Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur III menyerahkan tersangka berinisial AB, beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Kota Malang, karena diduga tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2014-2015

Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III Agustin Vita Avantin menyatakan bahwa AB merupakan Komisaris PT AMK tersebut, diduga menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar, dan tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut.

"Nilai kerugian negara akibat dari perbuatan tersangka diperkirakan sebesar Rp855 juta," kata Agustin, dalam konferensi pers secara virtual, di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis.

Agustin menjelaskan penyerahan tersangka beserta barang bukti tersebut menjadi salah satu peringatan bagi para pelaku tindak pidana perpajakan lain yang berpotensi merugikan keuangan negara akibat perbuatannya.

Menurut Agustin, pihaknya bersama kepolisian, dan kejaksaan akan terus melakukan upaya hukum di bidang perpajakan, untuk mengamankan penerimaan negara, dalam upaya pemenuhan pembiayaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: Kejati Sulut terima berkas perkara tindak pidana perpajakan

Agustin menambahkan, pada 2021 ini, pihaknya telah dua kali menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan ke kejaksaan. DJP Jawa Timur III, sebelumnya telah menyerahkan tersangka lain yakni DP, yang merupakan Direktur PT SD, ke Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan.

Direktur PT SD, yang disangkakan pada kurun waktu Januari-Desember 2018 tidak menyampaikan SPT Masa PPN, menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar, dan tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut.

"Terkait kasus PT SD, nilai kerugian negara yang diakibatkan dari perbuatan tersangka tersebut diperkirakan sebesar Rp545 juta. Dengan penegakan hukum pada kasus AB dan DP ini, diharapkan memberikan efek jera," kata Agustin.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan, Kanwil DJP Jatim III, Win Susilo Hari Endrias mengungkapkan, PT AMK merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang konstruksi.

Pada 2014 hingga 2015, PT AMK dilaporkan sempat bekerja sama dengan PT RKM. PT RKM sebagai pemilik proyek dengan rencana nilai proyek mencapai Rp29 miliar, tidak meneruskan kontrak. Hal ini karena PT AMK dianggap tidak menjalankan kewajibannya dengan baik.

Baca juga: Menkeu hentikan pemeriksaan tindak pidana perpajakan

Dengan realisasi nilai proyek Rp19 miliar, AB melalui PT AMK tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut. AB juga disangkakan tidak melaporkan SPT Masa PPN. Yang bersangkutan telah melaporkan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

Sementara itu PT SD merupakan perusahaan yang melakukan penjualan bahan bakar solar untuk industri sebagai usaha utamanya. Melalui PT SD, kata Win, DP menerima uang pelunasan PPN dari pembeli, namun tidak melakukan pembayaran atau penyetoran atas PPN yang telah dipungut tersebut

"Motif keduanya, untuk kepentingan pribadi," kata Win.

Perbuatan kedua tersangka masuk dalam pidana di bidang perpajakan. Hal ini sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d, dan i Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 6 Tahun 1983.

Kedua tersangka tersebut, diancam pidana penjara maksimal enam tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Baca juga: PPATK: Negara terima Rp9 triliun dari tindak pidana perpajakan