KLHK jelaskan latar belakang SBE masuk kategori non-B3
15 Maret 2021 17:01 WIB
Tangkapan layar - Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati memberikan keterangan kepada media dalam konferensi pers virtual, Jakarta, Senin (15/3/2021). (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan limbah kelapa sawit spent bleaching earth (SBE) dikategorikan dalam non-B3 karena kandungan minyaknya menjadi di bawah tiga persen.
"Yang diajukan ke kami dengan pengecualian, di bawah tiga persen kandungan minyaknya memang terbukti tidak mengandung limbah B3 lagi karena uji karakteristiknya menunjukkan tidak ada kandungan logam berat atau yang kemudian mendukung SBE sebagai B3," kata Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam taklimat media dipantau dari Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengatur pengecualian SBE dari kategori limbah B3 dengan syarat tertentu dan harus melewati pengujian spesifik kasus per kasus.
Baca juga: Apolin: Kapasitas industri oleokimia Indonesia terbesar di dunia
Namun, dengan terbitnya lampiran PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka SBE dengan kandungan minyak di bawah tiga persen masuk dalam kategori tidak berbahaya atau non-B3.
"Kalau di atas tiga persen tetap sebagai limbah B3 dengan nomor kode limbah B413," kata Vivien.
SBE adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses penyulingan minyak dari industri oleokimia. SBE yang masih mengandung kadar minyak tinggi dan ditimbun terbuka atau digunakan untuk menguruk tanah dapat mencemari lingkungan.
Pemanfaatan SBE dengan teknologi khusus untuk mengurangi kandungan minyak menjadi tiga persen dapat menghasilkan minyak biodiesel, bahan baku fresh bleaching earth, pengganti bahan baku bata merah dan pemanfaatan oleh pabrik semen.
Baca juga: GIMNI minta SBE tak dikategorikan limbah B3
Baca juga: KLHK dorong pemanfaatan limbah SBE
"Yang diajukan ke kami dengan pengecualian, di bawah tiga persen kandungan minyaknya memang terbukti tidak mengandung limbah B3 lagi karena uji karakteristiknya menunjukkan tidak ada kandungan logam berat atau yang kemudian mendukung SBE sebagai B3," kata Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam taklimat media dipantau dari Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengatur pengecualian SBE dari kategori limbah B3 dengan syarat tertentu dan harus melewati pengujian spesifik kasus per kasus.
Baca juga: Apolin: Kapasitas industri oleokimia Indonesia terbesar di dunia
Namun, dengan terbitnya lampiran PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka SBE dengan kandungan minyak di bawah tiga persen masuk dalam kategori tidak berbahaya atau non-B3.
"Kalau di atas tiga persen tetap sebagai limbah B3 dengan nomor kode limbah B413," kata Vivien.
SBE adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses penyulingan minyak dari industri oleokimia. SBE yang masih mengandung kadar minyak tinggi dan ditimbun terbuka atau digunakan untuk menguruk tanah dapat mencemari lingkungan.
Pemanfaatan SBE dengan teknologi khusus untuk mengurangi kandungan minyak menjadi tiga persen dapat menghasilkan minyak biodiesel, bahan baku fresh bleaching earth, pengganti bahan baku bata merah dan pemanfaatan oleh pabrik semen.
Baca juga: GIMNI minta SBE tak dikategorikan limbah B3
Baca juga: KLHK dorong pemanfaatan limbah SBE
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: