Kemenperin sebut impor baja 2020 turun 34 persen
3 Maret 2021 14:07 WIB
Dokumentasi - Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019). ANTARA FOTO/Asep Fathurahman.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier menyebutkan tahun 2020 merupakan lembaran baru bagi industri baja nasional karena berhasil menekan impor baja hingga 34 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Kita berhasil menekan impor sebesar 34 persen, di mana sebelumnya 2019, 2018, 2017, itu sering diwarnai banjir impor. Karena apa, kami menegakkan, mengatur supply demand secara smart, terstruktur dan sesuai dengan kapasitas industri nasional,” kata Taufik saat menghadiri media gathering secara virtual di Jakarta, Rabu.
Diketahui, impor baja untuk jenis slab, billet, bloom pada 2020 sebanyak 3.461.935 ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.664.159 ton.
Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja Hot Rolled Coil per Plate (HRC/P) yang pada 2020 menjadi 1.186.161 ton dari 1.649.937 ton. Sementara impor untuk jenis Cold Rolled Coil per Sheet (CRC/S) turun menjadi 591.638 ton tahun lalu dibandingkan tahun sebelumnya yakni 918.025 ton.
Terakhir untuk jenis baja lapis, impornya turun menjadi 1.016.049 pada 2020 dari 1.276.605 ton di tahun sebelumnya.
Kapasitas produksi bahan baku baja nasional yakni slab, billet, bloom, saat ini sebesar 13.098.000 ton dengan perkiraan produksi tahun 2020 sebesar 11.576.546 ton atau meningkat 30,25 persen dibandingkan 2019 yang kapasitas produksinya 8.888.000 ton.
“Utilisasi pada 2020 juga meningkat menjadi 88,38 persen dari 2019 yang utilisasinya 67,86 persen,” ungkap Taufik.
Menurut Taufik, hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja pada tahun pandemi 2020. Namun hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara yakni China, di mana produksinya justru meningkat 5,2 persen. Selain itu, produksi baja di Turki juga meningkat 6 persen, Iran meningkat 13 persen, dan Indonesia meningkat hingga 30,25 persen dibandingkan pada 2019.
“Industri baja itu indikator ekonomi. Kalau industri bajanya tumbuh, tentunya ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat. Dan yang penting adalah, kita harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” pungkas Taufik.
Baca juga: Legislator ingatkan baja impor murah ancam industri dalam negeri
Baca juga: Kemenperin dorong industri baja kurangi bahan baku impor
Baca juga: Impor baja dengan SNI palsu rugikan industri nasional
“Kita berhasil menekan impor sebesar 34 persen, di mana sebelumnya 2019, 2018, 2017, itu sering diwarnai banjir impor. Karena apa, kami menegakkan, mengatur supply demand secara smart, terstruktur dan sesuai dengan kapasitas industri nasional,” kata Taufik saat menghadiri media gathering secara virtual di Jakarta, Rabu.
Diketahui, impor baja untuk jenis slab, billet, bloom pada 2020 sebanyak 3.461.935 ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.664.159 ton.
Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja Hot Rolled Coil per Plate (HRC/P) yang pada 2020 menjadi 1.186.161 ton dari 1.649.937 ton. Sementara impor untuk jenis Cold Rolled Coil per Sheet (CRC/S) turun menjadi 591.638 ton tahun lalu dibandingkan tahun sebelumnya yakni 918.025 ton.
Terakhir untuk jenis baja lapis, impornya turun menjadi 1.016.049 pada 2020 dari 1.276.605 ton di tahun sebelumnya.
Kapasitas produksi bahan baku baja nasional yakni slab, billet, bloom, saat ini sebesar 13.098.000 ton dengan perkiraan produksi tahun 2020 sebesar 11.576.546 ton atau meningkat 30,25 persen dibandingkan 2019 yang kapasitas produksinya 8.888.000 ton.
“Utilisasi pada 2020 juga meningkat menjadi 88,38 persen dari 2019 yang utilisasinya 67,86 persen,” ungkap Taufik.
Menurut Taufik, hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja pada tahun pandemi 2020. Namun hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara yakni China, di mana produksinya justru meningkat 5,2 persen. Selain itu, produksi baja di Turki juga meningkat 6 persen, Iran meningkat 13 persen, dan Indonesia meningkat hingga 30,25 persen dibandingkan pada 2019.
“Industri baja itu indikator ekonomi. Kalau industri bajanya tumbuh, tentunya ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat. Dan yang penting adalah, kita harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” pungkas Taufik.
Baca juga: Legislator ingatkan baja impor murah ancam industri dalam negeri
Baca juga: Kemenperin dorong industri baja kurangi bahan baku impor
Baca juga: Impor baja dengan SNI palsu rugikan industri nasional
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: