JAKARTA (ANTARA) - Kepala Ekonom PT Sarana Multi Infrastruktur, I Kadek Dian Sutrisna Artha menyebutkan selama 20 tahun pelaksanaan otonomi daerah terjadi peningkatan pendapatan per kapita cukup signifikan, namun pertumbuhan tersebut belum cukup untuk membuat terjadinya konvergensi pendapatan per kapita.

Kadek Artha menyampaikan secara akademis ada teori konvergensi pendapatan per kapita dimana setelah penerapan desentralisasi fiskal, daerah dengan pendapatan per kapita rendah akan tumbuh dan bisa menyamai daerah dengan pendapatan per kapita tinggi. Hanya saja hal tersebut tidak terjadi di Indonesia.

“Kalau kita bandingkan pendapatan per kapita provinsi di Indonesia, pada 2001 awal penerapan otonomi daerah, itu mengalami peningkatan di 2019. Tapi ada hal menarik, daerah yang memiliki pendapatan per kapita tinggi pada awal pelaksanaan otonomi daerah, tetap menjadi daerah yang memiliki pendapatan per kapita tinggi di 2019,” katanya dalam diskusi daring bertajuk bertajuk "Apakah otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah efektif dan efisien" di Jakarta, Rabu

Daerah dengan pendapatan per kapita tinggi, lanjut Kadek, baik pada awal penerapan otonomi daerah maupun hingga 2019, tetap dipegang oleh DKI Jakarta dan disusul Kalimantan Timur. Sedangkan daerah dengan pendapatan per kapita rendah masih ditempati oleh Maluku dan Nusa Tenggara Timur.

Kadek Artha menyebutkan selama pelaksanaan desentralisasi fiskal terjadi club convergence, yakni keadaan dimana konvergensi pendapatan per kapita terjadi pada masing-masing kelompok tingkat pendapatan.

“Misalnya club 1 kelompok daerah dengan pendapatan per kapita tinggi, kemudian club 2 kelompok dengan pendapatan perkapita rendah. Konvergensinya terjadi pada masing-masing kelompok itu, tetapi tetap ada perbedaan pendapatan per kapita antara dua daerah tersebut,” jelas Kadek.

Hal tersebut, kata dia, mengakibatkan absolute convergence seperti yang diharapkan pemerintah tidak terjadi.

“Club convergence ini ke depan akan terjadi persistensi di dalam distribusi pendapatan antar wilayah. Jadi tidak terjadi yang namanya absolute convergence yang dibayangkan NTT dan Maluku di kemudian hari sama pendapatan per kapitanya dengan Jakarta atau Kalimantan Timur, misalnya,” imbuhnya.

Baca juga: Kemenko Perekonomian pastikan RUU Cipta Kerja sejalan desentralisasi
Baca juga: Anggota DPR ingin revisi UU Otsus Papua sentuh persoalan kewenangan
Baca juga: Pakar IPB: Desentralisasi fiskal belum capai pembangunan berkualitas