Ombudsman sebut ada potensi maladministrasi keputusan impor beras
24 Maret 2021 16:40 WIB
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika (kiri) dalam konferensi pers daring mengenai polemik impor beras. (tangkapan layar)
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan ada potensi maladministrasi dalam proses pengambilan keputusan rencana impor beras sebanyak 1 juta ton oleh pemerintah pada saat masa panen raya padi.
"Ombudsman melihat ada potensi maladministrasi, dengan potensi ini kami ingin masuk (menyelidiki)," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya pada konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, terdapat keanehan pada rencana kebijakan impor beras padahal saat ini stok beras di dalam negeri relatif aman ditambah petani memasuki masa panen raya padi.
Baca juga: Perpadi: Boleh impor, tapi jangan pas panen raya
Yang menjadi perhatian Ombudsman RI adalah mekanisme pada rapat koordinasi terbatas (rakortas) dalam menentukan kebijakan impor beras. "Kami akan mendalami bagaimana sebetulnya mekanisme rakortas sdalam penentuan impor beras. Karena polemik ini terjadi, beberapa indikasi produksi kita tidak ada masalah, stok beras di masyarakat tidak ada masalah, stok di penggilingan dan di pengusaha tidak ada masalah," kata Yeka.
Yeka tidak menafikan bahwa beras bukanlah sebatas komoditas pangan semata namun memiliki dampak sosial politik yang cukup luas. Keputusan impor beras harus didasari dengan data saintifik yang valid dan berbasis bukti.
Selain maladministrasi dalam kebijakan impor beras, Ombudsman juga menduga ada potensi maladministrasi dalam pengelolaan stok beras di gudang Perum Bulog.
Baca juga: Mendag jamin tak ada impor beras saat petani panen raya
Yeka mengatakan saat ini terdapat 300 ribu hingga 400 ribu ton beras di gudang Bulog yang berpotensi turun mutu dan tidak bisa dipakai. Beras tersebut bersumber dari pengadaan beras dalam negeri tahun 2018-2019 dan juga beras impor tahun 2018.
Ombudsman melihat masalah yang dihadapi oleh Perum Bulog saat ini adalah hanya mendapatkan penugasan menyerap beras dalam negeri maupun luar negeri namun tidak memiliki kewenangan untuk mendistribusikan.
Baca juga: Ombudsman minta pemerintah tunda keputusan impor beras
Semenjak program bantuan sosial berupa Beras untuk Keluarga Sejahtera (Rastra) dihentikan oleh pemerintah dan diganti menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Bulog kehilangan pangsa pasar sebanyak 2,6 juta ton per tahun semenjak program tersebut dihapuskan. Alhasil, Bulog memiliki stok beras menahun yang berpotensi turun mutu dan tidak bisa dipakai.
Ombdusman menilai apabila stok beras sekitar 400 ribu ton di gudang Bulog benar-benar tidak bisa terpakai, potensi kerugiannya bisa mencapai Rp1,25 triliun.
"Ombudsman melihat ada potensi maladministrasi, dengan potensi ini kami ingin masuk (menyelidiki)," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya pada konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, terdapat keanehan pada rencana kebijakan impor beras padahal saat ini stok beras di dalam negeri relatif aman ditambah petani memasuki masa panen raya padi.
Baca juga: Perpadi: Boleh impor, tapi jangan pas panen raya
Yang menjadi perhatian Ombudsman RI adalah mekanisme pada rapat koordinasi terbatas (rakortas) dalam menentukan kebijakan impor beras. "Kami akan mendalami bagaimana sebetulnya mekanisme rakortas sdalam penentuan impor beras. Karena polemik ini terjadi, beberapa indikasi produksi kita tidak ada masalah, stok beras di masyarakat tidak ada masalah, stok di penggilingan dan di pengusaha tidak ada masalah," kata Yeka.
Yeka tidak menafikan bahwa beras bukanlah sebatas komoditas pangan semata namun memiliki dampak sosial politik yang cukup luas. Keputusan impor beras harus didasari dengan data saintifik yang valid dan berbasis bukti.
Selain maladministrasi dalam kebijakan impor beras, Ombudsman juga menduga ada potensi maladministrasi dalam pengelolaan stok beras di gudang Perum Bulog.
Baca juga: Mendag jamin tak ada impor beras saat petani panen raya
Yeka mengatakan saat ini terdapat 300 ribu hingga 400 ribu ton beras di gudang Bulog yang berpotensi turun mutu dan tidak bisa dipakai. Beras tersebut bersumber dari pengadaan beras dalam negeri tahun 2018-2019 dan juga beras impor tahun 2018.
Ombudsman melihat masalah yang dihadapi oleh Perum Bulog saat ini adalah hanya mendapatkan penugasan menyerap beras dalam negeri maupun luar negeri namun tidak memiliki kewenangan untuk mendistribusikan.
Baca juga: Ombudsman minta pemerintah tunda keputusan impor beras
Semenjak program bantuan sosial berupa Beras untuk Keluarga Sejahtera (Rastra) dihentikan oleh pemerintah dan diganti menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Bulog kehilangan pangsa pasar sebanyak 2,6 juta ton per tahun semenjak program tersebut dihapuskan. Alhasil, Bulog memiliki stok beras menahun yang berpotensi turun mutu dan tidak bisa dipakai.
Ombdusman menilai apabila stok beras sekitar 400 ribu ton di gudang Bulog benar-benar tidak bisa terpakai, potensi kerugiannya bisa mencapai Rp1,25 triliun.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: