Menteri ESDM sebut transisi energi bersih perlu libatkan masyarakat
16 Maret 2021 12:24 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat menghadiri Pertemuan ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) Ke-38, yang dilaksanakan secara virtual di Vietnam, Jumat (20/11/2020). ANTARA/Dokumentasi Humas Kementerian ESDM/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan perlu melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam proses transisi menuju energi, yang lebih bersih dan berkelanjutan.
"Untuk Indonesia, transisi energi merupakan inti pencapaian sustainable development goals (SDGs). Transisi energi sangat krusial dalam memastikan tujuan SDGs," kata Menteri Arifin saat berbicara dalam forum Global Commission on People-Centred Clean Energy Transitions yang diselenggarakan International Energy Agency (IEA) secara virtual, Senin (15/3/2021).
Dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa, Arifin berharap komisi hendaknya mempertimbangkan bahwa transisi energi harus dengan memastikan aksesibilitas, keterjangkauan, ketersediaan, kesetaraan, dan keandalan energi bersihnya.
Dalam forum internasional itu, Arifin mengatakan dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia telah melaksanakan sejumlah kebijakan transisi energi, yang melibatkan masyarakat.
Kebijakan tersebut antara lain adalah mereformasi subsidi energi dengan tetap menjaga keterjangkauan dan keamanan pasokan energinya.
"Indonesia telah bertransformasi dari rezim subsidi energi yang tidak efisien dan membebani, menjadi kebijakan yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan lebih banyak sumber energi dalam negeri terutama gas alam dan energi terbarukan untuk mengurangi masalah neraca perdagangan," tutur Arifin.
Di samping itu, lanjutnya, pemerintah juga telah menjalankan program mandatori biodiesel 30 persen (B30).
Program ini sangat penting untuk mengurangi impor bahan bakar fosil. Dalam kebijakan B30 ini, pemerintah tidak hanya memanfaatkan kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar nabati untuk mengurangi emisi, tetapi juga mencari peluang untuk pembangunan ekonomi yang lebih besar.
"Target transisi energi kami ditetapkan dengan target yang ambisius menuju energi bersih. Indonesia juga tengah mengembangkan co-firing biomassa di beberapa pembangkit listrik dan berusaha memperluas skala penggunaan teknologi ini. Kami juga mengevaluasi potensi kombinasi antara clean coal technology, co-firing biomassa, dan CCS/CCUS (carbon capture, utilization, and storage)," jelas Arifin.
Di sisi lain, Indonesia juga berpartisipasi dalam pengembangan kendaraan listrik dan industri energi lanjutan.
Transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan membutuhkan banyak sumber daya mineral, sebagai sumber daya pada industri teknologi bersih dan terbarukan.
"Strategi kami juga berfokus untuk meningkatkan industri ekstraktif yang memiliki nilai tambah, termasuk industri mineral guna mendukung pengembangan industri dalam negeri, inovasi teknologi, dan penciptaan lapangan kerja," lanjutnya.
Arifin berharap komisi melibatkan negara-negara untuk melakukan kerja sama dan kemitraan konstruktif pada transisi energi.
Indonesia pun terbuka untuk membangun kemitraan dalam pengembangan program industri ekstraktif hilir tersebut.
Komisi ini, tambahnya, juga perlu melibatkan banyak partisipasi negara berkembang atau ekonomi berkembang, yang akan menjadi masukan penting menuju COP26 Glasgow pada tahun ini.
"Pada masa depan, proses transisi energi memberlakukan standar yang lebih canggih pada lingkungan, sosial, dan tata kelola. Oleh karena itu, negara berkembang akan menghadapi beberapa tantangan di sektor pendanaan. Tetapi, bukan hanya dukungan keuangan, komisi ini juga akan membantu negara-negara dengan seperangkat rekomendasi kebijakan, studi, dan penilaian manfaat sosio ekonomi, politik ekonomi dan teknologi dari transisi yang adil dalam konteks yang lebih luas," ujar Arifin.
Baca juga: Menteri Arifin: Transisi energi ke EBT mutlak diperlukan
Baca juga: RI - Jerman dukung transisi energi bersih
Baca juga: Indonesia-Singapura bahas peningkatan kerja sama transisi energi
"Untuk Indonesia, transisi energi merupakan inti pencapaian sustainable development goals (SDGs). Transisi energi sangat krusial dalam memastikan tujuan SDGs," kata Menteri Arifin saat berbicara dalam forum Global Commission on People-Centred Clean Energy Transitions yang diselenggarakan International Energy Agency (IEA) secara virtual, Senin (15/3/2021).
Dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa, Arifin berharap komisi hendaknya mempertimbangkan bahwa transisi energi harus dengan memastikan aksesibilitas, keterjangkauan, ketersediaan, kesetaraan, dan keandalan energi bersihnya.
Dalam forum internasional itu, Arifin mengatakan dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia telah melaksanakan sejumlah kebijakan transisi energi, yang melibatkan masyarakat.
Kebijakan tersebut antara lain adalah mereformasi subsidi energi dengan tetap menjaga keterjangkauan dan keamanan pasokan energinya.
"Indonesia telah bertransformasi dari rezim subsidi energi yang tidak efisien dan membebani, menjadi kebijakan yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan lebih banyak sumber energi dalam negeri terutama gas alam dan energi terbarukan untuk mengurangi masalah neraca perdagangan," tutur Arifin.
Di samping itu, lanjutnya, pemerintah juga telah menjalankan program mandatori biodiesel 30 persen (B30).
Program ini sangat penting untuk mengurangi impor bahan bakar fosil. Dalam kebijakan B30 ini, pemerintah tidak hanya memanfaatkan kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar nabati untuk mengurangi emisi, tetapi juga mencari peluang untuk pembangunan ekonomi yang lebih besar.
"Target transisi energi kami ditetapkan dengan target yang ambisius menuju energi bersih. Indonesia juga tengah mengembangkan co-firing biomassa di beberapa pembangkit listrik dan berusaha memperluas skala penggunaan teknologi ini. Kami juga mengevaluasi potensi kombinasi antara clean coal technology, co-firing biomassa, dan CCS/CCUS (carbon capture, utilization, and storage)," jelas Arifin.
Di sisi lain, Indonesia juga berpartisipasi dalam pengembangan kendaraan listrik dan industri energi lanjutan.
Transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan membutuhkan banyak sumber daya mineral, sebagai sumber daya pada industri teknologi bersih dan terbarukan.
"Strategi kami juga berfokus untuk meningkatkan industri ekstraktif yang memiliki nilai tambah, termasuk industri mineral guna mendukung pengembangan industri dalam negeri, inovasi teknologi, dan penciptaan lapangan kerja," lanjutnya.
Arifin berharap komisi melibatkan negara-negara untuk melakukan kerja sama dan kemitraan konstruktif pada transisi energi.
Indonesia pun terbuka untuk membangun kemitraan dalam pengembangan program industri ekstraktif hilir tersebut.
Komisi ini, tambahnya, juga perlu melibatkan banyak partisipasi negara berkembang atau ekonomi berkembang, yang akan menjadi masukan penting menuju COP26 Glasgow pada tahun ini.
"Pada masa depan, proses transisi energi memberlakukan standar yang lebih canggih pada lingkungan, sosial, dan tata kelola. Oleh karena itu, negara berkembang akan menghadapi beberapa tantangan di sektor pendanaan. Tetapi, bukan hanya dukungan keuangan, komisi ini juga akan membantu negara-negara dengan seperangkat rekomendasi kebijakan, studi, dan penilaian manfaat sosio ekonomi, politik ekonomi dan teknologi dari transisi yang adil dalam konteks yang lebih luas," ujar Arifin.
Baca juga: Menteri Arifin: Transisi energi ke EBT mutlak diperlukan
Baca juga: RI - Jerman dukung transisi energi bersih
Baca juga: Indonesia-Singapura bahas peningkatan kerja sama transisi energi
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: