Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak akan memindahkan program-program di PT Pembangunan Sarana Jaya ke BUMD lainnya, walau saat ini sedang ada penyidikan kasus korupsi lahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tubuh perseroan itu.
"Kami anggap selama ini kinerjanya baik dan target-target tercapai. Sekalipun sekarang sedang ada masalah di KPK, kami pastikan semua program berjalan," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria Riza di Jakarta, Rabu.
Riza menegaskan, kinerja Perumda Pembangunan Sarana Jaya tidak akan terganggu dengan adanya kasus dugaan korupsi pengadaan lahan yang melibatkan Direktur Utama nonaktif mereka, Yoory C. Pinontoan.
Menurut Riza, Sarana Jaya merupakan perusahaan yang bekerja secara kolektif, tak hanya diurus oleh satu orang saja. Di dalamnya ada beberapa direksi, manajer, dan staf lain yang bisa memastikan semua program berjalan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan tersebut, Riza mempersilakan Sarana Jaya untuk melakukan klarifikasi.
Baca juga: Sarana Jaya diminta jelaskan korupsi lahan DP Rp0 sesuai fakta
"Menjelaskan berbagai argumentasi sesuai fakta dan data. Tidak boleh dilebihkan, tidak boleh dikurangi. Itu rekomendasi dan saran kami," ucap Riza.
Sebelumnya KPK tengah melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi, untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta.
Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga digelembungkan (mark up), salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Tahun 2019.
KPK sudah menetapkan empat pihak sebagai tersangka yakni Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA), selain itu, penyidik juga menetapkan PT. AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.
Indikasi kerugian negara sebesar Rp100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp217.989.200.000. Sementara dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun.
Baca juga: Anies enggan komentari batas atas upah untuk miliki rumah DP Rp0
Atas perbuatannya, keempat pihak ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Uu No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.
Menurut informasi yang didapat media dari KPK, terdapat sembilan laporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh pihak BUMD DKI Jakarta. Adapun, dari sembilan laporan itu yang sudah naik ke penyidikan yakni terkait pembelian tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon untuk program rumah DP Rp0.
Modus korupsinya itu diduga terkait "mark up" atau permainan harga yang ditaksir oleh pihak apraisal yang tidak berkompeten. Total dari sembilan laporan itu terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp1 triliun.
Sementara, untuk satu laporan yang telah naik ke taraf penyidikan tersebut total kerugian negara di angka sekitar Rp100 miliar.
Dirut Sarana Jaya Yoory C Pinontoan telah dinonaktifkan dari jabatannya dan Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai Pelaksana tugas (plt) Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Baca juga: FITRA sebut korupsi lahan Sarana Jaya karena keteledoran DPRD
Jabatan Plt ini paling lama tiga bulan terhitung sejak ditetapkannya Keputusan Gubernur pada 5 Maret 2021, dengan opsi dapat diperpanjang.
DKI tak pindahkan program Sarana Jaya ke BUMD lain
17 Maret 2021 20:49 WIB
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (28/12/2020). ANTARA/Livia Kristianti.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: