Ekspor kelapa Sumatera Selatan ke China melonjak hampir 70 persen
16 Maret 2021 18:08 WIB
Pengupas kelapa di kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (6/1). (ANTARA/Nila Fu'adi/12)
Palembang (ANTARA) - Volume ekspor buah kelapa produksi petani Sumatera Selatan ke China melonjak 69,38 persen pada Februari 2021 jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih di Palembang, Selasa, mengatakan, volume ekspor kelapa bulat ke Negeri Tirai Bambu itu pada Februari tercatat 11,06 ribu ton.
Kenaikan volume ekspor ini membuat nilai ekspor produk pertanian tersebut meningkat menjadi 2,9 juta dolar AS (USD).
Endang menambahkan, tak hanya buahnya, ternyata bungkil kelapa asal Sumsel juga banyak peminatnya karena ada kenaikan volume permintaan hingga 123,07 persen.
Ia mengharapkan data yang dikelola BPS Sumsel ini dimanfaatkan oleh intansi terkait di pemerintahan provinsi untuk mengangkat sektor perkebunan kelapa.
“Coba dibayangkan jika industri hilirnya juga digarap, bisa membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah,” kata dia.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian mengatakan sejak lama pemprov menaruh perhatian pada perkebunan kelapa ini sehingga dilakukan stimulus seperti pembangunan pabrik pengolahan di Kabupaten Banyuasin.
“Sumatera Selatan juga berpotensi mengekspor sabut kelapa. Selama ini sabut kelapa hanya dibuang kemudian dibakar karena pengusaha belum tahu pasarnya,” kata dia.
Rudi menjelaskan pabrik pengolahan tersebut akan mengolah sabut kelapa menjadi serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang bernilai tambah untuk pasar ekspor.
Adapun negara tujuan untuk kedua produk tersebut banyak menuju China, Jepang dan sebagian negara di Eropa.
Ia memaparkan harga pokok produksi coco fiber senilai Rp1.900 dan coco peat senilai Rp1.100/Kg di tingkat petani. Sementara untuk harga ekspor masing-masing senilai Rp3.000 dan Rp2.000/Kg.
“Kami harap pada 2021 ini sudah benar-benar ekspor,” kata dia.
Rudi mengemukakan Sumsel memiliki kebun kelapa seluar 65.242 Hektare dengan produksi mencapai 57.570 ton kopra atau setara 230,28 juta butir kelapa per tahun.
Pihaknya berharap sektor perkebunan kelapa sudah dapat memanfaatkan sabut dan memproduksi cocofiber dan coco peat pada tahun 2021, target awal separuh dari potensi sabut kelapa.
“Dengan potensi ekspor sabut 50 persen saja, kami menghitung nilai devisanya setara Rp71,96 miliar,” kata dia.
Baca juga: 3.000 ton CCO diekspor dari Sulawesi Utara ke Amerika Serikat
Baca juga: Nilai Ekspor Sumatera Selatan Desember 2020 naik 28,36 persen
Baca juga: Bappenas dukung hilirisasi kelapa untuk bantu pemulihan ekonomi Sulut
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih di Palembang, Selasa, mengatakan, volume ekspor kelapa bulat ke Negeri Tirai Bambu itu pada Februari tercatat 11,06 ribu ton.
Kenaikan volume ekspor ini membuat nilai ekspor produk pertanian tersebut meningkat menjadi 2,9 juta dolar AS (USD).
Endang menambahkan, tak hanya buahnya, ternyata bungkil kelapa asal Sumsel juga banyak peminatnya karena ada kenaikan volume permintaan hingga 123,07 persen.
Ia mengharapkan data yang dikelola BPS Sumsel ini dimanfaatkan oleh intansi terkait di pemerintahan provinsi untuk mengangkat sektor perkebunan kelapa.
“Coba dibayangkan jika industri hilirnya juga digarap, bisa membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah,” kata dia.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian mengatakan sejak lama pemprov menaruh perhatian pada perkebunan kelapa ini sehingga dilakukan stimulus seperti pembangunan pabrik pengolahan di Kabupaten Banyuasin.
“Sumatera Selatan juga berpotensi mengekspor sabut kelapa. Selama ini sabut kelapa hanya dibuang kemudian dibakar karena pengusaha belum tahu pasarnya,” kata dia.
Rudi menjelaskan pabrik pengolahan tersebut akan mengolah sabut kelapa menjadi serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang bernilai tambah untuk pasar ekspor.
Adapun negara tujuan untuk kedua produk tersebut banyak menuju China, Jepang dan sebagian negara di Eropa.
Ia memaparkan harga pokok produksi coco fiber senilai Rp1.900 dan coco peat senilai Rp1.100/Kg di tingkat petani. Sementara untuk harga ekspor masing-masing senilai Rp3.000 dan Rp2.000/Kg.
“Kami harap pada 2021 ini sudah benar-benar ekspor,” kata dia.
Rudi mengemukakan Sumsel memiliki kebun kelapa seluar 65.242 Hektare dengan produksi mencapai 57.570 ton kopra atau setara 230,28 juta butir kelapa per tahun.
Pihaknya berharap sektor perkebunan kelapa sudah dapat memanfaatkan sabut dan memproduksi cocofiber dan coco peat pada tahun 2021, target awal separuh dari potensi sabut kelapa.
“Dengan potensi ekspor sabut 50 persen saja, kami menghitung nilai devisanya setara Rp71,96 miliar,” kata dia.
Baca juga: 3.000 ton CCO diekspor dari Sulawesi Utara ke Amerika Serikat
Baca juga: Nilai Ekspor Sumatera Selatan Desember 2020 naik 28,36 persen
Baca juga: Bappenas dukung hilirisasi kelapa untuk bantu pemulihan ekonomi Sulut
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: