Artikel
Disinformasi Bisfenol A senyawa berbahaya dalam plastik kemasan
Oleh Hanni Sofia
7 Maret 2021 09:59 WIB
Kemasan galon air minum, yang berfungsi untuk menjaga kualitas produk sejak diproduksi hingga dikonsumsi. ANTARA/Humas Danone Indonesia/Hanni Sofia S/pri.
Jakarta (ANTARA) - Kampanye mengenai bahaya Bisfenol A (BPA) yang umumnya terdapat dalam kemasan plastik konsumsi telah bergaung sedari lama.
Namun disinfomasi mengenai senyawa kimia tersebut kerap kali menyesatkan masyarakat sehingga menutupi fakta yang sebenarnya.
Edukasi mengenai BPA sangat diperlukan agar masyarakat tak terjebak dalam korban promosi produk yang senantiasa menyertakan slogan BPA Free dalam setiap produk mereka tanpa sebelumnya memberikan edukasi yang memadai.
Faktanya, hingga saat ini disinformasi mengenai senyawa BPA masih terus terjadi bahkan seakan menjadi alat untuk menyerang dalam perang bisnis antar merek untuk produk konsumsi.
Seperti yang saat ini sedang terjadi ketika kampanye bahaya Bisfenol A digaungkan terkandung dalam galon guna ulang PolyCarbonat (PC).
Hal ini menjadi keresahan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat mengingat dalam kehidupan masyarakat modern konsumsi air galon sudah menjadi keseharian.
Sekelompok orang bahkan melakukan kampanye penggalangan dana untuk terus menghembuskan isu berbahayanya BPA yang terkandung dalam kemasan air guna ulang.
Masyarakat pun kemudian didorong untuk lebih cerdas mengedukasi diri dan mencari tahu lebih dalam tentang BPA dan membuktikan informasi bahwa kemasan plastik yang digunakannya tetap aman untuk kepentingan konsumsi.
Baca juga: Praktik gugatan "citizen law suit" dalam isu keberlanjutan lingkungan
Baca juga: "No Time To Die" habiskan 8.400 galon Coca-Cola aksi sepeda motor
Informasi Meresahkan
Kampanye berbahayanya BPA dalam kemasan minuman guna ulang jelas menjadi informasi yang meresahkan bagi sebagian masyarakat perkotaan yang sangat tergantung pada air minum dalam kemasan.
Pemerintah pun diharapkan bersikap untuk membuat disinformasi menemui titik cerah dan menghadirkan fakta yang sebenarnya terjadi.
Menanggapi fenomena ini, Plt. Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, sangat menyayangkan perilaku penyebaran disinformasi yang menyesatkan.
Menurutnya, Kemenkominfo sudah menyatakan bahwa berita-berita terkait bahaya BPA dalam kemasan air minum terutama galon guna ulang itu sebagai disinformasi.
“Kami sudah menyatakan informasi tersebut sebagai disinformasi. Karena dari sektor terkait yang dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah menyatakan bahwa kandungan BPA dalam galon guna ulang itu dalam ambang batas yang aman untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Lebih jauh soal itu, pihaknya menegaskan akan memblokir konten-konten yang berisi informasi yang keliru dan mengundang keresahan di kalangan masyarakat. Konten-konten berbau disinformasi dinilai berbahaya dan tergolong dalam kabar bohong atau hoaks.
Untuk itu, ia menyarankan pihak-pihak terkait termasuk BPOM untuk turut mendukung dengan menerbitkan permintaan resmi kepada Kemenkominfo agar memblokir konten-konten berbau disinformasi. “Secara prinsip itu bisa diblokir,” katanya.
Sebelumnya, BPOM melalui laman resminya memastikan bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) terutama galon guna ulang yang beredar di pasaran hingga kini aman untuk dikonsumsi.
Disebutkan, sehubungan dengan beredarnya informasi bahwa kandungan BisfenolA (BPA) pada kemasan galon AMDK yang digunakan secara berulang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, BPOM memandang perlu memberikan penjelasan terkait hal itu.
Berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari PoliCarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.
Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC.
Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) juga sebelumnya telah menyatakan bahwa belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA galon AMDK, karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan.
EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram/kg berat badan/hari.
Penelitian tentang paparan BPA oleh Elsevier pada 2017 menunjukkan kisaran paparan sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berat badan/hari, sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.
Parameter SNI
Keraguan mengenai kandungan berbahaya dalam plastik kemasan sudah saatnya disingkirkan mengingat beberapa penelitian internasional menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Abdul Rochim, juga menyampaikan produk kemasan galon guna ulang aman bagi konsumen. Hal itu karena telah melalui proses pengujian parameter Standar Nasional Indonesia (SNI) di laboratorium yang telah ditunjuk dan mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Pengawasan terhadap produk AMDK juga dilakukan secara berkala. Termasuk di dalamnya pengawasan terhadap fasilitas dan proses pembersihan galon guna ulangnya.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito, mengatakan produk yang memiliki logo SNI seperti galon guna ulang sudah melalui pemeriksaan (audit), baik dari sisi kesesuaian produk terhadap SNI yang ada maupun konsistensinya, termasuk parameter yang melindungi konsumen dari bahaya akibat penggunaan produk tersebut.
Apalagi sertifikasi produk tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang bebas dari interest tertentu, sehingga diharapkan bisa lebih obyektif dalam menilai suatu produk.
Maka kemudian Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Eko Hari Purnomo, berani menegaskan bahwa sangat kecil kemungkinan terjadinya migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam galon guna ulang yang berbahan Polikarbonat (PC).
Itu karena air bukan pelarut yang baik untuk BPA, apalagi pada suhu ruangan. Hasil studi juga menemukan kecil kemungkinan untuk BPA bermigrasi dalam air.
Beberapa peneliti di luar negeri seperti Eropa dan Amerika yang mengingatkan akan bahaya Bisfenol A (BPA) terhadap kesehatan manusia khususnya calon bayi ibu hamil dan bayi, hal itu juga lebih ditujukan kepada kemasan botol susu bayi dan bukan air kemasan galon.
Karena, susu bayi itu mengandung lemak yang bisa melarutkan BPA sehingga bisa mempercepat migrasinya dari kemasan. Tapi jika botol itu hanya berisi air saja, kecil kemungkinan BPA itu akan bermigrasi karena air tidak bisa melarutkan BPA.
Kecerdasan mengolah informasi di kalangan masyarakat kemudian menjadi kunci agar disinformasi dan tersebarnya hoaks yang meresahkan dapat teratasi. Pada akhirnya masyarakat yang semakin cerdas mengelola informasi menjadi cermin kedewasaan dan kematangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca juga: Celah ekonomi dari produk hijau
Baca juga: Kandungan BPA pada galon isi ulang berbahaya? Ini penjelasan BPOM
Baca juga: Pakar kesehatan sarankan hindari konsumsi dari wadah mengandung BPA
Namun disinfomasi mengenai senyawa kimia tersebut kerap kali menyesatkan masyarakat sehingga menutupi fakta yang sebenarnya.
Edukasi mengenai BPA sangat diperlukan agar masyarakat tak terjebak dalam korban promosi produk yang senantiasa menyertakan slogan BPA Free dalam setiap produk mereka tanpa sebelumnya memberikan edukasi yang memadai.
Faktanya, hingga saat ini disinformasi mengenai senyawa BPA masih terus terjadi bahkan seakan menjadi alat untuk menyerang dalam perang bisnis antar merek untuk produk konsumsi.
Seperti yang saat ini sedang terjadi ketika kampanye bahaya Bisfenol A digaungkan terkandung dalam galon guna ulang PolyCarbonat (PC).
Hal ini menjadi keresahan tersendiri bagi sebagian besar masyarakat mengingat dalam kehidupan masyarakat modern konsumsi air galon sudah menjadi keseharian.
Sekelompok orang bahkan melakukan kampanye penggalangan dana untuk terus menghembuskan isu berbahayanya BPA yang terkandung dalam kemasan air guna ulang.
Masyarakat pun kemudian didorong untuk lebih cerdas mengedukasi diri dan mencari tahu lebih dalam tentang BPA dan membuktikan informasi bahwa kemasan plastik yang digunakannya tetap aman untuk kepentingan konsumsi.
Baca juga: Praktik gugatan "citizen law suit" dalam isu keberlanjutan lingkungan
Baca juga: "No Time To Die" habiskan 8.400 galon Coca-Cola aksi sepeda motor
Informasi Meresahkan
Kampanye berbahayanya BPA dalam kemasan minuman guna ulang jelas menjadi informasi yang meresahkan bagi sebagian masyarakat perkotaan yang sangat tergantung pada air minum dalam kemasan.
Pemerintah pun diharapkan bersikap untuk membuat disinformasi menemui titik cerah dan menghadirkan fakta yang sebenarnya terjadi.
Menanggapi fenomena ini, Plt. Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, sangat menyayangkan perilaku penyebaran disinformasi yang menyesatkan.
Menurutnya, Kemenkominfo sudah menyatakan bahwa berita-berita terkait bahaya BPA dalam kemasan air minum terutama galon guna ulang itu sebagai disinformasi.
“Kami sudah menyatakan informasi tersebut sebagai disinformasi. Karena dari sektor terkait yang dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah menyatakan bahwa kandungan BPA dalam galon guna ulang itu dalam ambang batas yang aman untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Lebih jauh soal itu, pihaknya menegaskan akan memblokir konten-konten yang berisi informasi yang keliru dan mengundang keresahan di kalangan masyarakat. Konten-konten berbau disinformasi dinilai berbahaya dan tergolong dalam kabar bohong atau hoaks.
Untuk itu, ia menyarankan pihak-pihak terkait termasuk BPOM untuk turut mendukung dengan menerbitkan permintaan resmi kepada Kemenkominfo agar memblokir konten-konten berbau disinformasi. “Secara prinsip itu bisa diblokir,” katanya.
Sebelumnya, BPOM melalui laman resminya memastikan bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) terutama galon guna ulang yang beredar di pasaran hingga kini aman untuk dikonsumsi.
Disebutkan, sehubungan dengan beredarnya informasi bahwa kandungan BisfenolA (BPA) pada kemasan galon AMDK yang digunakan secara berulang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, BPOM memandang perlu memberikan penjelasan terkait hal itu.
Berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari PoliCarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0.01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman.
Untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC.
Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) juga sebelumnya telah menyatakan bahwa belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA galon AMDK, karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan.
EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram/kg berat badan/hari.
Penelitian tentang paparan BPA oleh Elsevier pada 2017 menunjukkan kisaran paparan sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berat badan/hari, sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.
Parameter SNI
Keraguan mengenai kandungan berbahaya dalam plastik kemasan sudah saatnya disingkirkan mengingat beberapa penelitian internasional menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Abdul Rochim, juga menyampaikan produk kemasan galon guna ulang aman bagi konsumen. Hal itu karena telah melalui proses pengujian parameter Standar Nasional Indonesia (SNI) di laboratorium yang telah ditunjuk dan mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Pengawasan terhadap produk AMDK juga dilakukan secara berkala. Termasuk di dalamnya pengawasan terhadap fasilitas dan proses pembersihan galon guna ulangnya.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito, mengatakan produk yang memiliki logo SNI seperti galon guna ulang sudah melalui pemeriksaan (audit), baik dari sisi kesesuaian produk terhadap SNI yang ada maupun konsistensinya, termasuk parameter yang melindungi konsumen dari bahaya akibat penggunaan produk tersebut.
Apalagi sertifikasi produk tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang bebas dari interest tertentu, sehingga diharapkan bisa lebih obyektif dalam menilai suatu produk.
Maka kemudian Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Eko Hari Purnomo, berani menegaskan bahwa sangat kecil kemungkinan terjadinya migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam galon guna ulang yang berbahan Polikarbonat (PC).
Itu karena air bukan pelarut yang baik untuk BPA, apalagi pada suhu ruangan. Hasil studi juga menemukan kecil kemungkinan untuk BPA bermigrasi dalam air.
Beberapa peneliti di luar negeri seperti Eropa dan Amerika yang mengingatkan akan bahaya Bisfenol A (BPA) terhadap kesehatan manusia khususnya calon bayi ibu hamil dan bayi, hal itu juga lebih ditujukan kepada kemasan botol susu bayi dan bukan air kemasan galon.
Karena, susu bayi itu mengandung lemak yang bisa melarutkan BPA sehingga bisa mempercepat migrasinya dari kemasan. Tapi jika botol itu hanya berisi air saja, kecil kemungkinan BPA itu akan bermigrasi karena air tidak bisa melarutkan BPA.
Kecerdasan mengolah informasi di kalangan masyarakat kemudian menjadi kunci agar disinformasi dan tersebarnya hoaks yang meresahkan dapat teratasi. Pada akhirnya masyarakat yang semakin cerdas mengelola informasi menjadi cermin kedewasaan dan kematangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Baca juga: Celah ekonomi dari produk hijau
Baca juga: Kandungan BPA pada galon isi ulang berbahaya? Ini penjelasan BPOM
Baca juga: Pakar kesehatan sarankan hindari konsumsi dari wadah mengandung BPA
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021
Tags: