Baca juga: Mantan pejabat Bulog Nabire jadi tersangka kasus beras fiktif
"RH tak sendiri, dia diduga secara bersama-sama memperoleh keuntungan dengan melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Sejumlah nama lainnya masih diperiksa sebagai saksi diantaranya berinisial EFG, NH, FR, M dan HS," tutur Syafiruddin.
Itu dilakukan oleh tersangka RH dalam kapasitasnya sebagai kepala Bulog sub divre Manokwari tahun 2018.
Tersangka RH memerintahkan saksi EFG, NH, dan FR selaku ketua satuan kerja pengadaan 2018/2019 bersama saksi M dan HS selaku kepala gudang untuk merekayasa dokumen administrasi pertanggungjawaban pengadaan beras agar sesuai dengan Surat Perintah Kerja atau SPK.
Baca juga: Patuhi temuan BPK, Pemkot Sorong kembalikan anggaran Rp2,6 miliar
Ia mengatakan Bahwa anggaran pengadaan beras yang dikuasai secara tidak sah oleh tersangka RH sebesar Rp40.077.615.900,00 itu semestinya untuk pembelian beras dengan jumlah (kuantum) sesuai dengan SPK sebanyak 4.734.530 kg.
"Bahwa perbuatan tersangka RH bersama-sama dengan EFG, NH, FR, M dan HS telah merugikan keuangan negara sebesar Rp9.032.293.567," ujarnya.
Pasal sangkaan yang diterapkan terhadap tersangka primer pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Di tempat terpisah, Aspidsus Kejati Papua, Lukas Alexander Sinuraya yang dikonfirmasi melalui kepala seksi penyidikan Kejati Papua Yusak Elkana Ayomi, mengatakan Kejati Papua telah menetapkan RH sebagai tersangka korupsi pengadaan beras fiktif dalam jabatannya sebagai kepala Bulog kabupaten Nabire periode 2017/2018.
"Modusnya sama, tapi perkara di Bulog Nabire kerugian negara akibat perbuatan tersangka RH mencapai Rp11 miliar.
Pekan lalu Kejati Papua sudah penetapan tersangka. Hari ini giliran Kejati Papua Barat tetapkan tersangka yang sama, dan langsung ditahan," tutur Ayomi melalui sambungan telepon, Senin petang.