IDI dorong nakes aktif lacak TB melalui apresiasi SKP
24 Maret 2021 16:36 WIB
Wakil Ketua Umum PB IDI Prasetyo Widhi Buwono (tengah) dalam acara Pekan Temu Berbagi Pengetahuan untuk Sejawat (TBPS) bertajuk "Bersama Eliminasi TBC dan Lawan COVID-19, Bangun Bangsa Sehat dan Berprestasi", Rabu (24/3/2021). ANTARA/Andi Firdaus
Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberikan apresiasi berupa Satuan Kredit Profesi (SKP) untuk mendorong tenaga kesehatan lebih aktif mendiagnosa kasus baru tuberkulosis (TB).
"Kita selalu mendorong anggota aktif mendiagnosa menemukan kasus baru dan mengikuti sampai pasien sembuh. Betul ada reward yang harus diberikan kepada tenaga kesehatan berapa SKP," kata Wakil Ketua Umum PB IDI Prasetyo Widhi Buwono dalam acara Pekan Temu Berbagi Pengetahuan untuk Sejawat (TBPS) bertajuk "Bersama Eliminasi TBC dan Lawan COVID-19, Bangun Bangsa Sehat dan Berprestasi" secara daring yang dipantau ANTARA di Jakarta, Rabu siang.
SKP IDI merupakan bukti keikutsertaan seorang dokter dalam program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Kredit ini diberikan untuk kegiatan yang bersifat klinis berhubungan dengan pelayanan kedokteran langsung maupun tidak langsung serta kegiatan nonklinis seperti mengajar, meneliti dan manajemen kesehatan.
Prasetyo mengatakan Pekan Temu Berbagi Pengetahuan Untuk Sejawat dalam rangka peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 yang berjalan selama sepekan merupakan salah satu sarana bagi tenaga kesehatan memperoleh tambahan SKP.
Pemberian penghargaan tersebut, kata Prasetyo diharapkan menjadi dorongan bagi tenaga medis untuk lebih aktif melakukan pelacakan kasus baru TB di Indonesia.
Baca juga: Upaya pencegahan tuberkulosis seharusnya digalakkan seperti COVID-19
Baca juga: Tuberkulosis pada anak lebih sulit dideteksi tapi bisa diobati
Ia menjelaskan, TB sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan upaya penanggulangan penyakit itu terhambat pada masa pandemi COVID-19.
Menurut data Kementerian Kesehatan, persentase penemuan kasus TB pada 2018 dan 2019 sekitar 60 persen. Pada 2020, dalam kondisi pandemi, capaian penemuan kasus TB jauh lebih rendah, hanya 30 persen.
Menurut Prasetyo kondisi itu menjadi tantangan luar biasa bagi IDI. "Pasien yang biasanya kontrol dan berobat penyakit menular dan tidak menular, mereka jadi takut untuk berobat. Ini tantangan kita," katanya.
Pemberian apresiasi dalam bentuk SKP, kata Prasetyo, dapat diberikan kepada tenaga medis yang berhasil mendiagnosa kasus baru TB serta memberikan pendampingan sampai pasien bersangkutan sembuh total.
"Ketika mereka dampingi sampai pasien sembuh sehingga diberikan lagi SKP. Tidak hanya saat seminar, tapi program TB ini juga," katanya.
Baca juga: Wapres: Penanggulangan tuberkulosis tidak boleh surut selama pandemi
Baca juga: Kemenkes: Hanya 24 persen penderita tuberkulosis akses fasyankes
"Kita selalu mendorong anggota aktif mendiagnosa menemukan kasus baru dan mengikuti sampai pasien sembuh. Betul ada reward yang harus diberikan kepada tenaga kesehatan berapa SKP," kata Wakil Ketua Umum PB IDI Prasetyo Widhi Buwono dalam acara Pekan Temu Berbagi Pengetahuan untuk Sejawat (TBPS) bertajuk "Bersama Eliminasi TBC dan Lawan COVID-19, Bangun Bangsa Sehat dan Berprestasi" secara daring yang dipantau ANTARA di Jakarta, Rabu siang.
SKP IDI merupakan bukti keikutsertaan seorang dokter dalam program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Kredit ini diberikan untuk kegiatan yang bersifat klinis berhubungan dengan pelayanan kedokteran langsung maupun tidak langsung serta kegiatan nonklinis seperti mengajar, meneliti dan manajemen kesehatan.
Prasetyo mengatakan Pekan Temu Berbagi Pengetahuan Untuk Sejawat dalam rangka peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 yang berjalan selama sepekan merupakan salah satu sarana bagi tenaga kesehatan memperoleh tambahan SKP.
Pemberian penghargaan tersebut, kata Prasetyo diharapkan menjadi dorongan bagi tenaga medis untuk lebih aktif melakukan pelacakan kasus baru TB di Indonesia.
Baca juga: Upaya pencegahan tuberkulosis seharusnya digalakkan seperti COVID-19
Baca juga: Tuberkulosis pada anak lebih sulit dideteksi tapi bisa diobati
Ia menjelaskan, TB sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan upaya penanggulangan penyakit itu terhambat pada masa pandemi COVID-19.
Menurut data Kementerian Kesehatan, persentase penemuan kasus TB pada 2018 dan 2019 sekitar 60 persen. Pada 2020, dalam kondisi pandemi, capaian penemuan kasus TB jauh lebih rendah, hanya 30 persen.
Menurut Prasetyo kondisi itu menjadi tantangan luar biasa bagi IDI. "Pasien yang biasanya kontrol dan berobat penyakit menular dan tidak menular, mereka jadi takut untuk berobat. Ini tantangan kita," katanya.
Pemberian apresiasi dalam bentuk SKP, kata Prasetyo, dapat diberikan kepada tenaga medis yang berhasil mendiagnosa kasus baru TB serta memberikan pendampingan sampai pasien bersangkutan sembuh total.
"Ketika mereka dampingi sampai pasien sembuh sehingga diberikan lagi SKP. Tidak hanya saat seminar, tapi program TB ini juga," katanya.
Baca juga: Wapres: Penanggulangan tuberkulosis tidak boleh surut selama pandemi
Baca juga: Kemenkes: Hanya 24 persen penderita tuberkulosis akses fasyankes
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: