Pelaku usaha sebut pandemi lahirkan strategi baru pemasaran mie instan
24 Februari 2021 21:14 WIB
Menteri Pertanian Republik Indonesia, Syahrul Yasin Limpo (kiri) bersama Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan (kanan) saat mencicipi mie instan berbahan baku tepung tapioka di Bangka, Sabtu. ANTARA/Aprionis.
Jakarta (ANTARA) - GM Finance Nissin Foods Indonesia Sri Karmini mengatakan masa pandemi melahirkan peluang bagi perusahaan mie instan untuk menggali strategi pemasaran yang lebih kreatif dan menyentuh masyarakat.
Sri Karmini dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan strategi bisnis baru itu muncul seiring dengan peningkatan berbagai kegiatan sosial kepada masyarakat selama masa pandemi.
"Dengan mempertimbangkan kemudahan mendapatkan produk dan juga cara mengkonsumsinya, mie instan menjadi salah satu produk yang banyak dipilih untuk kegiatan ini," katanya.
Baca juga: Pelaku industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi
Ia menambahkan peluang lahirnya strategi muncul mengingat berbagai program sosial itu banyak dipublikasikan melalui media sosial maupun influencer sehingga secara tidak langsung menjadi promosi yang menguntungkan bagi produsen mie instan.
"Program-program sosial yang dilakukan masyarakat yang dipublikasi melalui media sosial tanpa disadari menjadi ajang iklan untuk mie instan," ujarnya.
Untuk itu, ia menilai saat ini perusahaan mulai menggodok strategi Creating Shared Value (CSV) yang lebih berdampak positif dan menggeser strategi pemasaran sebelumnya yang berbasis Corporate Social Responsibility (CSR).
Konsep strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial ini bisa memberikan kebaikan bagi produsen makanan maupun masyarakat selama masa pandemi.
Baca juga: Inovasi digital disebut sebagai penyelamat pelaku usaha pada pandemi
"Program CSR sebagai investasi perusahaan-perusahaan untuk jangka panjang mulai bergeser menjadi program CSV di masa-masa pandemi ini yang memberikan value lebih bagi kedua belah pihak, masyarakat maupun perusahaan," katanya.
Sebelumnya, World Instant Noodles Association (WINA) mencatat sepanjang 2019, penduduk dunia mengonsumsi 106,42 miliar mie instan atau rata-rata 290 juta porsi per hari.
Sebanyak 15 negara penikmat mie instan terbanyak dunia, berasal dari Asia. China menempati urutan pertama daftar negara pelahap mie instan terbanyak pada 2019, dengan mengonsumsi 41,5 miliar bungkus.
Sementara itu, Indonesia di peringkat kedua dengan 12,5 miliar porsi, disusul India sebanyak 6,7 miliar porsi dan Jepang 5,6 miliar porsi. Jumlah ini diperkirakan meningkat selama masa pandemi COVID-19.
Khusus Indonesia, Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2018 menunjukkan bahwa mie instan telah diminati seluruh lapisan masyarakat dan makin tinggi tingkat pengeluaran di rumah tangga maka makin tinggi juga konsumsinya.
Sri Karmini dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan strategi bisnis baru itu muncul seiring dengan peningkatan berbagai kegiatan sosial kepada masyarakat selama masa pandemi.
"Dengan mempertimbangkan kemudahan mendapatkan produk dan juga cara mengkonsumsinya, mie instan menjadi salah satu produk yang banyak dipilih untuk kegiatan ini," katanya.
Baca juga: Pelaku industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi
Ia menambahkan peluang lahirnya strategi muncul mengingat berbagai program sosial itu banyak dipublikasikan melalui media sosial maupun influencer sehingga secara tidak langsung menjadi promosi yang menguntungkan bagi produsen mie instan.
"Program-program sosial yang dilakukan masyarakat yang dipublikasi melalui media sosial tanpa disadari menjadi ajang iklan untuk mie instan," ujarnya.
Untuk itu, ia menilai saat ini perusahaan mulai menggodok strategi Creating Shared Value (CSV) yang lebih berdampak positif dan menggeser strategi pemasaran sebelumnya yang berbasis Corporate Social Responsibility (CSR).
Konsep strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial ini bisa memberikan kebaikan bagi produsen makanan maupun masyarakat selama masa pandemi.
Baca juga: Inovasi digital disebut sebagai penyelamat pelaku usaha pada pandemi
"Program CSR sebagai investasi perusahaan-perusahaan untuk jangka panjang mulai bergeser menjadi program CSV di masa-masa pandemi ini yang memberikan value lebih bagi kedua belah pihak, masyarakat maupun perusahaan," katanya.
Sebelumnya, World Instant Noodles Association (WINA) mencatat sepanjang 2019, penduduk dunia mengonsumsi 106,42 miliar mie instan atau rata-rata 290 juta porsi per hari.
Sebanyak 15 negara penikmat mie instan terbanyak dunia, berasal dari Asia. China menempati urutan pertama daftar negara pelahap mie instan terbanyak pada 2019, dengan mengonsumsi 41,5 miliar bungkus.
Sementara itu, Indonesia di peringkat kedua dengan 12,5 miliar porsi, disusul India sebanyak 6,7 miliar porsi dan Jepang 5,6 miliar porsi. Jumlah ini diperkirakan meningkat selama masa pandemi COVID-19.
Khusus Indonesia, Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2018 menunjukkan bahwa mie instan telah diminati seluruh lapisan masyarakat dan makin tinggi tingkat pengeluaran di rumah tangga maka makin tinggi juga konsumsinya.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: