Kajian ilmiah perlu sebagai dasar regulasi produk tembakau alternatif
15 Maret 2021 08:40 WIB
Pengunjung melihat produk tembakau saat Festival Industri Tembakau Garut 2020 di kawasan Waterboom Banyoe Sinergi Mandala, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). ANTARA FOTO/Candra Yanuarsyah/pras.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada, Satria Aji Imawan menilai perlu kajian ilmiah yang komprehensif sebagai dasar pembuatan regulasi untuk produk tembakau alternatif.
Menurut Satria, dengan berbasis ilmiah, regulasi yang dihasilkan nantinya dapat menyesuaikan profil risiko dan karakteristik secara spesifik dari suatu produk sehingga tidak semua produk memiliki perlakuan yang sama.
"Pemerintah perlu mempelajari secara mendalam berbagai kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif. Basis evidence ini penting bagi para pembuat kebijakan sebagai acuan yang sahih terhadap perumusan regulasi produk alternatif tembakau, sehingga jika dibuat regulasi sama dengan rokok, maka saya rasa bukan langkah yang tepat," ujar Satria melalui keterangan di Jakarta, Senin.
Saat ini, regulasi terhadap produk tembakau alternatif baru tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait tarif cukai yang diterbitkan setiap tahun.
Dengan demikian, terdapat kekosongan regulasi yang mengatur secara komprehensif atas informasi mengenai produk, tata cara pemasaran dan pengawasan, peringatan kesehatan yang sesuai fakta dan risikonya, hingga pelarangan penggunaan oleh anak di bawah usia 18 tahun.
"Aturan ini berperan sangat penting, terutama tentang pembatasan penggunaan oleh anak-anak. Pemerintah perlu untuk memulai diskusi serius mengenai regulasi produk tembakau alternatif. Jangan sampai produk ini sudah berkembang dengan pesat di masyarakat, tetapi regulasinya belum memadai," kata Satria.
Satria menambahkan bahwa masyarakat berharap adanya dukungan pemerintah dalam bentuk perumusan regulasi yang menekankan bahwa produk alternatif tembakau merupakan salah satu terobosan kebijakan yang baru.
"Untuk menekankan inovasi produk alternatif tembakau ini, masyarakat dan pelaku usaha tentunya ingin pemerintah menerbitkan dukungan regulasi. Sehingga, adanya regulasi yang inovatif menunjukkan keseriusan pemerintah di dalam perkembangan teknologi dan pemberian dampak kesehatan yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan,” ujar Satria.
Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantung nikotin, seringkali menghadapi tantangan dalam penerimaannya di masyarakat. Padahal, produk inovasi hasil riset ilmiah dan pengembangan teknologi diklaim dapat menjadi alternatif yang memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.
Satria mengatakan fenomena itu terjadi karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap potensi yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif.
Menurutnya, potensi produk tembakau alternatif tidak terlalu menyerap atensi masyarakat, karena absennya kerja sama yang komprehensif antara pemerintah, pakar kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, hingga akademisi dalam hal edukasi dan sosialisasi mengenai produk tersebut.
"Sehingga, kerja sama ini perlu didorong agar aspek edukasi dan sosialisasi terkait produk tembakau alternatif yang berbeda dari rokok dapat dicapai. Dengan langkah-langkah tersebut, tingkat kesadaran masyarakat akan meningkat dan jadi lebih terbuka terhadap penerimaan alternatif ini," ujar Satria.
Baca juga: Komisi I DPR: Banyak UU dukung pelarangan iklan rokok
Baca juga: Kontribusi cukai naik, legislator dorong insentif bagi industri HPTL
Baca juga: Pengamat: Regulasi produk hasil tembakau olahan agar segera dirumuskan
Menurut Satria, dengan berbasis ilmiah, regulasi yang dihasilkan nantinya dapat menyesuaikan profil risiko dan karakteristik secara spesifik dari suatu produk sehingga tidak semua produk memiliki perlakuan yang sama.
"Pemerintah perlu mempelajari secara mendalam berbagai kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif. Basis evidence ini penting bagi para pembuat kebijakan sebagai acuan yang sahih terhadap perumusan regulasi produk alternatif tembakau, sehingga jika dibuat regulasi sama dengan rokok, maka saya rasa bukan langkah yang tepat," ujar Satria melalui keterangan di Jakarta, Senin.
Saat ini, regulasi terhadap produk tembakau alternatif baru tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait tarif cukai yang diterbitkan setiap tahun.
Dengan demikian, terdapat kekosongan regulasi yang mengatur secara komprehensif atas informasi mengenai produk, tata cara pemasaran dan pengawasan, peringatan kesehatan yang sesuai fakta dan risikonya, hingga pelarangan penggunaan oleh anak di bawah usia 18 tahun.
"Aturan ini berperan sangat penting, terutama tentang pembatasan penggunaan oleh anak-anak. Pemerintah perlu untuk memulai diskusi serius mengenai regulasi produk tembakau alternatif. Jangan sampai produk ini sudah berkembang dengan pesat di masyarakat, tetapi regulasinya belum memadai," kata Satria.
Satria menambahkan bahwa masyarakat berharap adanya dukungan pemerintah dalam bentuk perumusan regulasi yang menekankan bahwa produk alternatif tembakau merupakan salah satu terobosan kebijakan yang baru.
"Untuk menekankan inovasi produk alternatif tembakau ini, masyarakat dan pelaku usaha tentunya ingin pemerintah menerbitkan dukungan regulasi. Sehingga, adanya regulasi yang inovatif menunjukkan keseriusan pemerintah di dalam perkembangan teknologi dan pemberian dampak kesehatan yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan,” ujar Satria.
Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantung nikotin, seringkali menghadapi tantangan dalam penerimaannya di masyarakat. Padahal, produk inovasi hasil riset ilmiah dan pengembangan teknologi diklaim dapat menjadi alternatif yang memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.
Satria mengatakan fenomena itu terjadi karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap potensi yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif.
Menurutnya, potensi produk tembakau alternatif tidak terlalu menyerap atensi masyarakat, karena absennya kerja sama yang komprehensif antara pemerintah, pakar kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, hingga akademisi dalam hal edukasi dan sosialisasi mengenai produk tersebut.
"Sehingga, kerja sama ini perlu didorong agar aspek edukasi dan sosialisasi terkait produk tembakau alternatif yang berbeda dari rokok dapat dicapai. Dengan langkah-langkah tersebut, tingkat kesadaran masyarakat akan meningkat dan jadi lebih terbuka terhadap penerimaan alternatif ini," ujar Satria.
Baca juga: Komisi I DPR: Banyak UU dukung pelarangan iklan rokok
Baca juga: Kontribusi cukai naik, legislator dorong insentif bagi industri HPTL
Baca juga: Pengamat: Regulasi produk hasil tembakau olahan agar segera dirumuskan
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: