Mendikbud tegaskan sejak awal 2021 PTM terbatas sudah diperbolehkan
18 Maret 2021 14:38 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa sejak awal 2021 pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas sudah diperbolehkan.
“Sejak Januari 2021, penentuan PTM secara terbatas merupakan hak prerogatifnya pemerintah daerah (pemda). Mohon teman-teman media dan Komisi X DPR menjelaskan ini, karena saya sudah menjelaskannya secara berulang kali tapi tetap saja pertanyaan mengapa masih melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ). Padahal awal tahun ini sudah diperbolehkan PTM secara terbatas,” ujar Nadiem dalam Rapat Kerja Komisi X DPR yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Nadiem menjelaskan prinsip penyelenggaraan pendidikan selama COVID-19 adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik maupun guru merupakan prioritas utama dalam penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan, serta mempertimbangkan tumbuh kembang dan hak anak selama pandemi COVID-19.
Baca juga: Perguruan tinggi lakukan pendampingan SMK Pusat Keunggulan
PJJ, lanjut dia, sudah berlangsung selama satu tahun dan berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan, di antaranya putus sekolah, penurunan capaian belajar dan kekerasan pada anak dan risiko eksternal.
“Risiko putus sekolah karena anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi COVID-19. Persepsi orang tua, banyak orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar apabila pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka,” terang dia.
Nadiem menjelaskan terjadi kesenjangan capaian belajar yang mana perbedaan akses dan kualitas selama PJJ, dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio ekonomi berbeda.
Baca juga: Mendikbud: Pemda sukseskan pelaksanaan SMK Pusat Keunggulan
“Learning loss yang sifatnya permanen itu akan terus terjadi jika kita tidak segera melakukan tatap muka,” imbuh dia.
Studi menemukan bahwa pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian akademik yang lebih dibandingkan dengan PJJ. Selanjutnya, tanpa sekolah banyak anak yang terjebak pada kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh guru, serta saat anak tidak lagi datang ke sekolah terdapat risiko untuk pernikahan dini, kekerasan pada anak, kehamilan remaja dan lain sebagainya.
Nadiem menjelaskan untuk zona hijau dan kuning, sejak Agustus 2020 sudah diperkenankan untuk tatap muka. Namun hingga saat ini di zona hijau hanya 56 persen yang melakukan PTM dan zona kuning hanya 28 persen yang melakukan PTM. Pembukaan sekolah tergantung pada keputusan pemda.
Baca juga: Mendikbud luncurkan Merdeka Belajar SMK Pusat Keunggulan
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengakselerasi PTM di Indonesia, akan tetapi pada kenyataannya hanya 16 persen yang melakukan PTM dan 84 persen sisanya melakukan PJJ.
“Ini harus naik cepat, makanya dengan vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan ini, kita akselerasi PTM di sekolah,” imbuh Nadiem.
Baca juga: Mendikbud : Setelah vaksinasi sekolah lakukan pembelajaran tatap muka
“Sejak Januari 2021, penentuan PTM secara terbatas merupakan hak prerogatifnya pemerintah daerah (pemda). Mohon teman-teman media dan Komisi X DPR menjelaskan ini, karena saya sudah menjelaskannya secara berulang kali tapi tetap saja pertanyaan mengapa masih melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ). Padahal awal tahun ini sudah diperbolehkan PTM secara terbatas,” ujar Nadiem dalam Rapat Kerja Komisi X DPR yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Nadiem menjelaskan prinsip penyelenggaraan pendidikan selama COVID-19 adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik maupun guru merupakan prioritas utama dalam penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan, serta mempertimbangkan tumbuh kembang dan hak anak selama pandemi COVID-19.
Baca juga: Perguruan tinggi lakukan pendampingan SMK Pusat Keunggulan
PJJ, lanjut dia, sudah berlangsung selama satu tahun dan berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan, di antaranya putus sekolah, penurunan capaian belajar dan kekerasan pada anak dan risiko eksternal.
“Risiko putus sekolah karena anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi COVID-19. Persepsi orang tua, banyak orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar apabila pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka,” terang dia.
Nadiem menjelaskan terjadi kesenjangan capaian belajar yang mana perbedaan akses dan kualitas selama PJJ, dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio ekonomi berbeda.
Baca juga: Mendikbud: Pemda sukseskan pelaksanaan SMK Pusat Keunggulan
“Learning loss yang sifatnya permanen itu akan terus terjadi jika kita tidak segera melakukan tatap muka,” imbuh dia.
Studi menemukan bahwa pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian akademik yang lebih dibandingkan dengan PJJ. Selanjutnya, tanpa sekolah banyak anak yang terjebak pada kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh guru, serta saat anak tidak lagi datang ke sekolah terdapat risiko untuk pernikahan dini, kekerasan pada anak, kehamilan remaja dan lain sebagainya.
Nadiem menjelaskan untuk zona hijau dan kuning, sejak Agustus 2020 sudah diperkenankan untuk tatap muka. Namun hingga saat ini di zona hijau hanya 56 persen yang melakukan PTM dan zona kuning hanya 28 persen yang melakukan PTM. Pembukaan sekolah tergantung pada keputusan pemda.
Baca juga: Mendikbud luncurkan Merdeka Belajar SMK Pusat Keunggulan
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengakselerasi PTM di Indonesia, akan tetapi pada kenyataannya hanya 16 persen yang melakukan PTM dan 84 persen sisanya melakukan PJJ.
“Ini harus naik cepat, makanya dengan vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan ini, kita akselerasi PTM di sekolah,” imbuh Nadiem.
Baca juga: Mendikbud : Setelah vaksinasi sekolah lakukan pembelajaran tatap muka
Pewarta: Indriani
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: