DJP ungkap kasus meterai palsu rugikan negara Rp37 miliar
17 Maret 2021 21:27 WIB
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (kedua kiri) bersama Kapolresta Bandara Soekarno Hatta Kombes Pol Adi Ferdian Saputra (kiri), Direktur Humas Direktorat Jendral Pajak Nelmadin Noer (kedua kanan) dan Direktur Operasi Perum Peruri Saiful Bahri (kanan) memberikan keterangan pers terkait pengungkapan peredaran dan penjualan materai 10.000 palsu di Mapolres Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (17/3/2021). ANTARA FOTO/aww.Muhammad Iqbal/pri.
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Polda Metro Jaya dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) mengungkap praktik pemalsuan meterai yang berpotensi menyebabkan kerugian negara Rp37 miliar.
Tersangka yang berjumlah enam orang ini diduga telah melakukan kegiatan pemalsuan sejak 3,5 tahun lalu dengan modus mencetak dan menjual meterai palsu dengan nominal Rp6000 maupun Rp10000.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, memberikan apresiasi tinggi kepada Polri maupun Peruri atas kerja sama dalam mengungkap dugaan tindak pidana pemalsuan meterai.
Ia mengatakan pemalsuan ini dapat merugikan keuangan negara mengingat bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang menjadi salah satu sumber penerimaan negara untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara.
"Pemalsuan meterai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara sekaligus seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya.
Neil memastikan dokumen yang terbukti menggunakan meterai palsu maka pembayaran bea meterai tersebut menjadi tidak sah dan dokumen dianggap tidak dibubuhi meterai.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi) dengan meneliti terlebih dahulu kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya.
Saat ini, tersangka diancam dengan pasal berlapis yakni tindak pidana pemalsuan benda meterai dan tindak pidana pencucian uang.
Berdasarkan pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, tersangka diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Selain itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah hukuman penjara paling lama dua puluh tahun dengan denda paling banyak Rp10 miliar.
Direktur Operasi Peruri Saiful Bahri menyatakan masyarakat perlu mengetahui ciri meterai asli melalui tiga indikator yaitu dapat diketahui dengan dilihat, diraba, dan digoyang.
Ia menjelaskan teknologi cetak dari Peruri menjadikan meterai asli memiliki tiga bentuk perforasi (lubang) yakni bulat, oval, dan bintang, terasa kasar jika diraba dan terjadi perubahan warna jika digoyang.
Baca juga: DJP apresiasi pengungkapan perkara meterai palsu
Baca juga: Polres Jakarta Selatan tangkap tiga pelaku rekondisi meterai
Tersangka yang berjumlah enam orang ini diduga telah melakukan kegiatan pemalsuan sejak 3,5 tahun lalu dengan modus mencetak dan menjual meterai palsu dengan nominal Rp6000 maupun Rp10000.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, memberikan apresiasi tinggi kepada Polri maupun Peruri atas kerja sama dalam mengungkap dugaan tindak pidana pemalsuan meterai.
Ia mengatakan pemalsuan ini dapat merugikan keuangan negara mengingat bea meterai merupakan pajak atas dokumen yang menjadi salah satu sumber penerimaan negara untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara.
"Pemalsuan meterai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara sekaligus seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya.
Neil memastikan dokumen yang terbukti menggunakan meterai palsu maka pembayaran bea meterai tersebut menjadi tidak sah dan dokumen dianggap tidak dibubuhi meterai.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi) dengan meneliti terlebih dahulu kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya.
Saat ini, tersangka diancam dengan pasal berlapis yakni tindak pidana pemalsuan benda meterai dan tindak pidana pencucian uang.
Berdasarkan pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, tersangka diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Selain itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah hukuman penjara paling lama dua puluh tahun dengan denda paling banyak Rp10 miliar.
Direktur Operasi Peruri Saiful Bahri menyatakan masyarakat perlu mengetahui ciri meterai asli melalui tiga indikator yaitu dapat diketahui dengan dilihat, diraba, dan digoyang.
Ia menjelaskan teknologi cetak dari Peruri menjadikan meterai asli memiliki tiga bentuk perforasi (lubang) yakni bulat, oval, dan bintang, terasa kasar jika diraba dan terjadi perubahan warna jika digoyang.
Baca juga: DJP apresiasi pengungkapan perkara meterai palsu
Baca juga: Polres Jakarta Selatan tangkap tiga pelaku rekondisi meterai
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: