Manokwari (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Papua Barat resmi menahan Rahmat Hidayat, mantan kepala Perum Bulog sub divre Manokwari dalam kasus dugaan korupsi pengadaan beras fiktif senilai Rp40 miliar. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat dr.W. Lingitubun melalui asisten pidana khusus Kejati Papua Barat Syafiruddin mengatakan penahanan terhadap Rahmat Hidayat alias RH dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Print-68/R.2/Fd.1/03/2021, tanggal 22 Maret 2021.

"Pemeriksaan RH selama tiga jam di kantor Kejati Papua Barat, selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka untuk selanjutnya menjalani penahanan selama 20 hari di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Manokwari," ujar Syafiruddin, Senin.

Baca juga: Mantan pejabat Bulog Nabire jadi tersangka kasus beras fiktif
Dia menjelaskan, RH sebelumnya menjabat sebagai kepala Perum Bulog sub divre Manokwari periode April 2018 sampai dengan September 2019 diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan beras fiktif di dua gudang beras Bulog Manokwari.


"RH tak sendiri, dia diduga secara bersama-sama memperoleh keuntungan dengan melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Sejumlah nama lainnya masih diperiksa sebagai saksi diantaranya berinisial EFG, NH, FR, M dan HS," tutur Syafiruddin.
Dia menjelaskan, bahwa pada kurun waktu 25 April 2018 sampai dengan 26 September 2019 di Gudang Bulog Baru (GBB) Manokwari Barat dan Gudang Bulog Lama (GBL) Manokwari Timur Kantor Cabang Manokwari wilayah Papua dan Papua Barat, telah terjadi penyimpangan dalam pengadaan beras di satuan kerja pengadaan sub divre Manokwari.

Itu dilakukan oleh tersangka RH dalam kapasitasnya sebagai kepala Bulog sub divre Manokwari tahun 2018.

Tersangka RH memerintahkan saksi EFG, NH, dan FR selaku ketua satuan kerja pengadaan 2018/2019 bersama saksi M dan HS selaku kepala gudang untuk merekayasa dokumen administrasi pertanggungjawaban pengadaan beras agar sesuai dengan Surat Perintah Kerja atau SPK.

"Namun realisasi anggaran pengadaan beras dari Bulan Maret 2018 sampai dengan September 2019 sebesar Rp 40.077.615.900,00 tidak pernah diterima oleh Satuan kerja pengadaan sub divisi regional atau sub divre Manokwari, melainkan dicairkan dan dikuasai tersangka RH," ujarnya.

Baca juga: Patuhi temuan BPK, Pemkot Sorong kembalikan anggaran Rp2,6 miliar

Ia mengatakan Bahwa anggaran pengadaan beras yang dikuasai secara tidak sah oleh tersangka RH sebesar Rp40.077.615.900,00 itu semestinya untuk pembelian beras dengan jumlah (kuantum) sesuai dengan SPK sebanyak 4.734.530 kg.
Namun lanjut Syafiruddin, ketika dilakukan penghitungan stock opname beras dan audit Tim Satuan Pengawas Internal (SPI) Perum Buloh terdapat kekurangan volume beras yang semestinya dibeli sesuai SPK dan sesuai uang yang telah dicairkan sebesar 1.037.973,91 Kg senilai Rp 9.032.293.567.

"Bahwa perbuatan tersangka RH bersama-sama dengan EFG, NH, FR, M dan HS telah merugikan keuangan negara sebesar Rp9.032.293.567," ujarnya.


Pasal sangkaan yang diterapkan terhadap tersangka primer pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dan subsider pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Di tempat terpisah, Aspidsus Kejati Papua, Lukas Alexander Sinuraya yang dikonfirmasi melalui kepala seksi penyidikan Kejati Papua Yusak Elkana Ayomi, mengatakan Kejati Papua telah menetapkan RH sebagai tersangka korupsi pengadaan beras fiktif dalam jabatannya sebagai kepala Bulog kabupaten Nabire periode 2017/2018.

"Modusnya sama, tapi perkara di Bulog Nabire kerugian negara akibat perbuatan tersangka RH mencapai Rp11 miliar.

Pekan lalu Kejati Papua sudah penetapan tersangka. Hari ini giliran Kejati Papua Barat tetapkan tersangka yang sama, dan langsung ditahan," tutur Ayomi melalui sambungan telepon, Senin petang.