Peneliti: Maksimalkan IA-CEPA untuk stabilkan harga daging sapi
26 Maret 2021 09:48 WIB
Pedagang mencincang daging sapi yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (13/2/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menyarankan pemerintah untuk memaksimalkan kemitraan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) untuk mengatasi tingginya harga daging sapi.
"Melalui IA-CEPA, Indonesia dapat memetik banyak manfaat, salah satunya adalah pada pengembangan industri olahan makanan dan minuman," kata Pingkan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sejumlah kemudahan untuk mendapatkan berbagai komoditas pangan, termasuk daging sapi, bisa digunakan untuk memenuhi kekurangan pasokan daging sapi dari peternak dalam negeri.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa harga daging sapi pada saat ini terpantau konsisten tinggi. Berdasarkan pantauan CIPS, harga rata-rata daging sapi di pasar tradisional menunjukkan adanya kenaikan tipis sejak Juli 2020.
Baca juga: Kementan pastikan stok daging sapi nasional selama Ramadhan cukup
Dengan IA‑CEPA, lanjutnya, maka hal itu memberikan akses preferensial ke lebih dari 99 persen produk pertanian Australia yang diimpor Indonesia, sehingga usaha yang menggunakan pakan biji-bijian seperti peternakan dan daging sapi sebagai bahan produksi sekarang bisa mendapatkan keduanya dengan harga yang lebih rendah.
Beragam kemudahan tersebut, lanjutnya, diharapkan bisa bermanfaat untuk mengatasi tingginya harga daging sapi di Indonesia.
"Selain dapat memastikan ketersediaan daging sapi dengan kualitas yang baik, pemerintah juga dapat memanfaatkan kemitraan IA-CEPA untuk pengembangan kapasitas peternak dalam negeri. Pengembangan kapasitas akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada margin yang diterima peternak dan juga harga jual daging sapi di tingkat konsumen," jelasnya.
Guna memaksimalkan manfaat kemitraan IA-CEPA, CIPS merekomendasikan pula agar sistem perizinan yang ada perlu diganti dengan sistem persetujuan otomatis untuk perizinan impor, untuk menghapus batasan untuk masuk ke pasar bagi swasta.
Baca juga: Kadin Indonesia paparkan beda daging sapi segar-beku dan daging kerbau
Sebagaimana diwartakan, pemerintah berupaya untuk memulihkan pasokan daging sapi dan kerbau pada tahun 2021 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus berusaha menjaga kestabilan harga agar tidak naik terlalu tinggi.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pujo Setio dalam acara webinar yang digelar oleh Meat & Livestock Australia (MLA) yang dipantau di Jakarta, Senin (22/3), mengatakan pasokan daging sapi dan kerbau pada tahun ini akan lebih baik dibanding tahun 2020 meskipun masih terdapat berbagai tantangan.
"Kendala supply and demand daging sapi tahun 2020 sangat terasa, kita coba pulihkan di tahun 2021. Yang jelas terjadi pelemahan pendapatan, pelemahan daya beli, dan sebagainya sehingga industri yang terkait dengan daging sapi seperti hotel dan katering, yang bergerak jasa makanan mengalami dampak," katanya.
Pujo menyebut impor daging sapi dan kerbau pada tahun lalu tidak sepenuhnya berhasil karena banyak negara yang melakukan kebijakan karantina wilayah atau lockdown. Di samping itu, Australia sebagai negara utama pemasok daging sapi dan sapi hidup untuk Indonesia juga mengalami penurunan produksi sapi terendah sepanjang sejarah dikarenakan faktor perubahan iklim.
"Melalui IA-CEPA, Indonesia dapat memetik banyak manfaat, salah satunya adalah pada pengembangan industri olahan makanan dan minuman," kata Pingkan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sejumlah kemudahan untuk mendapatkan berbagai komoditas pangan, termasuk daging sapi, bisa digunakan untuk memenuhi kekurangan pasokan daging sapi dari peternak dalam negeri.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa harga daging sapi pada saat ini terpantau konsisten tinggi. Berdasarkan pantauan CIPS, harga rata-rata daging sapi di pasar tradisional menunjukkan adanya kenaikan tipis sejak Juli 2020.
Baca juga: Kementan pastikan stok daging sapi nasional selama Ramadhan cukup
Dengan IA‑CEPA, lanjutnya, maka hal itu memberikan akses preferensial ke lebih dari 99 persen produk pertanian Australia yang diimpor Indonesia, sehingga usaha yang menggunakan pakan biji-bijian seperti peternakan dan daging sapi sebagai bahan produksi sekarang bisa mendapatkan keduanya dengan harga yang lebih rendah.
Beragam kemudahan tersebut, lanjutnya, diharapkan bisa bermanfaat untuk mengatasi tingginya harga daging sapi di Indonesia.
"Selain dapat memastikan ketersediaan daging sapi dengan kualitas yang baik, pemerintah juga dapat memanfaatkan kemitraan IA-CEPA untuk pengembangan kapasitas peternak dalam negeri. Pengembangan kapasitas akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada margin yang diterima peternak dan juga harga jual daging sapi di tingkat konsumen," jelasnya.
Guna memaksimalkan manfaat kemitraan IA-CEPA, CIPS merekomendasikan pula agar sistem perizinan yang ada perlu diganti dengan sistem persetujuan otomatis untuk perizinan impor, untuk menghapus batasan untuk masuk ke pasar bagi swasta.
Baca juga: Kadin Indonesia paparkan beda daging sapi segar-beku dan daging kerbau
Sebagaimana diwartakan, pemerintah berupaya untuk memulihkan pasokan daging sapi dan kerbau pada tahun 2021 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus berusaha menjaga kestabilan harga agar tidak naik terlalu tinggi.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pujo Setio dalam acara webinar yang digelar oleh Meat & Livestock Australia (MLA) yang dipantau di Jakarta, Senin (22/3), mengatakan pasokan daging sapi dan kerbau pada tahun ini akan lebih baik dibanding tahun 2020 meskipun masih terdapat berbagai tantangan.
"Kendala supply and demand daging sapi tahun 2020 sangat terasa, kita coba pulihkan di tahun 2021. Yang jelas terjadi pelemahan pendapatan, pelemahan daya beli, dan sebagainya sehingga industri yang terkait dengan daging sapi seperti hotel dan katering, yang bergerak jasa makanan mengalami dampak," katanya.
Pujo menyebut impor daging sapi dan kerbau pada tahun lalu tidak sepenuhnya berhasil karena banyak negara yang melakukan kebijakan karantina wilayah atau lockdown. Di samping itu, Australia sebagai negara utama pemasok daging sapi dan sapi hidup untuk Indonesia juga mengalami penurunan produksi sapi terendah sepanjang sejarah dikarenakan faktor perubahan iklim.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: