Ekosistem pengetahuan dan inovasi perlu diperkuat perangai ilmiah
16 Maret 2021 20:50 WIB
Tangkapan layar ilmuwan senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar dalam webinar bertema "Meningkatkan Ekosistem Pengetahuan & Inovasi untuk Indonesia yang Lebih Baik" di Jakarta, Selasa (16/3/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Ilmuwan senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar menilai bahwa ekosistem pengetahuan dan inovasi perlu diperkuat dengan memperhatikan prinsip yang mendukung perwujudan perangai ilmiah.
"Perangai ilmiah merupakan elemen penting dalam membangun ekosistem pengetahuan dan inovasi, sebaliknya perangai ilmiah juga dibentuk oleh ekosistem tersebut," ujar Dewi Fortuna Anwar dalam webinar bertema "Meningkatkan Ekosistem Pengetahuan & Inovasi untuk Indonesia yang Lebih Baik" di Jakarta, Selasa.
Saat ini, ia menyampaikan, Indonesia masih berada di peringkat 85 dalam daftar global inovation index (GII) 2020 dari 124 negara. Kemudian nomor 81 dari 138 negara dalam global knowledge index pada 2020.
Baca juga: LIPI targetkan menyerahkan bibit vaksin Merah Putih pada awal 2022
Dan menurut Bloomberg COVID-19 resilience rangking, Indonesia berada di peringkat 48 dari 53 negara. "Ini sangat mengkhawatirkan kita, kita tertinggal dari negara-negara Asean," ujar Dewi Fortuna Anwar.
Menurut dia, agar dapat bersaing di global, Indonesia harus berinvestasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk mendorong inovasi, memacu pertumbuhan ekonomi, dan pulih dengan cepat dari pandemi.
Secara sederhana, ia mengemukakan, perangai ilmiah merupakan perangai atau watak bertualang guna menggali kebenaran dan pengetahuan baru yang melibatkan sikap keterbukaan seseorang untuk berani mengubah pendapat lamanya berdasar bukti baru, menolak gagasan tanpa pembuktian, berpijak pada fakta yang dapat diamati dan memiliki kedisiplinan menggunakan akal atau penalaran.
Baca juga: LIPI kembangkan teknologi mitigasi bencana berbasis riset fundamental
"Perangai ilmiah membentuk kerangka berpikir dan kebiasaan untuk membedah suatu permasalahan dengan metode ilmiah berbasis bukti. Dalam aspek pengambilan keputusan kebijakan, kerangka berpikir ini mendorong aspek kebijakan berbasis bukti," paparnya.
Dalam kesempatan sama, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro mengatakan untuk mendorong inovasi perlu penguatan kerjasama antara aktor, yakni mendekatkan ilmuwan dengan entrepreneur.
"Inilah sebenarnya kunci dari pertumbuhan inovasi di Indonesia. Dan kunci dari bertemunya dua pihak ini tidak hanya sekedar ilmuwan memahami apa yang menjadi kebutuhan market, dan sebaliknya enterpreneur bisa memahami apa yang bisa dikembangkan oleh ilmuwan," ujarnya.
Ia menambahkan yang juga lebih penting adalah bagaimana membawa hasil inovasi itu mempunyai daya saing dan akhirnya bisa diterima oleh pasar.
Baca juga: LIPI jelaskan metode daur ulang masker untuk tangani limbah medis
Baca juga: LIPI teliti konsep insinerator skala kecil untuk tangani limbah medis
"Perangai ilmiah merupakan elemen penting dalam membangun ekosistem pengetahuan dan inovasi, sebaliknya perangai ilmiah juga dibentuk oleh ekosistem tersebut," ujar Dewi Fortuna Anwar dalam webinar bertema "Meningkatkan Ekosistem Pengetahuan & Inovasi untuk Indonesia yang Lebih Baik" di Jakarta, Selasa.
Saat ini, ia menyampaikan, Indonesia masih berada di peringkat 85 dalam daftar global inovation index (GII) 2020 dari 124 negara. Kemudian nomor 81 dari 138 negara dalam global knowledge index pada 2020.
Baca juga: LIPI targetkan menyerahkan bibit vaksin Merah Putih pada awal 2022
Dan menurut Bloomberg COVID-19 resilience rangking, Indonesia berada di peringkat 48 dari 53 negara. "Ini sangat mengkhawatirkan kita, kita tertinggal dari negara-negara Asean," ujar Dewi Fortuna Anwar.
Menurut dia, agar dapat bersaing di global, Indonesia harus berinvestasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk mendorong inovasi, memacu pertumbuhan ekonomi, dan pulih dengan cepat dari pandemi.
Secara sederhana, ia mengemukakan, perangai ilmiah merupakan perangai atau watak bertualang guna menggali kebenaran dan pengetahuan baru yang melibatkan sikap keterbukaan seseorang untuk berani mengubah pendapat lamanya berdasar bukti baru, menolak gagasan tanpa pembuktian, berpijak pada fakta yang dapat diamati dan memiliki kedisiplinan menggunakan akal atau penalaran.
Baca juga: LIPI kembangkan teknologi mitigasi bencana berbasis riset fundamental
"Perangai ilmiah membentuk kerangka berpikir dan kebiasaan untuk membedah suatu permasalahan dengan metode ilmiah berbasis bukti. Dalam aspek pengambilan keputusan kebijakan, kerangka berpikir ini mendorong aspek kebijakan berbasis bukti," paparnya.
Dalam kesempatan sama, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro mengatakan untuk mendorong inovasi perlu penguatan kerjasama antara aktor, yakni mendekatkan ilmuwan dengan entrepreneur.
"Inilah sebenarnya kunci dari pertumbuhan inovasi di Indonesia. Dan kunci dari bertemunya dua pihak ini tidak hanya sekedar ilmuwan memahami apa yang menjadi kebutuhan market, dan sebaliknya enterpreneur bisa memahami apa yang bisa dikembangkan oleh ilmuwan," ujarnya.
Ia menambahkan yang juga lebih penting adalah bagaimana membawa hasil inovasi itu mempunyai daya saing dan akhirnya bisa diterima oleh pasar.
Baca juga: LIPI jelaskan metode daur ulang masker untuk tangani limbah medis
Baca juga: LIPI teliti konsep insinerator skala kecil untuk tangani limbah medis
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: