KLHK sebut abu PLTU masuk kategori non-B3 sudah berdasarkan sains
12 Maret 2021 18:43 WIB
Tangkapan layar - Sekretaris Ditjen PSLB3 KLHK Sayid Muhadhar (kanan) dan Direktur Verifikasi Pengelolaan LImbah B3 dan Non-B3 KLHK Achmad Gunawan Widjaksono dalam konferesi pers KLHLK di Jakarta, Jumat (12/3/2021) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan pengategorian limbah abu batu bara dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai bukan bahan berbahaya dan beracun atau non-B3, telah sesuai dengan dasar saintifik.
"KLHK ketika mengambil kebijakan atau keputusan tidak ada karena dipaksa orang. Kami sebagai instansi teknis pasti punya alasan saintifik, jadi semua itu berdasarkan scientific based knowledge," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan pengategorian fly ash dan bottom ash (FABA) dari proses pembakaran batu bara yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal atau chain grate stoker seperti di PLTU menjadi limbah non-B3 karena pembakarannya sudah dilakukan dengan temperatur tinggi.
Hal itu menjadikan karbon dalam FABA hasil dari PLTU menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan. Alasan itulah yang menjadikan FABA dari hasil pembakaran pulverized coal atau chain grate stoker dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan substitusi material.
Sementara itu, limbah yang dihasilkan oleh fasilitas dengan fasilitas stoker boiler atau tungku industri masih masuk dalam kategori B3 dengan kode B409 untuk fly ash atau abu terbang dan B410 untuk bottom ash atau abu padat.
Baca juga: KLHK: Pengelolaan limbah abu PLTU harus sesuai standar meski non-B3
Sekretaris Ditjen PSLB3 KLHK Sayid Muhadhar menegaskan pengelolaan FABA telah diatur dengan ketat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kita lihat di Pasal 455, setiap orang yang menghasilkan limbah non-B3 wajib melakukan penyimpanan terhadap limbah non-B3 yang dihasilkannya sebelum dilakukan pengelolaan lebih lanjut," katanya.
Di pasal 460 juga menegaskan bahwa pemanfaatan limbah B3 harus dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan teknologi, standar produk dan baku mutu lingkungan hidup.
Menurut data KLHK pada 2020, 13 unit PLTU di Pulau Jawa telah menghasilkan 2.222.408,44 ton FABA, 13 unit di Pulau Sumatera 436.043,75 ton, enam unit di Kalimantan 136.880,88 ton, lima unit di Sulawesi 79.168,67 ton, empat unit di Nusa Tenggara 35.622,08 ton, serta satu unit di Maluku dan Papua masing-masing menghasilkan 6.057,40 ton dan 1.534,76 ton.
Baca juga: KLHK pastikan mitigasi dilakukan terkait masalah debu PLTU Suralaya
Baca juga: KLHK bantah semua limbah abu batu bara dikeluarkan dari kategori B3
"KLHK ketika mengambil kebijakan atau keputusan tidak ada karena dipaksa orang. Kami sebagai instansi teknis pasti punya alasan saintifik, jadi semua itu berdasarkan scientific based knowledge," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan pengategorian fly ash dan bottom ash (FABA) dari proses pembakaran batu bara yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal atau chain grate stoker seperti di PLTU menjadi limbah non-B3 karena pembakarannya sudah dilakukan dengan temperatur tinggi.
Hal itu menjadikan karbon dalam FABA hasil dari PLTU menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan. Alasan itulah yang menjadikan FABA dari hasil pembakaran pulverized coal atau chain grate stoker dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan substitusi material.
Sementara itu, limbah yang dihasilkan oleh fasilitas dengan fasilitas stoker boiler atau tungku industri masih masuk dalam kategori B3 dengan kode B409 untuk fly ash atau abu terbang dan B410 untuk bottom ash atau abu padat.
Baca juga: KLHK: Pengelolaan limbah abu PLTU harus sesuai standar meski non-B3
Sekretaris Ditjen PSLB3 KLHK Sayid Muhadhar menegaskan pengelolaan FABA telah diatur dengan ketat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kita lihat di Pasal 455, setiap orang yang menghasilkan limbah non-B3 wajib melakukan penyimpanan terhadap limbah non-B3 yang dihasilkannya sebelum dilakukan pengelolaan lebih lanjut," katanya.
Di pasal 460 juga menegaskan bahwa pemanfaatan limbah B3 harus dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan teknologi, standar produk dan baku mutu lingkungan hidup.
Menurut data KLHK pada 2020, 13 unit PLTU di Pulau Jawa telah menghasilkan 2.222.408,44 ton FABA, 13 unit di Pulau Sumatera 436.043,75 ton, enam unit di Kalimantan 136.880,88 ton, lima unit di Sulawesi 79.168,67 ton, empat unit di Nusa Tenggara 35.622,08 ton, serta satu unit di Maluku dan Papua masing-masing menghasilkan 6.057,40 ton dan 1.534,76 ton.
Baca juga: KLHK pastikan mitigasi dilakukan terkait masalah debu PLTU Suralaya
Baca juga: KLHK bantah semua limbah abu batu bara dikeluarkan dari kategori B3
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: