Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ali Yansyah Abdurrahim mengatakan perlunya sistem birokrasi dan sistem penganggaran lebih menitikberatkan pada aspek pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Karena selama ini sistem birokrasi banyak menyekat koordinasi dan kolaborasi. Sementara itu, sistem penganggaran cukup 'kaku' dan lebih banyak diarahkan untuk penanganan atau pemadaman karhutla," kata dia saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia menuturkan sistem birokrasi dan penganggaran selama ini lebih banyak menitikberatkan pada aspek penanganan atau pemadaman karhutla.

Hal itu, kata dia, berarti jika terjadi karhutla, berbagai pihak lebih mudah turun tangan dengan mengeluarkan berbagai sumber daya, termasuk anggaran untuk memadamkan kebakaran dibandingkan dengan untuk pencegahan.

Baca juga: KLHK: Pencegahan karhutla gambut berperan signifikan turunkan emisi

Padahal, pencegahan karhutla seperti yang diarahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), mempunyai peran signifikan untuk memutus rantai bencana karhutla dalam jangka panjang.

Untuk itu, baik sistem birokrasi maupun sistem penganggaran negara harus lebih condong kepada upaya pencegahan karhutla yang harus menjadi prioritas ke depan, sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengarahkan bahwa pencegahan harus menjadi prioritas utama dalam pengendalian karhutla.

"Pencegahan harus diprioritaskan, jangan terlambat. Di negara besar pun ada kejadian kebakaran yang besar, sampai ada kota yang ikut terbakar. Hal-hal seperti ini betul-betul harus kita jadikan pelajaran. Sekali lagi prioritaskan pencegahan, jangan terlambat," kata Presiden dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2021, Jakarta, Senin (21/2).

Baca juga: BRG: Upaya pencegahan karhutla bukan tanggung jawab desa semata
Baca juga: Upaya pencegahan karhutla di masa pandemi COVID-19