Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia masih menempatkan posisi batu bara sebagai energi prioritas hingga tahun 2040, melalui dokumen Grand Strategi Energi Nasional yang saat ini sedang digodok guna menjamin ketersediaan energi yang cukup di masa depan. "Dalam Grand Strategi Energi Nasional yang sedang disusun oleh pemerintah, batu bara masih ditetapkan sebagai sumber energi prioritas," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin di Jakarta, Jumat.

Penyusunan rencana strategis itu mengedepankan aspek kebutuhan energi dalam negeri dan peningkatan nilai tambah komoditas batu bara melalui proyek gasifikasi.

Pada 2050 meskipun bauran energi hijau diproyeksikan bisa menekan porsi pemanfaatan batu bara hingga 25 persen, namun volume kesetaraan justru meningkat jika dibandingkan tahun 2025.

Ridwan menjelaskan pasokan energi primer batu bara sebesar 119,8 MTOE dengan volume kesetaraan 205,3 juta ton pada 2025. Kala itu bauran energi primer batu bara tercatat masih sebesar 30 persen.

Baca juga: Kementerian ESDM ungkap landasan pengembangan hilirisasi batu bara
Ketika tahun 2050 bauran energi primer batu bara turun menjadi 25,3 persen dengan peningkatan jumlah 255,9 MTOE dan volume kesetaraan sebesar 438,8 juta ton.

"Artinya, dari sisi pertambangan batu bara masih dapat terus diharapkan terjadi peningkatan produksi," kata Ridwan.

Melalui skenario hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter, Methanol, dan berbagai produk kimia lainnya, pemerintah berupaya memperpanjang masa pemanfaatan batu bara sebagai energi primer kala dunia sudah terikat komitmen memperbaiki iklim yang tertuang dalam perjanjian Paris Agreement.

Perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara yang melakukan hilirisasi mendapatkan karpet merah berupa insentif istimewa.

Mereka akan diberikan royalti harga batu bara nol persen, perpanjangan IUP mengikuti nilai keekonomian, mendapatkan tax holiday, pembebasan PPN jasa pengelolaan, pembebasan PPN EPC kandungan lokal, dan berbagai insentif lainnya mengikuti pola-pola yang dikembangkan dalam Kawasan Ekonomi Khusus.

Baca juga: Pemerintah buka skema perdagangan emisi karbon PLTU batu bara
Ridwan mengungkapkan konsumsi elpiji nasional tahun 2019 mencapai 7,65 juta ton di mana 75 persen atau 5,73 juta ton adalah produk elpiji impor. Penyediaan kebutuhan elpiji ini membuat negara harus mengeluar devisa sebesar Rp52,4 trilun.

"Dalam Grand Strategi Energi Nasional, kami mengharapkan impor elpiji bisa menurun dan semaksimal mungkin bisa melakukan substitusi melalui pemanfaatan Dimetil Eter dari pengolahan batu bara," kata Ridwan.

Merujuk data Badan Geologi tahun 2019 sebanyak 90 persen cadangan batu bara di Indonesia memiliki kalori sedang dan rendah dengan sumber daya mencapai 149,01 miliar ton dan cadangan sebesar 37,46 miliar ton.

Jenis batu bara berkalori sedang dan rendah ini biasa dimanfaatkan untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pabrik semen, kertas, metal, dan tekstil.

Pemerintah menyiapkan tujuh peluang hilirisasi batu bara, yakni gasifikasi, pembuatan kokas, batu bara cair, peningkatan mutu batu bata, gasifikasi batu bara bawah tanah, dan pembuatan briket.

Baca juga: Komisi VII DPR minta Pertamina percepat proyek gasifikasi batu bara