Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengintensifkan kolaborasi teknologi dan peran serta masyarakat dalam rangka mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada tujuh provinsi rawan di Indonesia.

Kepala BRGM, Hartanto Prawiratmadja yang dijumpai ANTARA pada acara 'Kick Off' Penanaman Mangrove di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang, Banten, Rabu, mengemukakan kolabarasi itu penting diterapkan untuk menjaga kelestarian 900.000 hektare hutan gambut yang berhasil direstorasi hingga akhir 2020.

"Untuk antisipasi yang 900.000 hektare tadi kami bekerja sama dengan masyarakat. Kita bina untuk menjaga dan pastikan semua infrastruktur yang dibangun dalam kondisi aman," katanya.

Ada tiga pendekatan restorasi gambut di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.

Secara prinsip, restorasi gambut dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pembasahan, penanaman kembali dan revitalisasi mata pencaharian masyarakat.

Pembasahan gambut berfungsi untuk meningkatkan kadar kelembapan gambut. Pembasahan dilakukan dengan membangun Infrastuktur Pembasahan Gambut (IPG) berupa sekat kanal, penimbunan kanal, dan pembuatan sumur bor.

BRGM bersama mitra restorasi telah membangun 6.947 sekat kanal, 427 timbun kanal dan 15.348 sumur bor, 30 paket revegetasi dengan total area 1.709,35 ha dan 1.214 paket revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat, serta melibatkan 29.664 anggota masyarakat.

"Ada semacam bantuan dari Pemerintah Pusat lewat BRGM untuk bersama melakukan patroli rutin meliat ada kanal yang jebol atau tidak," katanya.

Berikutnya adalah adalah pengecekan semua sumur bor yang dibuat untuk kesiapan setiap kemarau tiba.

"Kita cek mesinnya antara April sampai Oktober mereka standby. Kita siapkan biaya operasional untuk bahan bakar BBM dan lainnya.

BRGM melakukan pemantauan kelembapan gambut dengan mengintegrasikan teknologi Sipalaga dan Sepal.

Sipalaga merupakan teknologi Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut secara 'real time' dengan dukungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Universitas Hokkaido.

Selain itu, BRGM juga melakukan pemantauan kelembapan melalui teknologi pengindraan jauh dengan platform System for Earth Observation Data Access, Processing & Analysis for Monitoring (Sepal) bekerja sama dengan FAO.

Sepal merupakan sistem pemantauan kelembapan tanah berbasis inderaja secara near real time yang diperbaharui setiap lima hingga sepuluh hari.

Dengan basis indraja, kata Hartono, Sepal dapat memantau kelembapan tanah untuk tujuh provinsi yang menjadi fokus BRGM. Laman SIPALAGA dapat diakses melalui https://sipalaga.brg.go.id.

Baca juga: Deputi BRG: Waspadai kebakaran hutan di tengah pandemi COVID-19

Baca juga: Hutan adat bagus untuk pemanfaatan berkelanjutan lahan gambut


Sejak 2016 hingga saat ini, BRGM telah memasang alat pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) sebanyak 154 unit yang tersebar di tujuh provinsi wilayah kerja, dengan rincian Provinsi Riau 52 unit, Jambi 16 unit, Sumatera Selatan 14 unit, Kalimantan Barat 20 unit, Kalimantan Tengah 41 unit, Kalimantan Selatan sembilan unit dan Papua 2 unit.

Hartono menambahkan integrasi Sipalaga dan Sepal menunjukkan korelasi yang cukup tinggi antara hasil pemantauan kelembapan tanah dan tinggi muka air tanah.

Pemantauan kelembapan tanah gambut ini penting untuk dijadikan salah satu indikator dalam mengukur dampak restorasi dan peringatan dini bahaya kebakaran.

Mengingat luasnya target restorasi, pemanfaatan Sepal dalam memprediksi kelembapan tanah melalui citra satelit menjadi lebih akurat setelah kalibrasi dari alat pemantau TMAT Sipalaga.

"Panduan Sipalaga-Sepal bisa dengan akurat dan cepat membaca kelembapan tanah, serta mencakup area yang luas," katanya.

Sejak dibentuk lewat payung hukum Perpres Nomor 1 Tahun 2016, BRGM mengemban tugas untuk memulihkan total 2 juta hektare lahan gambut yang mengalami kerusakan.

Hingga akhir 2020, BRGM telah merampungkan 900.000 hektare pekerjaan yang dilakukan bersama pemerintah daerah di lahan masyarakat yang belum ada konsesinya.

Selain itu, BRGM saat ini juga memiliki tugas tambahan untuk merestorasi total 1,2 juta hektare lahan gabut serta merestorasi 620.000 hektare ekosistem mangrove terdegradasi di Indonesia.

Baca juga: KLHK: Pencegahan karhutla gambut berperan signifikan turunkan emisi

Baca juga: BRG: Upaya pencegahan karhutla bukan tanggung jawab desa semata