Dia menjelaskan huntap mandiri yang difasilitasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu dibangun di atas lahan warga yang ikut dalam program tersebut dengan syarat tidak masuk dalam zona merah atau jalur patahan, lalu memiliki dokumen sah.
Oleh karena itu, partisipasi warga dinilai sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi yang sedang berlangsung saat ini, sebagai bentuk upaya pengawasan.
"Jika ada kekeliruan dilakukan kontraktor silahkan melaporkan kepada fasilitator yang ditugaskan PUPR, atau berkoordinasi dengan kami," katanya.
Ia menginginkan, jika ada permasalahan timbul di lapangan agar diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak berlarut yang justru dapat memperlambat kegiatan konstruksi.
"Saya tahu para penyintas ingin sekali menempati hunian sebagai tempat tinggal permanen, karena hingga dua tahun pascabencana sebagian besar dari mereka masih tinggal di hunian sementara (huntara) maupun selter pengungsian," katanya.
Skema relokasi mandiri saat ini, masih menyasar warga penyintas Kota Palu, dan huntap mandiri yang sedang proses konstruksi menjadi percontohan untuk skema yang sama pada tahap selanjutnya di Kabupaten Sigi, Donggala dan Palu.
Saat ini, skema relokasi mandiri diikuti kurang lebih 160 keluarga tersebar di empat kelurahan yakni Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan sebanyak 95 unit, Kelurahan Duyu dan Kecamatan Tatanga enam unit, Kelurahan Kayumalue Pajeko dan Kelurahan Panau sebanyak 20 unit, dan Kecamatan Tawaeli 39 unit.
"Pemkot Palu dan pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR tetap fokus terhadap penanganan Rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa, tsunami dan likuefaksi," demikian Zulkifli.
Baca juga: Pemkot Palu verifikasi data penyintas bencana program relokasi mandiri
Baca juga: Relokasi mandiri korban tsunami di Mamboro, Palu disetujui warga
Baca juga: BPBD Palu: 1.200 kepala keluarga korban bencana siap di relokasi