Jakarta (ANTARA) - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melibatkan empat pemangku kepentingan yang disebut dengan "Quad Helix" dalam menangani ancaman siber yang terjadi di Indonesia.

"Untuk menangani ancaman (siber) semacam ini, untuk mengatasi atau menyelesaikan berbagai ancaman semacam ini, maka kita harus melibatkan stakeholder yang kita sebut 'Quad Helix'," ujar Direktur Proteksi Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional BSSN Nur Achmadi Salmawan dalam Forum Kebijakan Daring Asia Pasifik yang digelar virtual, Selasa.

Baca juga: BSSN sebut serangan siber bersifat sosial sangat berbahaya

Achmadi menjelaskan, "Quad Helix" yang dimaksud meliputi unsur pemerintah, pelaku bisnis, akademisi, serta masyarakat atau komunitas.

Dia mengatakan keempat pemangku kepentingan tersebut dilibatkan untuk menyebarkan kesadaran keamanan siber di tengah masyarakat.

"Jadi kita harus memanfaatkan komponen potensial di negara kita untuk mengatasi ancaman yang kita hadapi," kata dia.

Achmadi juga menyinggung mengenai Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) yang rancangannya telah disusun oleh BSSN. Dia mengatakan bahwa terdapat sejumlah misi dalam menyusun strategi tersebut.

Di antaranya yakni melindungi kepentingan nasional yang meliputi masyarakat, infrastruktur informasi kritikal nasional, penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai stabilitas nasional, serta keamanan nasional.

Selain itu, SKSN tersebut juga mengusung misi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kemakmuran sekaligus kesejahteraan bagi rakyat.

Dalam kesempatan itu, Achmadi turut mengingatkan masyarakat untuk memiliki kesadaran tentang pentingnya keamanan siber sehingga internet dapat digunakan dengan lebih bijak.

"Media sosial menjadi senjata bagi organisasi dan individu untuk memanipulasi informasi demi kepentingannya sendiri. Penting untuk menginformasikan kepada masyarakat bagaimana menggunakan internet dengan benar dan aman," ujar dia.

Sementara itu, CEO Kaspersky Eugene Kaspersky yang juga menjadi pembicara dalam forum itu mengatakan bahwa saat ini terjadi pergeseran target pelaku kejahatan siber, dari ponsel cerdas dan perangkat pribadi ke sistem kontrol industri dan "Internet of Things" (IoT).

"Pada tahun 2020 kami melihat deteksi file berbahaya yang unik meningkat 20 hingga 25 persen sehari. Dan hari ini, peneliti kami juga memantau dengan cermat lebih dari 200 grup aktor ancaman dunia maya yang bertanggung jawab atas serangan yang sangat ditargetkan terhadap bank, pemerintah, atau infrastruktur penting negara,” ucap Kaspersky.


Baca juga: Huawei-BSSN gelar lokakarya keamanan siber

Baca juga: Kepala BSSN: Keamanan siber isu strategis negara

Baca juga: Huawei & BSSN gelar workshop keamanan siber di Yogyakarta