Jakarta (ANTARA) - Mobil listrik dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi keniscayaan di jalan raya kota-kota besar di dunia, termasuk di Indonesia.

Demam mobil listrik mengemuka ketika seorang menteri di era Susilo Bambang Yudhoyono getol membicarakan mobil listrik, bahkan sempat membuat proyek mobil listrik anak bangsa dan mengabarkan perkembangannya dari waktu ke waktu.

Pemberitaan itu lalu redup ketika mobil listrik yang dikendarainya mengalami kecelakaan tunggal.

Lalu, apakah minat membuat mobil listrik menurun? Tidak, penggunaan energi listrik sebagai penggerak kendaraan terus melaju karena kondisi memaksanya demikian.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa energi fosil (minyak bumi) akan habis. Sudah lama ilmuwan mencari energi alternatif sebagai penggerak kendaraan dan energi listrik menjadi pilihan utama.

Lambannya perkembangan mobil listrik beberapa waktu lalu karena energi fosil lebih murah dan tersedia banyak. Sementara dari sisi teknologi, belum ditemukan cara membuat batere yang relatif kecil dan cepat dalam pengisian pada mobil listrik.

Namun, percayalah, problema itu tinggal masalah waktu. Cepat atau lambat --sepertinya dalam waktu dekat-- kendala itu akan teratasi.

Perkembangan teknologi saat ini begitu cepat dan setiap hari selalu muncul perkembangan baru.

Pemda DKI, salah satunya, memberi perhatian pada kendaraan listrik. Sejumlah bus listrik sudah diuji coba untuk diproyeksikan sebagai kendaraan umum.

Bahkan, Ibu Kota Negara itu bersiap menjadi tuan rumah Formula E yang semula digelar pada Juni 2020, namun pandemi COVID-19 membuat ajang balap mobil @FormulaEPrix yang juga direncanakan digelar di New York, Meksiko, Roma, Paris, dan Hong Kong itu ditunda dan akan dilaksanakan pada 2021.

Hingga saat ini belum ada tanda-tanda ajang bergengsi di silang Monas itu akan dilaksanakan tahun ini, sementara kini sudah memasuki tiga bulan pertama di tahun 2021. Jika, Formula E jadi dihelat, maka demam mobil listrik akan menggetarkan Jakarta, bahkan Indonesia

Meski demikian, pengembangan kendaraan listrik tetap berjalan, setelah serangkaian percobaan operasional, Transjakarta kini mempunyai bus listrik. Gubernur @aniesbaswedan menargetkan 20-30 bus listrik akan dioperasionalkan pada hari jadi @DKIJakarta tahun ini.

Tidak hanya itu, Anies juga menargetkan @PT_Transjakarta mengoperasikan 100 bus listrik pada akhir tahun ini.

Baca juga: TransJakarta akan tambah armada bus listrik

Tesla

Di sisi lain, kalangan tertentu mulai akrab dengan merek mobil listrik terkemuka @Tesla yang mulai wira-wiri di jalanan Ibu Kota. Sejumlah pesohor tampak mengendarainya dan memosting di akun media sosial.

Meski Indonesia bukanlah negara maju, tetapi segelintir orang berpunya menjadi sasaran pemasaran mobil berharga selangit itu.

Bukan sekadar mahal, mobil pabrikan milik @elonmusk itu juga membawa aura beda (kata lain dari gengsi) bagi pemiliknya. Bukan sekadar harga, tapi karena ini Tesla, kata mereka.

Namun, Tesla tidak sendiri karena pabrikan lainnya juga menyasar pasar Indonesia. Sebut saja Hyundai dengan Ioniq-nya yang lebih terjangkau, bagi kalangan berada tentunya.

Dalam waktu dekat akan muncul merek lain memenuhi pasar Indonesia. Pabrikan mobil besar di Jepang dan Eropa diyakini sudah mempersiapkan mobil listrik komersialnya. Mereka hanya menunggu waktu ketika teknologi batere lebih maju lagi, maka kendaraan listrik akan berseliweran di kota-kota besar dunia, termasuk Indonesia.

Kembali ke Tesla, produsen mobil listrik itu disebut-sebutkan akan berinvestasi di bidang Energy Storage System (ESS) di Indonesia, sementara pembuatan mobilnya di India.

​​Baca juga: Pemerintah targetkan molis tembus 20 persen dari produksi nasional
Baca juga: Akademisi: regulasi mobil listrik harus menjamin industri nasional

Taiwan

Namun, tahukah kawan bahwa Taiwan mengklaim 75 persen suku cadang Tesla berasal dari negeri berpulau indah atau Formosa itu.

Rilis @TETO_Jakarta mengatakan banyak produsen mobil di berbagai negara yang merancang mobil listrik juga, tidak hanya Tesla, menggunakan komponen dari perusahaan di Taiwan.

Tidak hanya mobil listrik, tetapi juga mobil bahan bakar konvensional, proporsi berbagai perangkat elektronik pada mobil semakin meningkat.

Otak paling penting dari perangkat ini, chip semikonduktor otomotif harus bergantung pada perusahaan semikonduktor dari negara kepulauan tersebut.

Bahkan beberapa pekan lalu, para pejabat tingkat tinggi di Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang langsung meminta agar Taiwan meningkatkan chip otomotifnya demi menghindari dilema penangguhan produksi di perusahaan mobil di negara mereka sendiri.

Negara ini telah terkenal dengan industri elektronik, industri teknologi tinggi, dan industri mesin selama bertahun-tahun. Banyak tenaga ahli di bidang perangkat lunak dan perangkat keras di sana.

Rantai pasokan berbagai industri terkait cukup lengkap dari hulu hingga hilir, dan telah menghasilkan banyak perusahaan yang memproduksi komponen kendaraan listrik.

Lebih penting lagi, fleksibilitas dan inovasi, menjadi salah satu keunggulan dalam pengembangan suku cadang baru atau dalam peningkatan spesifikasi kinerja produk.

Mereka selalu dapat mengatasi kesulitan dan menyelesaikan misi dalam waktu singkat. Misalnya, Fukuta Taiwan, yang memproduksi motor penggerak (dinamo) Tesla. Tahun 2005, yakni dua tahun setelah berdiri, Tesla mengunjungi Taiwan untuk mencari produsen yang memproduksi motor penggerak mobil listrik.

Awalnya Fukuta tidak memiliki pengalaman dalam pembuatan dinamo mobil, tetapi karena permintaan, perusahaan ini berhasil mengubah dinamo mereka yang awalnya berbobot 400 kg menjadi 60 kg saja, dan dia menjadi mitra senior kerjasama dengan Tesla selama lebih dari sepuluh tahun.

Pengalaman ini bisa menjadi inspirasi dalam berkolaborasi. Keunggulan perusahaan asing, bisa jadi didukung dari perusahaan dari negara lain karena globalisasi menjadikan dunia ini kampung kecil di era Revolusi Industri 4.0.*

Baca juga: Erick: Pembelian saham Vale bagian pengembangan mobil listrik nasional
Baca juga: Penelitian otomotif dan kesehatan masuk prioritas riset nasional