Antrean dan diskriminasi mendominasi keluhan peserta BPJS Kesehatan
8 Maret 2021 17:35 WIB
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam acara peluncuran Program “BPJS Kesehatan Mendengar” yang digelar di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Senin (8/3/2021). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Persoalan antrean dan diskriminasi layanan mendominasi keluhan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam kurun tujuh tahun terakhir, kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.
"Keluhan terbanyak itu merasa dianaktirikan, kemudian antrean itu lama bisa lima jam sampai enam jam itu masuk (laporan)," katanya dalam acara peluncuran Program “BPJS Kesehatan Mendengar” yang digelar di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Senin.
Ali mengatakan diperlukan pengembangan terhadap sistem antrean secara online yang memungkinkan peserta dapat mengukur waktu pelayanan di rumah sakit.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan: Pandemi dorong munculnya berbagai inovasi
Harapannya, setiap peserta akan memperoleh informasi penjadwalan pelayanan kesehatan sehingga dapat mendatangi fasilitas kesehatan tanpa perlu lagi mengantre.
Namun sistem tersebut, kata Ali, tidak bisa digarap hanya oleh BPJS Kesehatan, tetapi memerlukan kerja sama dengan pengelola rumah sakit serta edukasi bagi masyarakat.
Sistem tersebut akan dibangun berlandaskan aplikasi digital yang bisa diakses penerima manfaat melalui telepon genggam.
Baca juga: BPJS Kesehatan fokus tingkatkan layanan dengan urai antrean
"Jadi, bila pasien itu dirujuk, maka dokter di layanan primer maupun peserta bisa cek di hp mereka. Tempat tidur di rumah sakit itu sudah penuh atau belum. Jangan sampai pasien 'dipingpong'," katanya.
Sementara itu agenda "BPJS Kesehatan Mendengar" dibuat dalam rangka membangun ekosistem Program JKN-KIS yang ideal.
BPJS Kesehatan berupaya melakukan optimalisasi sinergi lintas sektoral dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, tenaga medis, pemberi kerja, asosiasi fasilitas kesehatan, organisasi profesi, akademisi, pakar, dan stakeholders JKN-KIS lainnya.
"Program ini guna menjaring berbagai masukan dan saran yang konstruktif dari para stakeholders JKN-KIS tersebut," katanya.
Baca juga: Ali Ghufron ingin BPJS Kesehatan tingkatkan kualitas pelayanan
"Keluhan terbanyak itu merasa dianaktirikan, kemudian antrean itu lama bisa lima jam sampai enam jam itu masuk (laporan)," katanya dalam acara peluncuran Program “BPJS Kesehatan Mendengar” yang digelar di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Senin.
Ali mengatakan diperlukan pengembangan terhadap sistem antrean secara online yang memungkinkan peserta dapat mengukur waktu pelayanan di rumah sakit.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan: Pandemi dorong munculnya berbagai inovasi
Harapannya, setiap peserta akan memperoleh informasi penjadwalan pelayanan kesehatan sehingga dapat mendatangi fasilitas kesehatan tanpa perlu lagi mengantre.
Namun sistem tersebut, kata Ali, tidak bisa digarap hanya oleh BPJS Kesehatan, tetapi memerlukan kerja sama dengan pengelola rumah sakit serta edukasi bagi masyarakat.
Sistem tersebut akan dibangun berlandaskan aplikasi digital yang bisa diakses penerima manfaat melalui telepon genggam.
Baca juga: BPJS Kesehatan fokus tingkatkan layanan dengan urai antrean
"Jadi, bila pasien itu dirujuk, maka dokter di layanan primer maupun peserta bisa cek di hp mereka. Tempat tidur di rumah sakit itu sudah penuh atau belum. Jangan sampai pasien 'dipingpong'," katanya.
Sementara itu agenda "BPJS Kesehatan Mendengar" dibuat dalam rangka membangun ekosistem Program JKN-KIS yang ideal.
BPJS Kesehatan berupaya melakukan optimalisasi sinergi lintas sektoral dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, tenaga medis, pemberi kerja, asosiasi fasilitas kesehatan, organisasi profesi, akademisi, pakar, dan stakeholders JKN-KIS lainnya.
"Program ini guna menjaring berbagai masukan dan saran yang konstruktif dari para stakeholders JKN-KIS tersebut," katanya.
Baca juga: Ali Ghufron ingin BPJS Kesehatan tingkatkan kualitas pelayanan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021
Tags: