PBNU: Investasi miras jadi bukti kekhawatiran terhadap Omnibus Law
2 Maret 2021 19:04 WIB
Foto tangkapan layar, Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj saat sambutan dalam acara Penganugerahan Ponpes Nurul Jadid, Probolinggo, yang digelar secara virtual. Kamis (7/1/2021). ANTARA/Novi H.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan investasi industri minuman keras jadi bukti dari kekhawatirannya terhadap UU Cipta Tenaga Kerja Omnibus Law, meski kini presiden telah mencabut lampiran Perpres 10/2021 yang memuat hal tersebut.
"Ini yang saya khawatirkan dengan Omnibus Law ini tentang turunannya UU ini. Omnibus Law ini digodok oleh sekelompok orang tertentu saja. Maka tidak pernah berbicara pertimbangan nilai selain pertimbangan keuntungan," ujar Said Aqil saat menggelar preskon di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Selasa
Kebijakan perizinan investasi bagi industri minuman keras di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken Jokowi pada 2 Februari 2021.
Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kendati demikian, Presiden Joko Widodo telah resmi membatalkan Perpres itu setelah rangkaian protes dari berbagai pihak.
PBNU sejak awal menolak UU Cipta Tenaga Kerja karena menganggap sejumlah pasal-pasal yang ada di dalamnya bakal menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Bahkan saat merumuskan UU tersebut, pemerintah tak melibatkan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Baca juga: Jubir: Wapres yakinkan Presiden untuk batalkan Perpres Investasi Miras
Baca juga: Lampiran izin investasi miras dicabut, Bahlil minta stop polemik
"Jadi sejak rencana Omnibus Law sekaligus turunannya belum ada runding atau pembicaraan tentang hal-hal yang kemungkinan akan terjadi sebagai implikasi dari peraturan yang akan dibuat itu," katanya.
Dirinya mafhum rencana awal pemerintah membuka investasi di bidang industri miras sebagai ikhtiar memulihkan kondisi ekonomi yang terimbas pandemi COVID-19. Tetapi seharusnya investasi itu berlandaskan kemaslahatan umat bukan keuntungan segelintir pihak saja.
"Kita juga tidak menghendaki bahwa situasi bangsa kita ini sedikit-sedikit gaduh. Kita memang memerlukan stabilitas politik yang baik untuk menghadapi krisis yang ada sehingga kita bisa lebih cepat memasuki pada kehidupan normal yang kita semua harapkan," kata dia.
Agar tak menimbulkan kegaduhan lagi, ia berharap ke depannya pemerintah lebih bijak ketika akan mengeluarkan kebijakan. Salah satu caranya dengan berkonsultasi lebih dahulu dengan Ormas-ormas yang ada.
"Kita harapkan ke depan sebelum mengambil kebijakan ada hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak setidaknya harus dikonsultasikan dengan ormas yang ada untuk diminta masukan-masukannya," kata dia.
Baca juga: MUI apresiasi keputusan Presiden cabut Perpres Investasi Miras
Baca juga: Cabut Perpres Miras, Mardani Ali Sera: Presiden dengarkan suara publik
"Ini yang saya khawatirkan dengan Omnibus Law ini tentang turunannya UU ini. Omnibus Law ini digodok oleh sekelompok orang tertentu saja. Maka tidak pernah berbicara pertimbangan nilai selain pertimbangan keuntungan," ujar Said Aqil saat menggelar preskon di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Selasa
Kebijakan perizinan investasi bagi industri minuman keras di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken Jokowi pada 2 Februari 2021.
Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kendati demikian, Presiden Joko Widodo telah resmi membatalkan Perpres itu setelah rangkaian protes dari berbagai pihak.
PBNU sejak awal menolak UU Cipta Tenaga Kerja karena menganggap sejumlah pasal-pasal yang ada di dalamnya bakal menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Bahkan saat merumuskan UU tersebut, pemerintah tak melibatkan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Baca juga: Jubir: Wapres yakinkan Presiden untuk batalkan Perpres Investasi Miras
Baca juga: Lampiran izin investasi miras dicabut, Bahlil minta stop polemik
"Jadi sejak rencana Omnibus Law sekaligus turunannya belum ada runding atau pembicaraan tentang hal-hal yang kemungkinan akan terjadi sebagai implikasi dari peraturan yang akan dibuat itu," katanya.
Dirinya mafhum rencana awal pemerintah membuka investasi di bidang industri miras sebagai ikhtiar memulihkan kondisi ekonomi yang terimbas pandemi COVID-19. Tetapi seharusnya investasi itu berlandaskan kemaslahatan umat bukan keuntungan segelintir pihak saja.
"Kita juga tidak menghendaki bahwa situasi bangsa kita ini sedikit-sedikit gaduh. Kita memang memerlukan stabilitas politik yang baik untuk menghadapi krisis yang ada sehingga kita bisa lebih cepat memasuki pada kehidupan normal yang kita semua harapkan," kata dia.
Agar tak menimbulkan kegaduhan lagi, ia berharap ke depannya pemerintah lebih bijak ketika akan mengeluarkan kebijakan. Salah satu caranya dengan berkonsultasi lebih dahulu dengan Ormas-ormas yang ada.
"Kita harapkan ke depan sebelum mengambil kebijakan ada hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak setidaknya harus dikonsultasikan dengan ormas yang ada untuk diminta masukan-masukannya," kata dia.
Baca juga: MUI apresiasi keputusan Presiden cabut Perpres Investasi Miras
Baca juga: Cabut Perpres Miras, Mardani Ali Sera: Presiden dengarkan suara publik
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021
Tags: