itu lebih fleksibel, sehingga isu delapan jam kerja dan libur tidak menjadi sorotan utama," tambahnya.
Dalam diskusi yang sama Ade Wahyudi sebagai Direktur LBH Pers Jakarta mengatakan pandemi juga memberikan dampak terhadap pekerja media, dengan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, pemotongan upah, atau merumahkan pekerja.
Dia menegaskan meski pemotongan pengupahan tidak hanya terjadi pada sektor media massa, namun pengurangan tersebut idealnya dilakukan atas kesepakatan bersama antara pekerja dan pekerja.
"Tapi memang idealnya harusnya ini dibicarakan kepada pekerja, sebelum melakukan tindakan ini. Karena bagaimanapun hak yang sudah disepakati tidak bisa dikurangi sepihak," ujar Ade.
Baca juga: Aji Jakarta: Upah layak jurnalis pemula Rp7.963.949/bulan
Baca juga: Jurnalis masih diupah rendah
Menurut Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta Taufiqurrohman mengemukakan bahwa survei itu dilakukan secara online atau daring terhadap 100 responden, dengan 97 orang di antaranya tervalidasi sebagai jurnalis dari 44 media dalam periode Januari-Februari 2021.
"Kita temukan fakta bahwa upah terendah yang diperoleh oleh jurnalis bahkan ada yang sampai Rp1 juta. Ini tentu di bawah nilai UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI," kata Taufiqurrohman dalam diskusi virtual tentang upah jurnalis pada 2021, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Hal itu tentu tidak sesuai dengan UMP yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu Rp4,2 juta pada 2020, yang naik pada 2021 menjadi Rp4,4 juta.
Secara umum, terdapat 10 persen dari responden yang mengaku mendapatkan gaji di bawah UMP DKI Jakarta. Dengan 93,81 persen responden mengaku belum mendapat upah layak
Dalam survei tersebut yang dilakukan kepada wartawan di Jabodetabek itu, AJI Jakarta menemukan bahwa responden wartawan memiliki rentang upah dari Rp1.000.000 sampai dengan Rp8.450.000, dengan responden terbanyak, yaitu 55 orang berasal dari media online.
Baca juga: AJI tuntut kesejahteraan jurnalis peringati "May Day"
Baca juga: AJI: jangan sampai praktik perbudakan dialami jurnalis
Rentang upah tertinggi berdasarkan survei tersebut dimiliki oleh pekerja media cetak dengan kisaran upah Rp2.750.000 sampai Rp8.450.000 dan yang terendah adalah jurnalis radio dengan kisaran Rp1.000.000 sampai Rp5.100.000.
Dari survei tersebut juga ditemukan masih ada wartawan yang bekerja di atas delapan jam dan tidak mendapatkan dua hari libur, di mana 26,80 persen responden mengaku mengalami itu.
"Saya melihat dari tahun ke tahun isu soal hari libur bagi jurnalis selalu menjadi catatan, karena memang mungkin karakter dari profesi jurnalis itu lebih fleksibel, sehingga isu delapan jam kerja dan libur tidak menjadi sorotan utama," tambahnya.
Dalam diskusi yang sama Ade Wahyudi sebagai Direktur LBH Pers Jakarta mengatakan pandemi juga memberikan dampak terhadap pekerja media, dengan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, pemotongan upah, atau merumahkan pekerja.
Dia menegaskan meski pemotongan pengupahan tidak hanya terjadi pada sektor media massa, namun pengurangan tersebut idealnya dilakukan atas kesepakatan bersama antara pekerja dan pekerja.
"Tapi memang idealnya harusnya ini dibicarakan kepada pekerja, sebelum melakukan tindakan ini. Karena bagaimanapun hak yang sudah disepakati tidak bisa dikurangi sepihak," ujar Ade.
Baca juga: Aji Jakarta: Upah layak jurnalis pemula Rp7.963.949/bulan
Baca juga: Jurnalis masih diupah rendah
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021
Tags: