Artikel
SPBE suatu optimalisasi pelayanan publik di tengah pandemi
Oleh Zuhdiar Laeis
28 Februari 2021 22:58 WIB
Dokumentasi petugas menunjukkan aplikasi perizinan online di Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta, Jakarta, Jumat (26/2/2021). Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 118/2020 tentang Izin Pemanfaatan Ruang untuk mempercepat perizinan pembangunan gedung dan mendorong geliat sektor properti, sebagai salah satu sektor yang memiliki efek pengganda terhadap pemulihan perekonomian akibat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Jakarta (ANTARA) - Jaga jarak fisik, merupakan salah satu bagian protokol kesehatan yang digaungkan pemerintah sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 selain memakai masker dan menghindari kerumunan.
Di sektor pelayanan publik, masyarakat semula kerap dihadapkan dengan pelayanan tatap muka dalam berbagai urusan, utamanya soal bayar pajak dan pengurusan izin, tetapi situasi pandemi mengharuskan intensitas pertemuan diminimalisasi.
Beberapa instansi sudah menerapkan pelayanan secara daring untuk menyiasati pandemi, misalnya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pembayaran pajak kendaraan bermotor, hingga pengurusan izin usaha.
Bahkan, pemerintah daerah pun kian berlomba menerapkan sistem pelayanan online yang tercakup secara lebih besar dalam apa yang disebut Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Menurut Peraturan Presiden RI Nomor 95/2018 Tentang SPBE, sistem adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna SPBE.
Sebenarnya, SPBE tak melulu soal layanan online. Banyak domain yang tercakup di dalamnya, antara lain ranah kegiatan pemerintahan, meliputi rencana induk SPBE, proses bisnis, anggaran dan belanja SPBE, serta data dan informasi elektronik.
Ranah teknologi dan informasi, meliputi penyediaan pusat data terpadu, jaringan intra pemerintah, sistem penghubung pemerintah, aplikasi layanan SPBE, serta keamanan informasi pemerintah.
Kemudian, domain layanan, meliputi layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik dan pelayanan publik berbasis elektronik.
Jadi, SPBE pun bukan hanya sekedar penggunaan aplikasi atau sistem informasi dalam pengerjaan operasional kegiatan keseharian pemerintahan.
Namun, setidaknya domain layanan menjadi tolok ukur karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Artinya, masyarakat pasti akan mengukur baik tidaknya kinerja pemerintahan dari layanan publiknya.
Indeks SPBE
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat kenaikan indeks SPBE Nasional pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, peningkatan tersebut diakui belum signifikan sehingga pemerintah akan terus berupaya mendorong penerapan SPBE dan memecahkan tantangan yang dihadapi.
Berdasarkan hasil evaluasi SPBE tahun 2020, indeks SPBE nasional mencapai 2,26 dari skala 5 dengan predikat cukup, atau menunjukkan peningkatan 0,08 dari indeks sebelumnya yaitu 2,18 pada tahun 2019, dan tahun 2018 dengan indeks SPBE sebesar 1,98.
Selama dua tahun sejak diterbitkannya Perpres Nomor 95/2018 tentang SPBE, Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini Widiyantini, menilai tingkat kematangan SPBE masih relatif rendah. "Penerapan SPBE yang dilakukan oleh instansi pusat dan daerah belum memiliki semangat keterpaduan," ujarnya.
Peningkatan penerapan SPBE tidak sekadar melakukan penilaian, melainkan mendorong pengintegrasian dan keterpaduan dalam menerapkan SPBE itu sendiri.
Jadi, dalam aspek layanan, ke depan dari Sabang sampai Merauke mempunyai satu interoperabilitas dalam pelaksanaan aplikasi-aplikasi di seluruh Indonesia'
Pengoptimalan penerapan SPBE juga dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan komitmen pimpinan instansi pemerintah agar dapat memberikan arah kebijakan dan koordinasi penerapan SPBE di instansinya masing-masing.
Upaya lain, Rini menyampaikan akan mengoptimalkan penerapan layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik dan layanan publik berbasis elektronik yang terintegrasi dan berdaya guna.
Langkah itu untuk mendukung akselerasi percepatan penerapan SPBE yang berbasis artificial intelligence (kecerdasan buatan).
Cegah korupsi
Seiring dengan pandemi Covid-19, Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo, menyampaikan, sektor pelayanan publik juga beradaptasi selama Covid-19 mewabah dengan banyaknya sistem pelayanan yang kini dilakukan dengan aplikasi tanpa tatap muka.
Setidaknya, pelayanan tanpa tatap muka mampu mengurangi terjadinya pungutan liar atau suap dalam penyelenggaraan pelayanan.
Pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik juga terlihat dari penyederhanaan perizinan usaha dan perizinan administrasi umum, misalnya pemerintah kini memiliki Mal Pelayanan Publik yang menyatukan banyak unit pelayanan publik dalam satu gedung.
Perizinan yang dahulu tumpang-tindih dan tersebar di berbagai instansi, saat ini mulai terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
Dalam laporan pengukuran capaian oleh Transparency International Indonesia pada November 2020, dunia usaha mulai merasakan efisiensi waktu dan biaya karena prosedur perizinan menjadi lebih cepat dan sederhana.
Birokrasi pemerintah juga diperkuat dengan penerapan SPBE, yang menjadi bagian dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Bahkan, dia menyebutkan penerapan SPBE Indonesia meningkat peringkat, dari peringkat 103 pada 2019, menjadi 88 pada 2020 berdasarkan penilaian PBB.
Ya, United Nations E-Government Survey 2020 atau Survei PBB tentang E-Government telah menempatkan Indonesia pada peringkat 88 atas pengembangan dan pelaksanaan e-government atau di Indonesia disebut SPBE.
Salah satu aplikasi umum dalam SPBE adalah Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!), portal berbagi pakai yang menjadi wadah masyarakat untuk melaporkan pelayanan publik yang kurang memuaskan, termasuk jika ada indikasi pungutan liar atau korupsi.
Mestinya, situasi pandemi ini menjadi momentum pemerintah, terutama pemerintah daerah untuk berbenah dalam penerapan SPBE sehingga semua sektor bisa terlayani secara efektif, terpadu, berkesinambungan, efisiensi, akuntabel, interoperabilitas, dan aman.
Artinya, semakin banyak pemda yang menerapkan SPBE dan serius dalam penerapannya, bukan sekadar dalam jaringan, tetapi yang benar-benar sesuai dengan apa tujuan dari penerapan program itu.
Di sektor pelayanan publik, masyarakat semula kerap dihadapkan dengan pelayanan tatap muka dalam berbagai urusan, utamanya soal bayar pajak dan pengurusan izin, tetapi situasi pandemi mengharuskan intensitas pertemuan diminimalisasi.
Beberapa instansi sudah menerapkan pelayanan secara daring untuk menyiasati pandemi, misalnya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pembayaran pajak kendaraan bermotor, hingga pengurusan izin usaha.
Bahkan, pemerintah daerah pun kian berlomba menerapkan sistem pelayanan online yang tercakup secara lebih besar dalam apa yang disebut Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Menurut Peraturan Presiden RI Nomor 95/2018 Tentang SPBE, sistem adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada pengguna SPBE.
Sebenarnya, SPBE tak melulu soal layanan online. Banyak domain yang tercakup di dalamnya, antara lain ranah kegiatan pemerintahan, meliputi rencana induk SPBE, proses bisnis, anggaran dan belanja SPBE, serta data dan informasi elektronik.
Ranah teknologi dan informasi, meliputi penyediaan pusat data terpadu, jaringan intra pemerintah, sistem penghubung pemerintah, aplikasi layanan SPBE, serta keamanan informasi pemerintah.
Kemudian, domain layanan, meliputi layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik dan pelayanan publik berbasis elektronik.
Jadi, SPBE pun bukan hanya sekedar penggunaan aplikasi atau sistem informasi dalam pengerjaan operasional kegiatan keseharian pemerintahan.
Namun, setidaknya domain layanan menjadi tolok ukur karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Artinya, masyarakat pasti akan mengukur baik tidaknya kinerja pemerintahan dari layanan publiknya.
Indeks SPBE
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat kenaikan indeks SPBE Nasional pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, peningkatan tersebut diakui belum signifikan sehingga pemerintah akan terus berupaya mendorong penerapan SPBE dan memecahkan tantangan yang dihadapi.
Berdasarkan hasil evaluasi SPBE tahun 2020, indeks SPBE nasional mencapai 2,26 dari skala 5 dengan predikat cukup, atau menunjukkan peningkatan 0,08 dari indeks sebelumnya yaitu 2,18 pada tahun 2019, dan tahun 2018 dengan indeks SPBE sebesar 1,98.
Selama dua tahun sejak diterbitkannya Perpres Nomor 95/2018 tentang SPBE, Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini Widiyantini, menilai tingkat kematangan SPBE masih relatif rendah. "Penerapan SPBE yang dilakukan oleh instansi pusat dan daerah belum memiliki semangat keterpaduan," ujarnya.
Peningkatan penerapan SPBE tidak sekadar melakukan penilaian, melainkan mendorong pengintegrasian dan keterpaduan dalam menerapkan SPBE itu sendiri.
Jadi, dalam aspek layanan, ke depan dari Sabang sampai Merauke mempunyai satu interoperabilitas dalam pelaksanaan aplikasi-aplikasi di seluruh Indonesia'
Pengoptimalan penerapan SPBE juga dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan komitmen pimpinan instansi pemerintah agar dapat memberikan arah kebijakan dan koordinasi penerapan SPBE di instansinya masing-masing.
Upaya lain, Rini menyampaikan akan mengoptimalkan penerapan layanan administrasi pemerintahan berbasis elektronik dan layanan publik berbasis elektronik yang terintegrasi dan berdaya guna.
Langkah itu untuk mendukung akselerasi percepatan penerapan SPBE yang berbasis artificial intelligence (kecerdasan buatan).
Cegah korupsi
Seiring dengan pandemi Covid-19, Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo, menyampaikan, sektor pelayanan publik juga beradaptasi selama Covid-19 mewabah dengan banyaknya sistem pelayanan yang kini dilakukan dengan aplikasi tanpa tatap muka.
Setidaknya, pelayanan tanpa tatap muka mampu mengurangi terjadinya pungutan liar atau suap dalam penyelenggaraan pelayanan.
Pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik juga terlihat dari penyederhanaan perizinan usaha dan perizinan administrasi umum, misalnya pemerintah kini memiliki Mal Pelayanan Publik yang menyatukan banyak unit pelayanan publik dalam satu gedung.
Perizinan yang dahulu tumpang-tindih dan tersebar di berbagai instansi, saat ini mulai terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
Dalam laporan pengukuran capaian oleh Transparency International Indonesia pada November 2020, dunia usaha mulai merasakan efisiensi waktu dan biaya karena prosedur perizinan menjadi lebih cepat dan sederhana.
Birokrasi pemerintah juga diperkuat dengan penerapan SPBE, yang menjadi bagian dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Bahkan, dia menyebutkan penerapan SPBE Indonesia meningkat peringkat, dari peringkat 103 pada 2019, menjadi 88 pada 2020 berdasarkan penilaian PBB.
Ya, United Nations E-Government Survey 2020 atau Survei PBB tentang E-Government telah menempatkan Indonesia pada peringkat 88 atas pengembangan dan pelaksanaan e-government atau di Indonesia disebut SPBE.
Salah satu aplikasi umum dalam SPBE adalah Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!), portal berbagi pakai yang menjadi wadah masyarakat untuk melaporkan pelayanan publik yang kurang memuaskan, termasuk jika ada indikasi pungutan liar atau korupsi.
Mestinya, situasi pandemi ini menjadi momentum pemerintah, terutama pemerintah daerah untuk berbenah dalam penerapan SPBE sehingga semua sektor bisa terlayani secara efektif, terpadu, berkesinambungan, efisiensi, akuntabel, interoperabilitas, dan aman.
Artinya, semakin banyak pemda yang menerapkan SPBE dan serius dalam penerapannya, bukan sekadar dalam jaringan, tetapi yang benar-benar sesuai dengan apa tujuan dari penerapan program itu.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021
Tags: