Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi politik Effendi Gazali membantah terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) Tahun 2020.

"Tadi sudah terbukti bahwa nama saya tidak ada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan)-nya Matheus Joko," kata Effendi usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

KPK, Kamis, memanggil Effendi sebagai saksi untuk tersangka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dalam penyidikan kasus tersebut. Adapun Effendi dipanggil dalam kapasitas sebagai wiraswasta.

Baca juga: Effendi Gazali jelaskan soal pemanggilannya sebagai saksi kasus bansos
Baca juga: KPK panggil Dirjen Linjamsos dan Sekjen Kemensos kasus suap bansos
Baca juga: Effendi Gazali dikonfirmasi rancangan Permen KP terkait ekspor benur


Lebih lanjut, ia juga membantah bahwa dirinya turut memiliki jatah kuota bansos.

"Yang kedua dengan demikian bahwa berapa puluh miliar dan seratus delapan itu seperti ada yang di sini ini adalah data yang palsu karena nama saya belum ada di pemeriksaan atau BAP-nya Matheus Joko," kata Effendi sambil menunjukkan berkas yang dibawanya.

Oleh karena itu, ia juga membantah menerima aliran dalam kasus tersebut.

"Kan saya sudah dipanggil dan tadi sudah terbukti saya tidak ada hubungannya dengan CV apa lah itu yang disebutkan. Saya juga tidak pernah terima aliran dana," ujar Effendi.

Dalam pemeriksaannya, ia juga mengaku lebih banyak membahas tentang seminar soal riset bansos yang digelar pada 23 Juli 2020. Saat itu, ia sebagai pembawa acara atau fasilitator dan Ray Rangkuti yang menjadi pembicaranya.

Saat seminar tersebut, kata dia, poinnya agar kuota bansos tidak diserahkan semua kepada "dewa-dewa". Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut siapa "dewa-dewa" yang dimaksudnya itu.

"Di situ poinnya adalah kami menyampaikan supaya jangan itu dimakan semua oleh "dewa-dewa" tetapi yang kecil-kecil ini UMKM juga dapat. Itu tadi, jadi lebih banyak membahas 23 Juli 2020 ketika ada seminar nasional tentang riset bansos," tuturnya.

Selain Matheus, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk dua tersangka penerima suap lainnya, yaitu mantan Mensos Juliari Peter Batubara (JPB) dan PPK di Kemensos lainnya Adi Wahyono (AW).

Sementara pemberi suap adalah Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja yang saat ini sudah berstatus terdakwa.

Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 sebanyak 1.519.256 paket.

Sedangkan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.