Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera melakukan rekayasa hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau dan kalimantan Barat (Kalbar).

"Pelaksanaan TMC di Provinsi Riau rencananya dimulai pada 9 Maret 2021, sedangkan di Provinsi Kalimantan Barat dilaksanakan mulai 11 Maret 2021," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, R. Basar Manullang melalui siaran pers di Jakarta, Minggu.

R. Basar Manullang menyebutkan TMC merupakan salah satu upaya paling efektif mencegah karhutla di tahun 2020, karena hasilnya dapat membasahi gambut, mengisi kanal serta embung untuk membantu tim pemadam darat.

Baca juga: BPPT: Hujan buatan untuk antisipasi karhutla Riau mulai Maret 2021

Baca juga: BPPT siapkan 25 ton NaCl untuk rekayasa cuaca antisipasi hujan ekstrem


Dia mengatakan KLHK telah berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), dan Kementerian Pertanian untuk mengantisipasi menjelang musim panas di beberapa wilayah rawan karhutla serta potensi untuk dilakukannya rekayasa hujan bagi daerah-daerah yang akan mengalami bulan kering atau curah hujan rendah dalam waktu dekat, seperti Riau dan Kalimantan Barat.

Menurut Basar, dalam rangka kesiapsiagaan dan mendukung pengerahan sumber daya, dua Pemprov ini telah menetapkan status siaga darurat bencana karhutla, sehingga BNPB siap memberikan dukungan termasuk dalam menerapkan TMC.

"Pesawat yang akan digunakan dalam penyemaian awan operasi TMC ini adalah pesawat Cassa 212-200 dan pesawat CN-295 dukungan dari TNI AU. Posko operasi TMC akan berada di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru dan Lanud Soepadio Pontianak. Saat ini tim teknis sedang menyelesaikan proses pengangkutan bahan semai ke posko-posko operasi tersebut," tambahnya.

Berdasarkan analisis BMKG, La Nina masih bertahan pada intensitas sedang atau moderate, sedangkan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam fase netral. La Nina masih akan bertahan pada level moderate dan berangsur menuju netral pada semester I 2021, sedangkan IOD akan berada pada kisaran netral.

Pada Maret – April 2021, sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan masih berpotensi mendapatkan curah hujan menengah hingga tinggi (200 – 500 mm/bulan), sedangkan sebagian besar Papua dan sebagian Sulawesi berpotensi mendapatkan curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi (> 500 mm/bulan).

Secara umum, bulan Mei 2021 diperkirakan fase transisi dari musim hujan ke musim kemarau.

"Diperkirakan pada bulan Mei merupakan transisi musim hujan ke kemarau. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah untuk mengantisipasi tingkat kekeringan gambut yang mudah terbakar pada wilayah-wilayah tertentu. Mempertimbangkan kondisi tersebut, perlu untuk dilakukan TMC melalui rekayasa hujan pada awal Maret," tutur Basar.

Dia menjelaskan TMC dilakukan pada waktu tersebut, karena pada Maret masih terdapat awan potensial yang dapat disemai menjadi hujan. Hal ini sekaligus sebagai upaya mengurangi potensi terjadinya karhutla di beberapa daerah yang dalam beberapa waktu terakhir mengalami karhutla.

"Terlebih masih di masa pandemi COVID-19 dan menjelang bulan Ramadhan untuk menjamin agar masyarakat tidak mendapatkan dampak yang menyulitkan akibat dari karhutla dalam menjalani aktivitas sehari-hari," kata dia.

Presiden RI telah memberikan arahan untuk pengendalian karhutla tahun 2021, di antaranya untuk selalu mengecek secara konsisten tinggi muka air gambut, kanal dan embung.

Baca juga: Modifikasi cuaca tahap 3 di Riau hasilkan 290,3 juta m3 air hujan

Baca juga: Riau minta bantuan pusat untuk jalankan operasi hujan buatan


Keberadaan teknologi yang memungkinkan kemampuan membaca tanda-tanda alam harus betul-betul dioptimalkan.

KLHK bersama BMKG, BPPT, BNPB, TNI AU, pemerintah daerah serta dukungan pakar iklim dari akademisi terus mengembangkan penerapan teknologi yang mendukung upaya pencegahan karhutla.

"TMC didorong menjadi salah satu upaya permanen dalam pengendalian karhutla. TMC dilakukan dengan meniru proses yang terjadi di dalam awan melalui aktivitas penyemaian awan (cloud seeding). Sejumlah partikel higroskopik yang dibawa dengan pesawat sengaja diinjeksikan langsung ke dalam awan agar proses pengumpulan butiran tetes air di dalam awan segera dimulai. Penyemaian awan bertujuan untuk mempercepat proses tumbukan dan penggabungan butir air di dalam awan, sehingga terjadi hujan," papar Basar.