Gerakan literasi perlu untuk lengkapi PJJ siswa, sebut legislator
22 Maret 2021 18:57 WIB
Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda saat Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Jakarta, Senin (22/3/2021). (FOTO ANTARA/Indriani)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mengatakan gerakan literasi perlu masuk ke rumah untuk melengkapi pendidikan jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi COVID-19.
“Tidak efektifnya PJJ yang menurut penelitian hanya 40 persen, bisa diisi dengan gerakan literasi oleh seluruh siswa. Buku-buku harus masuk ke rumah-rumah siswa,” katanya dalam Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan gerakan literasi yang dimulai dari rumah melengkapi pembelajaran yang dilakukan selama masa pandemi. Hal itu hanya dapat dilakukan jika ada komitmen bersama semua pihak meskipun di tengah keterbatasan.
"Orang tua, guru maupun pemerintah harus bahu-membahu agar gerakan literasi ini dapat membudaya dan buku bisa masuk ke rumah-rumah," katanya.
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Totok Suprayitno, mengatakan dalam berbagai survei tentang kebisaan membaca menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa berkontribusi positif terhadap kemampuan membaca dan memahami mata pelajaran.
“Siswa dengan literasi yang baik akan memiliki kemampuan dalam menarik logika, memaknai sesuatu yang tidak terulis dari sebuah teks bacaan,” katanya.
Ia menjelaskan sejauh ini, fungsi perpustakaan di sekolah masih banyak yang belum optimal, sebagian besar perpustakaan masih seperti gudang penyimpanan buku.
Perpustakaan semestinya menjadi tempat bagi siswa untuk meningkatkan literasi baca. Belum berfungsinya dengan baik perpustakaan sekolah dipicu oleh berbagai faktor seperti jam istirahat siswa yang terbatas hanya 15 menit sehingga tidak memiliki kesempatan berkunjung ke perpustakaan, kurangnya koleksi bahan bacaan yang memadai, tidak adanya manajemen pengelolaan perpustakaan yang baik dan sebagainya.
Ia menambahkan siswa ke perpustakaan hanya untuk mengerjakan tugas sekolah dan meminjam buku teks pelajaran. Bukan digunakan untuk meningkatkan literasinya.
“Perpustakaan seharusnya dapat dijadikan warga sekolah baik siswa maupun guru untuk meningkatkan literasinya,” demikian Totok Suprayitno.
Baca juga: Literasi digital penting bagi keberlangsungan PJJ
Baca juga: Kolaborasi dan teknologi tunjang PJJ bagi anak penyandang disabilitas
Baca juga: Dukung PJJ merata, Yayasan Bulir Padi rilis "Digital Learning Program"
“Tidak efektifnya PJJ yang menurut penelitian hanya 40 persen, bisa diisi dengan gerakan literasi oleh seluruh siswa. Buku-buku harus masuk ke rumah-rumah siswa,” katanya dalam Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan gerakan literasi yang dimulai dari rumah melengkapi pembelajaran yang dilakukan selama masa pandemi. Hal itu hanya dapat dilakukan jika ada komitmen bersama semua pihak meskipun di tengah keterbatasan.
"Orang tua, guru maupun pemerintah harus bahu-membahu agar gerakan literasi ini dapat membudaya dan buku bisa masuk ke rumah-rumah," katanya.
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Totok Suprayitno, mengatakan dalam berbagai survei tentang kebisaan membaca menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa berkontribusi positif terhadap kemampuan membaca dan memahami mata pelajaran.
“Siswa dengan literasi yang baik akan memiliki kemampuan dalam menarik logika, memaknai sesuatu yang tidak terulis dari sebuah teks bacaan,” katanya.
Ia menjelaskan sejauh ini, fungsi perpustakaan di sekolah masih banyak yang belum optimal, sebagian besar perpustakaan masih seperti gudang penyimpanan buku.
Perpustakaan semestinya menjadi tempat bagi siswa untuk meningkatkan literasi baca. Belum berfungsinya dengan baik perpustakaan sekolah dipicu oleh berbagai faktor seperti jam istirahat siswa yang terbatas hanya 15 menit sehingga tidak memiliki kesempatan berkunjung ke perpustakaan, kurangnya koleksi bahan bacaan yang memadai, tidak adanya manajemen pengelolaan perpustakaan yang baik dan sebagainya.
Ia menambahkan siswa ke perpustakaan hanya untuk mengerjakan tugas sekolah dan meminjam buku teks pelajaran. Bukan digunakan untuk meningkatkan literasinya.
“Perpustakaan seharusnya dapat dijadikan warga sekolah baik siswa maupun guru untuk meningkatkan literasinya,” demikian Totok Suprayitno.
Baca juga: Literasi digital penting bagi keberlangsungan PJJ
Baca juga: Kolaborasi dan teknologi tunjang PJJ bagi anak penyandang disabilitas
Baca juga: Dukung PJJ merata, Yayasan Bulir Padi rilis "Digital Learning Program"
Pewarta: Indriani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021
Tags: