MPSI: Cukai SKT tak naik jaga keberlangsungan industri tembakau
24 Maret 2021 22:36 WIB
Petugas Bea dan Cukai menunjukkan barang bukti rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) ilegal di kantor Bea dan Cukai Kudus, Jawa Tengah, Selasa (16/3/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp. (ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) Sriyadi Purnomo menilai keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) merupakan upaya bijaksana untuk menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) dan juga tenaga kerja di dalamnya.
"Dengan kondisi IHT yang terus terpuruk terlebih di tengah pandemi COVID-19, keputusan Kemenkeu untuk tidak menaikkan cukai SKT membuat kami bisa sedikit bernafas dan sangat berterima kasih kepada pemerintah," ujar Sriyadi melalui keterangan di Jakarta, Rabu.
Kehidupan ekonomi masyarakat di daerah sentra tembakau turut terstimulasi dengan kebijakan tarif cukai SKT nol persen yang diumumkan pada awal Desember 2020 lalu oleh Menteri Keuangan.
"Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri SKT sebenarnya bukan buruh saja, tetapi juga usaha kecil lainnya yang menyediakan kebutuhan dari para buruh itu seperti warung makan, tukang ojek, dan lain-lain. Jadi kalau buruh SKT aman, usaha kecil di sekitarnya juga aman," kata Sriyadi.
Ia optimistis pemerintah akan senantiasa memperhatikan kelangsungan industri hasil tembakau khususnya sektor SKT. Menurutnya, program pemulihan ekonomi yang dicanangkan pemerintah sejalan dengan upaya penyelamatan terhadap sektor yang padat karya tersebut.
Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian. Selain menyumbang pendapatan negara, sektor ini juga memperkuat penyerapan tenaga kerja. Adapun mayoritas pekerja di IHT didominasi oleh perempuan, yang berusia muda hingga paruh baya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Jawa Tengah Sakina Rosellasari mengatakan di wilayahnya terdapat 67 perusahaan yang masuk kategori perdagangan besar rokok dan tembakau dengan jumlah pekerja 65.777 orang. Sebagian besar didominasi oleh pekerja perempuan yakni 84,77 persen. Dia mengatakan industri tersebut masuk dalam sektor padat karya di samping industri garmen/tekstil dan industri alas kaki.
"Industri padat karya ini termasuk yang terdampak pandemi COVID-19 karena pendapatan masyarakat menurun, hal yang sama juga terjadi pada penjualan produk rokok pada SKT," katanya.
Baca juga: BKF: Kebijakan harga jadi poin penting pengendalian industri tembakau
Baca juga: Bappenas sebut pengendalian tembakau perlukan pendekatan komprehensif
"Dengan kondisi IHT yang terus terpuruk terlebih di tengah pandemi COVID-19, keputusan Kemenkeu untuk tidak menaikkan cukai SKT membuat kami bisa sedikit bernafas dan sangat berterima kasih kepada pemerintah," ujar Sriyadi melalui keterangan di Jakarta, Rabu.
Kehidupan ekonomi masyarakat di daerah sentra tembakau turut terstimulasi dengan kebijakan tarif cukai SKT nol persen yang diumumkan pada awal Desember 2020 lalu oleh Menteri Keuangan.
"Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri SKT sebenarnya bukan buruh saja, tetapi juga usaha kecil lainnya yang menyediakan kebutuhan dari para buruh itu seperti warung makan, tukang ojek, dan lain-lain. Jadi kalau buruh SKT aman, usaha kecil di sekitarnya juga aman," kata Sriyadi.
Ia optimistis pemerintah akan senantiasa memperhatikan kelangsungan industri hasil tembakau khususnya sektor SKT. Menurutnya, program pemulihan ekonomi yang dicanangkan pemerintah sejalan dengan upaya penyelamatan terhadap sektor yang padat karya tersebut.
Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian. Selain menyumbang pendapatan negara, sektor ini juga memperkuat penyerapan tenaga kerja. Adapun mayoritas pekerja di IHT didominasi oleh perempuan, yang berusia muda hingga paruh baya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Jawa Tengah Sakina Rosellasari mengatakan di wilayahnya terdapat 67 perusahaan yang masuk kategori perdagangan besar rokok dan tembakau dengan jumlah pekerja 65.777 orang. Sebagian besar didominasi oleh pekerja perempuan yakni 84,77 persen. Dia mengatakan industri tersebut masuk dalam sektor padat karya di samping industri garmen/tekstil dan industri alas kaki.
"Industri padat karya ini termasuk yang terdampak pandemi COVID-19 karena pendapatan masyarakat menurun, hal yang sama juga terjadi pada penjualan produk rokok pada SKT," katanya.
Baca juga: BKF: Kebijakan harga jadi poin penting pengendalian industri tembakau
Baca juga: Bappenas sebut pengendalian tembakau perlukan pendekatan komprehensif
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021
Tags: