Jakarta (ANTARA) - Kesuksesan sosialisasi ekonomi sirkular akan mendorong semakin banyak green jobs atau pekerjaan yang ramah lingkungan di Indonesia, menurut pendiri Waste4Change Bijaksana Junerosano.

"Semakin kita mendorong ekonomi sirkular semakin banyak green jobs yang muncul," kata Junerosano dalam diskusi virtual Coaction Indonesia membahas potensi pekerjaan ramah lingkungan, dipantau dari Jakarta pada Rabu.

Ekonomi sirkular merupakan prinsip ekonomi yang menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, memaksimalkan penggunaan, dan meregenerasi semua produk. Berbanding terbalik dengan ekonomi linier yang menggunakan prinsip buat, gunakan dan buang.

Menurut Seno, yang merupakan pendiri perusahaan pengelolaan sampah Waste4Change, kesuksesan bisnis berkelanjutan atau gerakan-gerakan yang mendorong gaya hidup ramah lingkungan memerlukan ekosistem yang tepat.

Membangun bisnis hijau di Indonesia dari awal tidaklah mudah, karena itu dia mendorong adanya ekosistem yang membuat gerakan hijau menjadi lebih sukses.

Baca juga: Legislator harapkan kebijakan nyata untuk pekerjaan ramah lingkungan
Baca juga: KLHK: Paradigma pengelolaan sampah berakhir di TPA harus ditinggalkan


Dia mengakui masih banyak tantangan terkait hal itu seperti adanya kecenderungan masyarakat mempertimbangkan harga dalam membeli jasa dan produk ramah lingkungan serta kebijakan yang masih belum fokus untuk pelestarian.

Adanya ekosistem itu juga akan mendukung penerapan solusi yang harus berkejaran dengan kerusakan lingkungan hidup yang masih terjadi sampai saat ini.

"Kerusakan lingkungan saat ini jauh lebih cepat dibanding solusi-solusi lingkungan," katanya.

Pentingnya ekosistem untuk green jobs itu juga ditegaskan oleh Asri Saraswati sebagai pendiri organisasi kewirausahaan sosial di bidang pertanian Agradaya.

Baca juga: Bappenas ungkap ekonomi sirkular sumbang Rp642 triliun PDB
Baca juga: Menciptakan mata rantai ekonomi dari pengelolaan sampah


Menurut Asri, yang lewat Agradaya melakukan optimalisasi hasil pertanian terutama rempah di Yogyakarta dan Jawa Timur, tidak cukup hanya pelatihan dan bimbingan untuk memastikan petani memiliki nilai tambah dari produknya.

Selain itu diperlukan juga kepastian akan rantai pasok dan penjamin atau offtaker seperti dengan adanya keterlibatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

"Misalnya ada desa penghasil rempah tapi tidak tahu mengolahnya, tapi jika dibuat pelatihan dan tidak ada offtaker akan sama saja. Jadi banyak juga desa datang ke kami minta diberi pelatihan supaya ke depannya bisa menjadi siklus rantai produksi yang tidak putus," tegas Asri.

Baca juga: Pakar dorong penerapan ekonomi sirkular di ASEAN lewat kebijakan utama
Baca juga: KLHK dorong perwujudan ekonomi sirkular lewat pengelolaan sampah