Jakarta (ANTARA News) - Insiden penyerangan marinir Israel terhadap kapal Marvi Marmara asal Turki bermisi kemanusiaan harus disikapi Indonesia dengan meminta Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan sidang darurat, kata pakar hukum internasional.

Guru Besar dan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana di Jakarta, Selasa, mengatakan Indonesia perlu melakukan upaya agar Israel tidak mengulangi tindakan yang secara jelas melanggar hukum internasional.

Pelanggaran oleh Israel, menurut Hikmahanto, kerap dilakukan karena pemerintah tel Aviv merasa pemerintah Amerika Serikat (AS) secara politik akan membenarkan tindakannya, atau minimal tidak melakukan tindakan.

Indonesia, lanjutnya, dapat meminta Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU-PBB) untuk melakukan sidang darurat (emergency session).

"Sidang ini diharapkan dapat menghasilkan resolusi yang tidak sekedar mengutuk, tetapi juga diperbolehkannya penggunaan kekerasan (use of force) terhadap Israel," tegasnya.

Hikmahanto mengatakan proses melalui MU-PBB merupakan opsi yang lebih baik daripada membawa ke Dewan Keamanan (DK) PBB. Pemerintah AS dikhawatirkan akan menggunakan hak vetonya terhadap apa pun resolusi yang tidak berpihak pada kepentingan Israel.

"Meski proses di MU-PBB memakan waktu, MU-PBB tidak mengenal hak veto. Bahkan MU-PBB dapat lebih merefleksikan pandangan negara-negara di dunia," katanya.

Agar berhasil resolusi MU-PBB yang diharapkan, menurut Hikmahanto, maka ada baiknya Kementerian Luar Negeri telah mempersiapkan rancangannya.

Hikmahanto mengusulkan paling tidak ada tiga substansi yang harus ada dalam rancangan resolusi MU-PBB.

Pertama, mengutuk keras tindakan Israel yang selalu melakukan pelanggaran hukum internasional dalam menangani Palestina, khususnya Gaza.

Kedua, menyampaikan ultimatum kepada Israel untuk menghentikan segala tindakan pelanggaran hukum internasional dalam penanganan Kapal Marvi Marmara beserta awak dan penumpangnya. Juga Israel diminta untuk mencabut blokade yang dilakukan atas Gaza untuk misi kemanusiaan.

Terakhir memberikan batas waktu tertentu agar Israel memenuhi ultimatum yang disampaikan dan bila batas waktu tertentu terlewati maka negara-negara diberi mandat untuk secara kolektif atas nama PBB menggunakan kekerasan terhadap Israel.
(A017/B010)