Saham Asia diprediksi menguat ketika pasar obligasi kembali tenang
1 Maret 2021 08:14 WIB
Foto dokumen: Seorang pejalan kaki mengenakan masker pelindung tercermin di layar yang menampilkan nilai tukar yen Jepang terhadap dolar AS dan harga saham di broker, di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Tokyo, Jepang 6 November 2020. ANTARA/REUTERS/Issei Kato.
Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia diprediksi menguat pada perdagangan Senin, ketika situasi tenang kembali ke pasar obligasi setelah perjalanan liar minggu lalu, sementara kemajuan dalam paket stimulus AS yang besar mendukung optimisme tentang ekonomi global.
PMI (Indeks Manajer Pembelian) manufaktur resmi China yang keluar selama akhir pekan meleset dari perkiraan, tetapi investor mengandalkan berita yang lebih baik dari serangkaian data AS yang akan dirilis minggu ini termasuk laporan penggajian (payrolls) Februari.
Sentimen yang juga membantu adalah berita pengiriman vaksin COVID-19 Johnson & Johnson yang baru disetujui akan dimulai pada Selasa (2/3/2021).
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang naik tipis 0,1 persen, setelah turun 3,7 persen Jumat lalu (26/2/2021).
Nikkei Jepang menguat 2,0 persen, sementara indeks berjangka NASDAQ memantul 0,8 persen dan indeks berjangka S&P 500 naik 0,7 persen.
Imbal hasil surat utang AS 10-tahun turun menjadi 1,40 persen, dari puncak pekan lalu 1,61 persen, meskipun masih berakhir 11 basis poin lebih tinggi pekan lalu dan naik 50 basis poin pada sejauh tahun ini.
Baca juga: Bursa saham Asia dibuka menguat, kebijakan Fed tenangkan pasar
"Pergerakan obligasi pada Jumat (26/2/2021) masih terasa seperti jeda sejenak, daripada katalis untuk pergerakan menuju perairan yang lebih tenang," kata Rodrigo Catril, ahli strategi senior di NAB.
"Pelaku pasar tetap gelisah atas prospek inflasi yang lebih tinggi ketika perekonomian ingin dibuka kembali dibantu oleh peluncuran vaksin, tingkat penghematan yang tinggi bersama dengan dukungan fiskal dan moneter yang solid."
Analis di BofA mencatat bearish pasar obligasi sekarang salah satu yang paling parah dalam catatan dengan pengembalian harga tahunan dari obligasi pemerintah AS 10 tahun turun 29 persen sejak Agustus lalu, dengan Australia turun 19 persen, Inggris 16 persen dan Kanada 10 persen .
Kemunduran tersebut disebabkan oleh ekspektasi pertumbuhan AS yang lebih cepat ketika DPR meloloskan paket bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS dari Presiden Joe Biden, mengirimkannya ke Senat.
Baca juga: Saham Asia diperkirakan turun hari ini, setelah Wall Street jatuh
Ekonom AS BofA Michelle Meyer menaikkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 6,5 persen dan 5,0 persen tahun berikutnya, karena kemungkinan paket stimulus yang lebih besar, berita yang lebih baik tentang virus dan data yang menggembirakan.
Kasus virus juga anjlok 72 persen sejak puncak 12 Januari dan rawat inap mengikuti di belakang, tambah BofA.
Imbal hasil AS yang lebih tinggi dikombinasikan dengan pergeseran umum ke keamanan membantu indeks dolar rebound ke 90,917 dari level terendah tujuh minggu di 89,677.
Senin pagi, euro bertahan di 1,2086 dolar AS, dibandingkan dengan puncak minggu lalu di 1,2242 dolar AS, sementara dolar AS bertahan di dekat level tertinggi enam bulan pada 106,50 yen.
Mata uang "berisiko" dan mereka yang terpapar komoditas memantul sedikit setelah terpukul akhir pekan lalu, dengan dolar Australia dan Kanada naik dan mata uang negara berkembang Brazil hingga Turki tampak lebih mantap.
Emas yang tidak memberikan imbal hasil masih mengalami penurunan setelah mencapai level terendah delapan bulan pada Jumat (26/2/2021) dalam perjalanan ke bulan terburuk sejak November 2016. Emas terakhir di 1.737 dolar AS per ounce, sedikit di atas terendah sekitar 1.716 dolar AS.
Harga minyak memperpanjang kenaikan mereka menjelang pertemuan OPEC minggu ini di mana pasokan dapat ditingkatkan. Brent naik 4,8 persen minggu lalu dan WTI terangkat 3,8 persen, sementara keduanya sekitar 20 persen lebih tinggi selama Februari secara keseluruhan.
Brent terakhir naik 92 sen menjadi 65,34 dolar AS, sementara minyak mentah AS naik 97 sen menjadi 62,47 dolar AS per barel.
Baca juga: Pasar saham Asia tawarkan sinyal beragam, investor cerna stimulus
Baca juga: Saham Asia sentuh level tertinggi sepanjang masa di awal perdagangan
PMI (Indeks Manajer Pembelian) manufaktur resmi China yang keluar selama akhir pekan meleset dari perkiraan, tetapi investor mengandalkan berita yang lebih baik dari serangkaian data AS yang akan dirilis minggu ini termasuk laporan penggajian (payrolls) Februari.
Sentimen yang juga membantu adalah berita pengiriman vaksin COVID-19 Johnson & Johnson yang baru disetujui akan dimulai pada Selasa (2/3/2021).
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang naik tipis 0,1 persen, setelah turun 3,7 persen Jumat lalu (26/2/2021).
Nikkei Jepang menguat 2,0 persen, sementara indeks berjangka NASDAQ memantul 0,8 persen dan indeks berjangka S&P 500 naik 0,7 persen.
Imbal hasil surat utang AS 10-tahun turun menjadi 1,40 persen, dari puncak pekan lalu 1,61 persen, meskipun masih berakhir 11 basis poin lebih tinggi pekan lalu dan naik 50 basis poin pada sejauh tahun ini.
Baca juga: Bursa saham Asia dibuka menguat, kebijakan Fed tenangkan pasar
"Pergerakan obligasi pada Jumat (26/2/2021) masih terasa seperti jeda sejenak, daripada katalis untuk pergerakan menuju perairan yang lebih tenang," kata Rodrigo Catril, ahli strategi senior di NAB.
"Pelaku pasar tetap gelisah atas prospek inflasi yang lebih tinggi ketika perekonomian ingin dibuka kembali dibantu oleh peluncuran vaksin, tingkat penghematan yang tinggi bersama dengan dukungan fiskal dan moneter yang solid."
Analis di BofA mencatat bearish pasar obligasi sekarang salah satu yang paling parah dalam catatan dengan pengembalian harga tahunan dari obligasi pemerintah AS 10 tahun turun 29 persen sejak Agustus lalu, dengan Australia turun 19 persen, Inggris 16 persen dan Kanada 10 persen .
Kemunduran tersebut disebabkan oleh ekspektasi pertumbuhan AS yang lebih cepat ketika DPR meloloskan paket bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS dari Presiden Joe Biden, mengirimkannya ke Senat.
Baca juga: Saham Asia diperkirakan turun hari ini, setelah Wall Street jatuh
Ekonom AS BofA Michelle Meyer menaikkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 6,5 persen dan 5,0 persen tahun berikutnya, karena kemungkinan paket stimulus yang lebih besar, berita yang lebih baik tentang virus dan data yang menggembirakan.
Kasus virus juga anjlok 72 persen sejak puncak 12 Januari dan rawat inap mengikuti di belakang, tambah BofA.
Imbal hasil AS yang lebih tinggi dikombinasikan dengan pergeseran umum ke keamanan membantu indeks dolar rebound ke 90,917 dari level terendah tujuh minggu di 89,677.
Senin pagi, euro bertahan di 1,2086 dolar AS, dibandingkan dengan puncak minggu lalu di 1,2242 dolar AS, sementara dolar AS bertahan di dekat level tertinggi enam bulan pada 106,50 yen.
Mata uang "berisiko" dan mereka yang terpapar komoditas memantul sedikit setelah terpukul akhir pekan lalu, dengan dolar Australia dan Kanada naik dan mata uang negara berkembang Brazil hingga Turki tampak lebih mantap.
Emas yang tidak memberikan imbal hasil masih mengalami penurunan setelah mencapai level terendah delapan bulan pada Jumat (26/2/2021) dalam perjalanan ke bulan terburuk sejak November 2016. Emas terakhir di 1.737 dolar AS per ounce, sedikit di atas terendah sekitar 1.716 dolar AS.
Harga minyak memperpanjang kenaikan mereka menjelang pertemuan OPEC minggu ini di mana pasokan dapat ditingkatkan. Brent naik 4,8 persen minggu lalu dan WTI terangkat 3,8 persen, sementara keduanya sekitar 20 persen lebih tinggi selama Februari secara keseluruhan.
Brent terakhir naik 92 sen menjadi 65,34 dolar AS, sementara minyak mentah AS naik 97 sen menjadi 62,47 dolar AS per barel.
Baca juga: Pasar saham Asia tawarkan sinyal beragam, investor cerna stimulus
Baca juga: Saham Asia sentuh level tertinggi sepanjang masa di awal perdagangan
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: