Anggota DPR minta tata kelola beras diperbaiki
21 Maret 2021 12:50 WIB
Dokumentasi - Pekerja mengemas beras ke dalam karung di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (11/11/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI I Made Urip meminta agar pemerintah memperbaiki tata kelola beras untuk mendorong kedaulatan pangan dalam negeri, sehubungan rencana impor beras yang mengundang polemik.
"Kondisi terkait beras di dalam negeri ini harus diubah dari hulu ke hilir," katanya ketika melakukan gerakan tanam pohon di Waduk Rawa Lindung, Jakarta Selatan, Minggu.
Menurut dia, dari sisi hulu, pemerintah didorong mengoptimalkan bantuan kepada petani di antaranya mesin pengering sehingga ketika musim hujan, gabah yang dipanen petani bisa cepat kering.
Dengan begitu, lanjut dia, penyerapan gabah petani dari Bulog juga akan tinggi sehingga memberikan kepastian dan nilai ekonomi bagi petani.
Sedangkan dari sisi hilir, ia meminta agar sirkulasi beras di gudang Bulog berjalan karena kondisi saat ini beras menumpuk.
Baca juga: Mendag jamin tak ada impor beras saat petani panen raya
Penyebabnya, lanjut dia, karena program sosial sudah diubah menjadi bantuan pangan nontunai.
Meski begitu, ia mendorong agar beras yang menumpuk di gudang Bulog dikeluarkan misalnya dioptimalkan untuk beras kesejahteraan rakyat di antaranya bantuan bagi masyarakat terdampak COVID-19.
"Jadi kalau sekarang importasi lagi, dimana ditaruh? Beras itu kan harus dipelihara, maintenance dijaga betul supaya berkualitas, tidak busuk dan berkutu," ucap politikus asal Bali itu.
Ia juga menilai rencana impor beras juga tidak tepat dilakukan karena produksi beras sedang surplus.
Begitu juga apabila kondisi sedang tidak surplus, impor bisa dihindari dengan cara pengadaan harus dilakukan di dalam negeri.
Baca juga: CIPS sebut izin impor digunakan untuk antisipasi kurangnya pasokan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras periode Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton.
Jumlah itu mengalami kenaikan 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan dengan produksi beras pada subround yang sama pada 2020 sebesar 11,46 juta ton.
Sementara itu, berdasarkan data Bulog yang diolah Badan Ketahanan Pangan pada 7 Maret 2021, stok beras Bulog sebesar 869.151 ton.
Stok itu terdiri dari stok komersial sebesar 25.828 ton dan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 843.647 ton.
Adapun CBP minimal sebesar 1,5 juta ton. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana melakukan impor beras sebanyak satu juta ton karena pasokan berkurang.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada konferensi pers virtual Jumat (19/3) menjelaskan dari stok beras itu, ada sekitar 270 ribu ton beras yang diimpor pada 2018 diperkirakan turun mutu.
Sehingga stok beras Bulog diperkirakan akan berkurang mencapai sekitar 500 ribu ton jika dikurangi beras yang turun mutu itu.
Di sisi lain, lanjut dia, penyerapan gabah petani oleh Bulog juga rendah yang hingga pertengahan Maret 2021 mencapai sekitar 85 ribu ton.
Penyebabnya, kata dia, di antaranya karena gabah basah akibat musim hujan.
"Kondisi terkait beras di dalam negeri ini harus diubah dari hulu ke hilir," katanya ketika melakukan gerakan tanam pohon di Waduk Rawa Lindung, Jakarta Selatan, Minggu.
Menurut dia, dari sisi hulu, pemerintah didorong mengoptimalkan bantuan kepada petani di antaranya mesin pengering sehingga ketika musim hujan, gabah yang dipanen petani bisa cepat kering.
Dengan begitu, lanjut dia, penyerapan gabah petani dari Bulog juga akan tinggi sehingga memberikan kepastian dan nilai ekonomi bagi petani.
Sedangkan dari sisi hilir, ia meminta agar sirkulasi beras di gudang Bulog berjalan karena kondisi saat ini beras menumpuk.
Baca juga: Mendag jamin tak ada impor beras saat petani panen raya
Penyebabnya, lanjut dia, karena program sosial sudah diubah menjadi bantuan pangan nontunai.
Meski begitu, ia mendorong agar beras yang menumpuk di gudang Bulog dikeluarkan misalnya dioptimalkan untuk beras kesejahteraan rakyat di antaranya bantuan bagi masyarakat terdampak COVID-19.
"Jadi kalau sekarang importasi lagi, dimana ditaruh? Beras itu kan harus dipelihara, maintenance dijaga betul supaya berkualitas, tidak busuk dan berkutu," ucap politikus asal Bali itu.
Ia juga menilai rencana impor beras juga tidak tepat dilakukan karena produksi beras sedang surplus.
Begitu juga apabila kondisi sedang tidak surplus, impor bisa dihindari dengan cara pengadaan harus dilakukan di dalam negeri.
Baca juga: CIPS sebut izin impor digunakan untuk antisipasi kurangnya pasokan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras periode Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton.
Jumlah itu mengalami kenaikan 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan dengan produksi beras pada subround yang sama pada 2020 sebesar 11,46 juta ton.
Sementara itu, berdasarkan data Bulog yang diolah Badan Ketahanan Pangan pada 7 Maret 2021, stok beras Bulog sebesar 869.151 ton.
Stok itu terdiri dari stok komersial sebesar 25.828 ton dan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 843.647 ton.
Adapun CBP minimal sebesar 1,5 juta ton. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana melakukan impor beras sebanyak satu juta ton karena pasokan berkurang.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada konferensi pers virtual Jumat (19/3) menjelaskan dari stok beras itu, ada sekitar 270 ribu ton beras yang diimpor pada 2018 diperkirakan turun mutu.
Sehingga stok beras Bulog diperkirakan akan berkurang mencapai sekitar 500 ribu ton jika dikurangi beras yang turun mutu itu.
Di sisi lain, lanjut dia, penyerapan gabah petani oleh Bulog juga rendah yang hingga pertengahan Maret 2021 mencapai sekitar 85 ribu ton.
Penyebabnya, kata dia, di antaranya karena gabah basah akibat musim hujan.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: