Akses jalan ditutup, pelajar terpaksa melintasi kali saat ke sekolah
18 Maret 2021 19:58 WIB
Sejumlah murid melintas di jalan setapak di pinggiran kali ketika hendak berangkat ke sekolah di Kecamatan Alak, Kota Kupang, Kamis (18/3/2021) ANTARA/Kornelis Kaha
Kupang (ANTARA) - Sejumlah murid SD dan pelajar SMKN 7 di Kecamatan Alak Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur terpaksa harus melintas melewati kali akibat akses jalan yang selama ini digunakan untuk ke sekolah ditutup oleh pemilik lahan.
Siprianus seorang warga yang ditemui di lokasi ketika melakukan aksi penolakan penutupan akses jalan menuju sekolah di Kupang, Kamis mengatakan bahwa penutupan akses jalan itu sebenarnya sudah berjalan sejak 2020.
Baca juga: Disdik NTT sebut butuh pendampingan serius dalam pembelajaran daring
"Sudah lama sebenarnya masalah ini. Penutupan akses jalan ke sekolah ini sudah berlangsung sejak 2020," katanya kepada wartawan.
Menurut dia, penutupan akses jalan menuju sekolah itu menyulitkan anak-anak mereka yang terpaksa harus melintasi kali mati dan agak curam saat hendak ke sekolah untuk menimba ilmu.
Baca juga: Menko PMK kunjungi dua sekolah di Tambolaka NTT
Siprianus menambahkan sebelum akses jalan menuju sekolah itu ditutup, anak-anak mereka tak perlu berjalan jauh, karena jarak dari rumah ke sekolah hanya kurang lebih satu kilometer.
"Kini untuk mempersingkat waktu anak-anak kami dan guru-guru yang mengajar di sekolah itu terpaksa harus melewati kali mati," ujar dia.
Baca juga: Sekolah Musa beri edukasi sejarah Kota Kupang lewat pameran foto
Pantauan ANTARA di lokasi, sejumlah pelajar yang hendak ke sekolah itu terpaksa harus melintasi jembatan darurat, belum lagi usai melewati jembatan darurat itu, mereka harus melintasi kali mati yang di pinggir kali itu terdapat batu-batu karang.
Para pelajar yang melintasi jembatan darurat itu juga harus saling berpegangan tangan, pasalnya mereka takut jika jembatan darurat itu ambruk.
Sementara itu guru SD Petra Neldiana Mau mengatakan bahwa memang sangat berbahaya melintasi jalur ini. Apalagi kalau musim hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi para pelajar dan dirinya terpaksa tak melewati jalur itu karena sangat berbahaya.
"Ada akses jalan lain, tetapi itu jauh sekali, jaraknya 5 kilometer dan anak-anak harus berjalan sejauh itu untuk ke sekolah," tambah dia.
Siprianus menambahkan bahwa masalah ini sebenarnya sudah pernah disampaikan ke DPRD Kota Kupang. DPRD justru menghadirkan pihak Badan Pertanahan Nasinal (BPN) untuk mencari tahu akses jalan itu.
BPN kemudian melakukan pengukuran ulang di lokasi itu. Hasilnya pembangunan pagar pembatas itu memakan akses publik. Oleh karena itu ia berharap agar Pemerintah Kota Kupang harus turun tangan dalam masalah ini.
Siprianus seorang warga yang ditemui di lokasi ketika melakukan aksi penolakan penutupan akses jalan menuju sekolah di Kupang, Kamis mengatakan bahwa penutupan akses jalan itu sebenarnya sudah berjalan sejak 2020.
Baca juga: Disdik NTT sebut butuh pendampingan serius dalam pembelajaran daring
"Sudah lama sebenarnya masalah ini. Penutupan akses jalan ke sekolah ini sudah berlangsung sejak 2020," katanya kepada wartawan.
Menurut dia, penutupan akses jalan menuju sekolah itu menyulitkan anak-anak mereka yang terpaksa harus melintasi kali mati dan agak curam saat hendak ke sekolah untuk menimba ilmu.
Baca juga: Menko PMK kunjungi dua sekolah di Tambolaka NTT
Siprianus menambahkan sebelum akses jalan menuju sekolah itu ditutup, anak-anak mereka tak perlu berjalan jauh, karena jarak dari rumah ke sekolah hanya kurang lebih satu kilometer.
"Kini untuk mempersingkat waktu anak-anak kami dan guru-guru yang mengajar di sekolah itu terpaksa harus melewati kali mati," ujar dia.
Baca juga: Sekolah Musa beri edukasi sejarah Kota Kupang lewat pameran foto
Pantauan ANTARA di lokasi, sejumlah pelajar yang hendak ke sekolah itu terpaksa harus melintasi jembatan darurat, belum lagi usai melewati jembatan darurat itu, mereka harus melintasi kali mati yang di pinggir kali itu terdapat batu-batu karang.
Para pelajar yang melintasi jembatan darurat itu juga harus saling berpegangan tangan, pasalnya mereka takut jika jembatan darurat itu ambruk.
Sementara itu guru SD Petra Neldiana Mau mengatakan bahwa memang sangat berbahaya melintasi jalur ini. Apalagi kalau musim hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi para pelajar dan dirinya terpaksa tak melewati jalur itu karena sangat berbahaya.
"Ada akses jalan lain, tetapi itu jauh sekali, jaraknya 5 kilometer dan anak-anak harus berjalan sejauh itu untuk ke sekolah," tambah dia.
Siprianus menambahkan bahwa masalah ini sebenarnya sudah pernah disampaikan ke DPRD Kota Kupang. DPRD justru menghadirkan pihak Badan Pertanahan Nasinal (BPN) untuk mencari tahu akses jalan itu.
BPN kemudian melakukan pengukuran ulang di lokasi itu. Hasilnya pembangunan pagar pembatas itu memakan akses publik. Oleh karena itu ia berharap agar Pemerintah Kota Kupang harus turun tangan dalam masalah ini.
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: